30.8 C
Bogor
Tuesday, January 7, 2025

Buy now

spot_img

Mengapa Koperasi Indonesia Masih Marginal?

Jurnal Inspirasi – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Ok.baik sekali, kita berwacana, diskusikan di WAG Kel.Besar Dekopinda Kabupaten Bogor pagi dan saat ini. Kita pahami apa, bagaimana dan mengapa konsep dan implementasi Koperasi Multi Pihak (KMP) itu sebenarnya?.

Mungkin saja KMP tersebut menurut saya barang “lama” diperbaharui, didaur ulang kembali…?. Sebab berdasarkan pengalaman di birokrasi Pemerintahan RI, regulasi dan kebijakan publik keluar namanya suka “aneh-aneh” dan nyeleneh.

Standar kita memahami konsep/pengertian Koperasi Indonesia seharusnya menggunakan UUD 1945 pasal 33 dan UU Nomor 25 thn 1992 tentang Perkoperasian..!.

UUD dan UU hingga ini masih relevan untuk kita jalankan, karena isinya mengacu pada prinsip-prinsip dan konsep Koperasi International Cooperative.Allience (ICA Principles) dan Rochdale Principles of Cooperative, yang tidak relevan, atau tidak terkoneksi itu adalah pola tingkah laku Regim yang berkuasa (the ruling party), dimana pola pikirnya (mindset) kacau-balau, alias error, apalagi Presiden RI Mas Jokowi dalam visi dan misi Kepresidennya tidak ada Koperasi.

Makanya wajar perbuatannya menyingkirkan ekonomi kerakyatan berbasis Badan Usaha Koperasi, dan menjunjung tinggi para pengusaha besar (oligarky), dia jadikan sebagai soko guru perekonomian nasional yang sesat dan menyesatkan itu. Dampak apa yang terjadi ketimpangan sosial dengan indeks gini ratio diatas 0.4, angka pengangguran cukup tinggi, angka kemiskinan penduduk tinggi, angka stunting anak2 kurang gizi masih tinggi, daya saing sumberdaya manusia rendah akibat kualitas pendidikan rendah, indeks persepsi korupsi tinggi dan meningkat bahkan badnews yang sungguh memprihatinkam kita mantan Presiden RI Mas Jokowi dilansir lembaga internasional termasuk nominasi koruptor.terbesar di dunia saat ini thn 2024, etc etc.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat Indonesia semakin diperparah lagi dengan berbagai faktor yang saling berkelindan, antara lain yaitu sbb:

  1. Lemahnya supremasi hukum, carut marut penegakan hukum dalam praktek penyelenggaraan negara dan pemerintahan,
  2. Tingginya perbuatan kriminal korupsi/kkn para elite politik, pejabat negara dan pemerintahan,
  3. Sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan (SDAL) yang kaya dan melimpah yang dimiliki Indonesia, baik hayati dan nonhayati.seperti hasil tambang dll dikuasai para penguasa swasta, terutama aseng dan asing, bukan Badan Usaha Koperasi. Memang rezim penguasa Mas Jokowi dalam public policy dan regulasi pro oligarki, bukan UKMK. Hal ini terrefleksi dari UU,PP, Kepres/Inprea dan Kepmen sangat memanjakan perusahaan swasta.(private coorporate) ketimbang Badan Usaha Koperasi,
  4. Mengapa bisa terjadi regulasi dan public policy pro oligarki, pihak swasta, seperti butir 3 diatas, hal ini akibat biaya demokrasi Pilpres, Pileg, Pilkadal, dan Pilkadel yang.sangat-sangat tinggi (higtest cost), sehingga yang bisa diajak kompromi berkorupsi dan berkolusi hanya pihak swasta sebagai penyandang dana (sponsorship) “pesta demokrasi” pemilu liberal, yang bertentangan.UU dengan Sila ke 4 Pancasila.(baca artikel saya tentang ini terbit viral di medsos Jurnalbogor dll). Jadi Badan Usaha Koperasi Indonesia dalam berusaha dan berinvestasi tidak dilirik dan tidak menarik dijadikan badan usaha untuk bersinergi dan berkalobarasi dalam melakukan perbuatan kriminal KKN, yang mensengsarakan rakyat itu. Mengapa Badan Usaha Koperasi Indonesia tidak bisa diajak “kongkalingkong” berKKN, bersama dengan oknum pejabat negara dan pemerintahan (the ruling party), karena Koperasi dibangun atas landasan moral, etika dan ideologi.yang jelas, tegas dan kuat berdasarkan Prinsip-prinsip Koperasi, yakni Koperasi Sejati/asli (genuine cooperative), kecuali Koperasi Semu (pseudo cooperative) alias koperasi abal-abal/merpati yang bisa diajak berKKN.
  5. Memang kita akui bahwa kesadaran dan pemahaman hidup berkoperasi di Indonesia sangatlah lemah, akibat gagalnya pendidikan koperasi di berbagai lini dan level akibat berbagai faktor baik.struktural maupun kultural. Sebagai contoh kita sangat sulit menemukan praktek berkoperasi di dalam kehidupan masyarakat saat ini. Diera Orde Baru, regim.Soeharto dengan Inpres nomor 4 thn 1984 dalam kehidupan di perdesaan kita mengenal Koperasi Unit Desa (KUD), sakarang mana? Semakin hilang.KUDnya peran dan fungsinya menggerakan sistem perekomian.desa, diganti lembaga kapitalis liberal Badan Usaha Milik Desa (Bumdes). Dan banyak lagi sebenarnya contoh-contoh kelembagaan sosial-ekonomi yang bertentangan dengan UUD 1945 pasal 33.

