29.6 C
Bogor
Sunday, February 23, 2025

Buy now

spot_img

Catatan Nostalgia Nonton TV di masa Kanak-kanak di Kampuang

Jurnal Inspirasi – Menarik melihat gambar “lucu” ini yang diposting sahabat Kodel uda Zelven, saya memanggilnya uda Zelv, pernah berkuliah sama-sama di Tingkat Persiapan Bersama- Institut Pertanian Bogor (TPB IPB) tahun 1980. Kampus TPB IPB tempo doeloe adanya di kampus IPB Barangsiang Kota Bogor, yang sekarang sejak thn 1994an berganti menjadi komplek bisnis terkenal bernama Mal Botani Square Bogor.

Saya mengenal Uda Zelv, asal suku Minangkabau, urang awak, tetapi beliau lahir dan besar di daerah Kota Pekanbaru Provinsi Riau, dia lulusan SMAN 3 Rumbai di Riau (jika tak saya tak salah).

Uda Zelv, orangnya memang sejak mahasiswa dikenalnya, sosok berjiwa dinamis,jika kami bertemu suka banyak bercerita tentang hal-hal yang unik, baru dan menarik perhatian, terkadang kita dibuat mikir dengan pertanyaan teka-tekinya.

Watak aslinya uda Zelv tersebut, hingga kini masih tampak terbawa-bawa di berbagai postingannya di WAG Kodel yang sangat aktif, ada informasi tentang agama, filsafat, budaya sastra, soal matematika, dan terakhir yang saya baca di WAG Kodel, postingan gambar 3 orang anak desa yang tengah menonton TV dibalik jendela tetangganya, dalam caption uda Zelv tulis kejadiannya thn 1970an.

Dengan melihat gambar tersebut, saya termenung dan terkenang masa lalu, sejenak bernostalgia.

Benar apa yang dinarasikan uda Zelv dalam postingannya kali ini mengundang naluri saya untuk berkomentar, barangtentu bisa6 membangkitkan memory kehidupan masa lalu kita, yang penuh “suka-duka”, hidup serba terbatas, yang sangat berbeda jauh dengan fasilitas kehidupan di zaman Now, serba ada dan canggih sebagai dampak positif pesatnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang telah masuk ke daerah perdesaan, sejak thn 1990an.

Benar apa yang tampak pada gambar 3 orang anak desa yang menonton TV dibalik jendela tetangganya itu, saya pernah mengalaminya dalam kehidupan masa laluku di masa kanak-kanak menjelang remaja, kira-kira saya sudah masuk sekolah dasar (SD) di kls 1 dan atau kelas 2 SDN di desa Kampung Baru Cerenti Inderagiri Hulu (sekarang Kuansing sejak thn 1999) Provinsi Riau di thn 1970an.

Suasana kehidupan masyarakat di kampungku masih amat sederhana dan fasilitas sosial dan hiburan sangatlah terbatas bahkan dapat dikatakan tidak ada, itu sikon tempo doeloe.

Listrik PLN belum ada di kampungku, dan punya TV hitam putih baru ada 1-2 rumah orang kaya di kampung di masa itu. Jalan raya Provinsi dan atau antar daerah Kabupaten belum beraspal, masih sirtu, pasir dan batu. Kondisi jalannya banyak berlubang-lubang dipenuhi lumpur tanah liat, mobil umum masih amat jarang, juga warga penduduk desa yang memiliki sepeda motor jumlahnya masih sedikit “hitungan jari”, dan sarana transfortasi yang lumayan cukup banyak adalah sepeda ontel, itu pun bagi mereka keluarga agak berada (the have family).

Saya kebetulan ditakdirkan Tuhan Allah di masa kanak, termasuk keluarga yang “tak berada” (the have not family), jika berat lidah ini berkata sebagai kaum “miskin” (duaffah), sehingga saya berangkat dan pulang ke/dari rumah ke sekolah dasar, berjalan kaki berkilo-kilo meter, dengan jalan yang menanjak nan berkelok-kelok, harap maklum jarak rumahku dengan SD lumayan jauh.

