Home Edukasi Genjot Peningkatan IPM, Cigudeg Rakor Lintas Sektoral

Genjot Peningkatan IPM, Cigudeg Rakor Lintas Sektoral

Rapat koordinasi lintas sektoral digelar di aula kecamatan.

jurnalinspirasi.co.id – Kecamatan Cigudeg, Kabupaten Bogor masih memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang rendah. Hal ini diungkap pada rapat koordinasi lintas sektoral yang digelar di aula kecamatan sebagai upaya untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia khususnya di bidang pendidikan.

Camat Cigudeg, Ade Zulfahmi, mengatakan bahwa wilayah Cigudeg masih memiliki angka IPM di bawah rata-rata Kabupaten Bogor, terutama pada sektor pendidikan.

“Upaya ini merupakan tindak lanjut dari rakor tingkat kabupaten. Fokus kami adalah meningkatkan IPM, khususnya di bidang pendidikan,” ujar Ade usai kegiatan.

Menurutnya, tim penanganan di tingkat kecamatan dan desa akan bekerja sama dengan para kepala sekolah, baik dari sekolah negeri, swasta, maupun madrasah. Kerja sama tersebut mencakup verifikasi data anak tidak sekolah (ATS) agar penanganan bisa tepat sasaran.

“Data sementara dari BPS menunjukkan sekitar 2.200 anak masuk kategori ATS. Kami akan verifikasi kembali agar data yang digunakan benar-benar valid,” kata Ade.

Setelah proses verifikasi, tim akan melakukan kunjungan langsung atau home visit untuk memastikan kondisi dan keberadaan anak yang tercatat tidak bersekolah.

“Kami ingin memastikan kebenarannya mulai dari tempat tinggal, keluarga, hingga status sekolah anak tersebut,” jelasnya.

Ade menambahkan, hasil rapat dengan satuan pendidikan, khususnya sekolah swasta di wilayahnya, menghasilkan komitmen untuk bersama-sama meningkatkan rata-rata lama sekolah dan mendorong masyarakat agar tetap melanjutkan pendidikan, baik di usia produktif maupun di atas 25 tahun.

“Sekolah swasta siap menampung anak usia sekolah yang belum bersekolah. Sementara bagi yang sudah di luar usia sekolah, PKBM siap menjadi alternatif,” katanya.

Ia menyebut, salah satu faktor penyebab anak putus sekolah di Cigudeg adalah luasnya wilayah dan jarak tempuh ke sekolah negeri yang cukup jauh. Selain itu, sebagian anak enggan melanjutkan pendidikan jika tidak diterima di sekolah negeri.

“Banyak anak yang memilih berhenti sekolah karena tidak diterima di sekolah negeri. Mereka enggan masuk sekolah swasta karena jarak dan persepsi masyarakat,” ungkapnya.

Sementara itu, Kepala Desa Sukamaju, Dahyudin, berharap program penanganan ATS dapat menekan angka anak putus sekolah di wilayahnya.

“Masih ada sekitar 20 persen anak di Desa Sukamaju yang tidak melanjutkan sekolah, baik dari SD ke SMP maupun dari SMP ke SMA,” tukasnya.

(Arip Ekon)

Exit mobile version