Kesemua faktor penyebab terjadinya marginalisasi perkoperasian di Indonesia hingga saat ini, faktor utamanya (main factor) adalah rendahnya kualitas dan kualifikasi kepemimpinan nasional, terutama Presiden RI sebagai Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan RI, sehingga beliau tidak paham, tidak mengerti, tidak menghayati, dan konsekwensinya kurang, bahkan tidak berkomitmen mengembangkan kehidupan Berkoperasi di Tanah Air Indonesia berdasarkan Pancasila5 dan UUD 1945.

Kita sangat paham bahwa menurut UUD 1945 pasal 33 dan UU Nomor 25 tahun 1992 perintah konstitusi, bahwa sistem perekonomian nasional itu disusun dalam formasi usaha bersama (koperasi), dan Koperasi Indonesia merupakan soko guru perekonomian nasional untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur dalam wadah NKRI yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Ideologi dan Falsafah Pancasila dan konstitusi negara UUD 1945 yang tidak dipahami, dikhayati dan diamalkan para elite politik, pemerintahan dan penyelenggara negara, sehingga dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara banyak dilanggarkan oleh the ruling party negeri ini, terutama Presiden RI yang kental pro oligarki, terutama asing dan aseng. Kondisi atmosfer perekonomian Indonesia saat ini, bisa kita kiaskan . “ibarat pungguk merindukan bulan.”? Jika ditinjau dalan perspektif kepentingan rakyat dan bangsa Indonesia.!

Diantaranya fakta regulasi dan public policy.dalam sektor bisnis dan.investasi yang pro oligary, sesat dan menyesatkan itu adalah Proyek Eco Rempang City dan PIK 2 yang berkedok Proyek Strategis Nasional (PSN) yang implentasinya menggusur tanah dan kehidupan rakyat dengan senjata aparat yang keparat, yang dibiayai uang pajak rakyat, dan ditemukan.Komnas HAM RI, pada proyek-proyek berkedok PSN yang menghebohkan tsb terbukti melanggar HAM.

Demikian itulah sederet faktor penyebab yang bersifat sistemik, saling berkaitan, bahwa kehidupan berkoperasi sangat sulit berkembang, masih tetap marginal, keragaan dan kinerja kehidupan perekonomian.nasional kita belum sesuai sebagaimana yang dicita-citakan dan spirit UUD 1945 pasal 33, Bab Kesejahteraan Rakyat, bahkan yang terjadi “national economic based on conglomerat/oligarky”, sistem ekonomi kapitalistik liberal, yang semakin menjauh dari 4 Tujuan bernegara, NKRI berdasarkan alinea ke 4 Pancasila.

Demikian narasi ringkas saya buat, untuk menyadarkan.kita sebagai warga bangsa, bahwa sistem perekonomian nasional kita belum sesuai harapan, dimana Badan Usaha Koperasi Indonesia belum menjadi Soko Guru Perekonomian Nasional sebagai pilar utama mewujudkan Sila ke 5 Pancasila yaitu Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Semoga kehadiran tulisan ini, menjadi bahan renungan dan sekaligus dijadikan tantangan kita bersama serta terus Eling dengan Kaidah-kaidah hukum, moral dan etika serta ideologi Pancasila dan Konstitusi UUD 1945.Semoga bermanfaat, sekian dan terima kasih. #

Gallery dan Ecofunworkshop, Kp Wangun Atas Rt 06 Rw 01 No.16 Kel.Sindangsari, Botim City, 5 Januari 2025

Wassalam
=====✅✅✅
Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si (Ketua Majelis Pakar Dekopinda Kabupaten Bogor, Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial melalui tulisannya di media sosial)

Related Articles

- Advertisement -

Latest Articles