Bahkan ada beberapa teman SDku lebih jauh lagi jarak tempat tinggalnya dengan sekolahnya, desa pendalaman berjalan kaki memakan waktu lk 1-2 jam ke sekolah setiap pagi. Kita bisa membayangkan, begitulah “sulit dan sederhananya” kehidupan masa kanak-kanak mereka thn 1970an di desa kami, di kawasan luar Jawa, Provinsi Riau daerah Sumatera, barang tentu agak berbeda jauh dengan suasana dan ketersediaan fasiltas insfrastruktur di perdesaan di pulau Jawa, yang berkembang maju.

Di masa itu, jika kami anak kampung mau nonton tayangan spt pertarungan tinju legendaris Muhammad Ali digelar di arena tinju Las Vegas Amerika Serikat, acara TV siaran langsung yang sangat terpopuler di masa itu, digemari berbagai kalangan, terutama kaum muda, kami anak desa, terpaksa “menumpang” nonton pertarungan tinju dibalik jendela rumah “orang kaya” yang ada di kampung, desa dimana kami bermukim.

Saya masih ingat rumah5 orang kaya, yang punya TV hitam putih itu yang ada di desaku itu nama pemilik TV, bapak Akub Delima. Beliau pemilik kapal motor berblungkang (sejenis tongkang muatan barang), angkutan sungai yang membawa karet alam (gotah kopiang dan gotah boku) dan hasil-hasil bumi-hutan tropis Kuantan ke ibu kota Kabupaten Inhu, Rengat, dan pulangnya ke Cerenti membawa barang-barang sembako seperti beras, gula, kopi, teh, rokok, tepung, garam dll.

Di balik jendela, bpk Akub Lina inilah saya menonton bersama beberapa orang kawan sepermainan di desa Kampung Baru, Cerenti waktu itu. Walaupun gambar pertarungang tinju Muhammad Ali, tertayang di TV hitam putih yang kami tonton tersebut, tampak samar-samar, layarnya “berbintik-bintik”seperti air hujan, mungkin akibat gangguan sinyal yang buruk, tetapi kami sebagai anak-anak desa cukup menikmati hiburan pertunjukan tinju itu, jika tidak diusir oleh si pemilik rumah karena dianggap mengganggu.

Kehadiran TV hitam putih pada thn 1970an di desa kami, sungguh merupakan sebuah kemewahan. Dan kami anak-anak desa yang haus akan hiburan seperti pertarumgan tinju, pertandingan bulu tangkis Thomas Cup dan Piala Uber Cup, menikmati hiburan lagu-lagu populer The Mercys, Pambers, Koes Plus, De Loyd, musik Melayu dan musik Raja Dangdut Oma Irama, Ratu Dangdut Elvi Sukaesih, Ida Laila, Arafik, musik dan lagu-lagu kasidahan, dll sangat kami butuhkan hiburan ketika itu, tetapi itulah faktanya karena ketersediaan sarana prasarana (fasilitas) yang amat langkah, kami anak-anak desa penggemar pertunjukan seni dan olahraga terpaksa mencari momentum, sela-sela waktu dan posisi yang tepat bisa menonton acara hiburan di balik gorden jendela rumah tetangga, orangkaya yang memiliki TV hitam-putih, yang ada di desa kami, itu tempo doeloe, jika tidak diusir pemilik rumah.

Sekarang zaman Now, tidak lagi demikian,, insprastruktur jalan, listerik, telekomunokasi secara bertahap mulai terbangun, sebagai dampak keberhasilan pembangunan Orde Baru, zaman pak Harto, sejak thn 1980an hingga sekarang, berbagai insprastruktur telah dibangun dan tersedia sejumlah fasilitas sosial dan umum.

