jurnalinspirasi.co.id – Satu unit mewah di kawasan Rancamaya, tepatnya di Jalan Bunga Raya, Kelurahan Kertamaya, Kecamatan Bogor Selatan disita Kejaksaan Agung (Kejagung). Hunian tersebut diketahui milik tersangka kasus korupsi tata kelola minyak mentah, Riza Chalid.
“Iya disita oleh Kejagung. Sebelumnya juga sudah disita mobil dan satu bidang tanah oleh Kejagung,” ujar Kepala Seksi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor, Sigit Prabawa Nugraha kepada wartawan, Rabu (27/8/2025).
Menurut Sigit, dalam penyitaan tersebut, Kejari diberi tugas untuk mengamankan properti milik tersangka Riza Chalid bersama unsur TNI-Polri di Kota Bogor.
Sigit menjelaskan, rumah mewah itu disita Kejagung setelah sebelumnya melakukan penggeledahan pada Selasa (26/8/2025).
“Berdasarkan informasi Kejagung rumah tersebut diduga kuat hasil korupsi tata kelola minyak mentah,” katanya.
Sigit menjelaskan bahwa rumah yang disita tersebut berdiri di atas lahan 6.500 meter persegi yang terdiri dari tiga Sertifikat Hak Guna Bangun (SHGB).
“Informasi dari Kejagung itu bukan atas nama Riza Chalid. Tapi atas nama salah satu perusahaan. Uangnya tetap dari tersangka,” tegasnya.
Rumah mewah tersebut, kata Sigit, dilengkapi dengan berbagai fasilitas. Di antaranya kolam renang dan ruang karaoke khusus.
Saat disinggung mengenai berapa perkiraan harga tanah dan rumah mewah tersebut. Sigit menyebut bahwa di kawasan tersebut Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sebesar Rp7 juta per meter.
“NJOP segitu, belum harga bangunan. Kalau perkiraan secara keseluruhan, kami nggak tahu. Nanti Kejagung yang akan menjelaskan,” tegas Sigit.
Diketahui, saat ini Riza Chalid telah ditetapkan sebagai buronan, dan Kejagung masih memburu aset yang bersangkutan. Riza merupakan beneficial owner PT Navigator Khatulistiwa dan PT Orbit Terminal.
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang pada PT Pertamina, subholding, dan kontraktor ini diduga terjadi pada periode 2018-2023. Sejauh ini sudah ada 18 orang yang ditetapkan sebagai tersangka.
Riza diduga menyepakati kerja sama penyewaan terminal BBM tangki Merak dengan melakukan intervensi kebijakan tata kelola PT Pertamina. Padahal, Kejagung menilai bahwa PT Pertamina belum memerlukan tambahan penyimpanan stok BBM saat itu. Akibatnya, negara rugi hingga Rp285 triliun.
** Fredy Kristianto