Jika kita boleh menilai dan berpendapat bahwa kehidupan orang kota zaman Now dengan orang yang bermukim di desa, tidak banyak perbedaan dan kesenjangan yang berarti, sekarang listerik, telepon, internet, jalan beraspal hotmix, fasilitas air bersih (PAM), aneka sarana transfortasi spt mobil bus, travel, mobil pribadi, sepeda motor dan sepeda berbagai merek dll sudah tersedia di daerah pedesaan, bahkan pasar modern IndoMark, AlfaMark dll sudah masuk desa, sehingga memudahkan penduduk berbelanja aneka barang kebutuhan dan atau mobilitas orang-orang desa berpergian ke kota dan atau ke daerah lain, kawasan tetangganya untuk berdagang, berpiknik/berwisata, mencari hiburan, berbelanja kebutuhan sehari-hari dan lain-lain, dijalani dengan mudah.

Itulah salah satu perbedaan nyata (signifikan) yang tampak antara situasi-kondisi (sikon) kehidupan anak atau masyarakat desa pada thn 1970an seperti yang pernah saya alami, yang serba amat terbatas, hidup susah, elit: ekonomi sulit seperti saya pernah hidup dan besar di kampung, apabila dibandingkan dengan kehidupan (life style) anak-anak milineal GenZi yang hidup di perdesaan zaman Now, serba ada bahkan serba mudah dan banyak pilihan.

Sebagai salah contoh misalnya pola dan gaya kehidupan warga desa, dahulu thn 1976 saya berangkat ke kota Pekanbaru, ibu kota Provinsi Riau untuk melanjutkan studi di STM (akhirnya masuk SMPPN No.49) di kota Pekanbaru, saya meninggalkan kampung halaman bersama ibunda Hj.Daranah Djamin naik bus mini umum, ditempuh selama 4 hari dan malam diperjalanan dan hari ke 4 baru tiba di kota Pekanbaru, dari Cerenti. Akan tetapi sekarang, dari Cerenti ke Kota Pekanbaru dengan menggunakan mobil Avanza pribadi.atau Bus Traval hanya memakan waktu perjalanan 5-6 jam, begitu cepatnya sampai ke daerah tujuan.

Kini, tinggallah bersyukur kepada Allah SWT atas berbagai nikmat kemudahan yang diberikanNya..ingat firman Allah “nikmat Tuhan yang manakah, yang kamu dustakan ?(QS Ar Arrahman).

Demikian sekelumit narasi nostalgia di masa kecilku, tempo doeloe, bercerita tentang menonton pertarungan tinju legendaris Muhammad Ali, dibalik jendela tetangga rumah tetangga orang kaya yang ada di kampungku pada tahun 1970an yang lucu dan mengasyikan. Semoga bermanfaat dan dapat ditarik pelajaran (iktibar, lesson learned) untuk mensyukuri nikmat yang begitu banyak diberikan Tuhan Allah SWT, akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) terutama di era digital (ITC era) saat ini serba mudah dan serba mewah, dan dengan kehidupan masyarakatnya yang berperadaban maju dan modern.

Sekian dan terima kasih sahabatku uda Zelv atas postingannya yang menginspirasi, sehingga membuat nalar saya aktif untuk menarasikan nostalgianya sebagaimana konten tulisan ini. Saya memohon maaf, apabila ada kekurangan dan kekhilafannya dalam ungkapan cerita nostalgia ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberkahi dan merahmati kehidupan kita para pembaca sekalian yang budiman, Aamiin3 YRA.*

Basatu nagori maju, tigo tali.sapilin, salam kayuah ###

Gallery and Ecofunworkshop, Kp Wangun Atas Rt 06 Rw 01 Kel.Sindangsari Botim City, Ahad, 9 Februari 2025

Wassalam
====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad,M.Si (Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisan-tulisannya di media sosial, anak desa lahir dan besar di desa Kampung Baru Kec.Cerenti, Riau)

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles