26.9 C
Bogor
Sunday, November 24, 2024

Buy now

spot_img

Selamat Berkuasa Dinasti Jokowi

JURNAL Inspirasi – Firman Allah dalam kitab suci Al Quran pada ayat 42, surat Al Baqaroh,  terjemahan versi Kitab Al Quran Kemenag RI, thn 2002, berbunyi terjemahannya sbb:

“Dan janganlah kamu campur adukan kebenaran dengan kebatilan, dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya”.

Drama kezholiman sudah berakhir dengan keputusan MK RI, ttg persengketaan hasil Pemilu 2024, yang memenangkan paslon 02 Pemilu Pilpres thn 2024.

Jujur kita berkata sesuai suara hati nurani (basiron) bagi mereka yang waras akan merasakan adanya sesuatu gejala sosial “bad ending”, alias kekecewaan, akibat kelemahan KPU dan Bawaslu RI dalam menjalankan tupoksinya.

Bahkan adanya yang mengatakan penyelenggaraan pemilu thn 2024 ini, yang terburuk sepanjang sejarah NKRI berdiri, dan ini hanya memboroskan uang rakyat saja, menghambur-hamburkan dana APBN semata.

Hal ini terjadi akibat maraknya pola budaya Macheavelis, penuh kemunafikan dan superpragmatisme berlangsung di kalangan masyarakat elite politik (the ruling party) bangsa kita. Adanya kemerosotan moral dan etik yang terjadi luar biasa yang kini tengah berlangsung, ditengah masyarakat tak berdaya, rentan kena “politik sembako” berkedok bansos, akibat kemiskinan dan kebodohan, fasif dan permisif (masa bodoh, tak peduli, dan egp).

Artinya memang hipotesa “akal fulus dan bulus mengalahkan akal tulus” (nalar dan qalbu sehat) semakin terjawab dan terbukti sudah. Untuk hal ini, bisa dibaca artikel saya 2-3 bulan yang lalu mengkritisi situasi edan pemilu Pilpres thn 2024. Saya tak bisa memungkiri kegelisahan intelektual saya pribadi yang merindukan akan hadirnya kejujuran dan keadilan, bukan kezholiman.

Saya berpendapat dan menilai situasi dinamika politik nasional, dimana posisi dan peran hukum yang seharusnya posisinya paling atas (supremasi hukum) akan tetapi kenyataannya hukum ada pada posisi marginal/dibawah, dan dalam kendali dan kontrol kekuatan ekonomi dan politik.

Kepentingan politik bersinergi dan berkelindan dengan kepentingan ekonomi, saling memperkuat, begitu pun sebaliknya. Fenomena sosial politik seperti itu, para ilmuwan dan pakar politik disebut dengan fenomena Indonesia dalam “Cengkram oligarky”.

Akibatnya kondisi fenomena sosial seperti ini memang akan sangat sulit dalam proses pengambilan kptsan (regulasi dan public policy) yang diambil lembaga penyelenggara negara yang jujur dan adil (jurdil), produk kebijakan publiknya akan selalu bias atau terdistorsi dan mengabaikan kepentingan rakyat, tak terelakan disparitas sosial pun terjadi dan kesenjangan sosial ekonomi ditunjukan dengan angka indeks gini rasio sangat tinggi lk 0.4, dan akan lestari, yang akhirnya berdampak pada besarnya angka persentase pengangguran, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan penduduk pribumi, yang akan tetap tinggi dan sifatnya akan berkesinambungan, serta rakyat diperlakukan secara tidak adil (terzholimi) dalam mengakses sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan alam Indonesia yang kaya raya dan melimpah ini sebagai sumber kemakmuran bersama sebagaimana spirit pasal 33 UUD 1945.

Perbuatan korupsi, hasil kolusi dan sogok-menyogok/suap menyuapkan dalam berbisnis dan perizinan usaha investasi spt usaha pertambangan dll eskalasinya meningkat tajam, bahkan illegal mining pun subur dan marak, sehingga dana siluman tersebut bisa masuk untuk membiayai pemenangan pemilu pilpres dan pileg RI thn 2024 yg melanggar azas jurdil.

Konstestan tertentu yang tengah berkuasa dan memiliki akses ke para pelaku usaha besar (oligarki) negeri ini sebagai cukong atau bandar untuk menopang dana kampanye dan biaya tenaga pengawas atau saksi-saksi untuk setiap TPS.

Jangan bicara keadilan dan kebenaran untuk era regim hasil pemilu pilpres 2024 yang curang terstruktur, sistematis dan massif (TSM) dengan fakta digitalnya sangat jelas, cacat etik, cacat moral dan cacat hukum konstitusi tersebut.

Opini dan pemikiran para akademisi/guru besar dan kaum rohaniawan moralis seperti Frans M Seseno hanya dianggap angin lalu. Bak pepatah “anjing menggonggong kafilah tetap berlalu”, close mind.  Bahkan bisa mereka tuduh suara kebenaran dari kampus perguruan tinggi sebagai pusat moral, etik dan sains tsb, telah ditunggangi dan itu partisan.

Mereka telah menikmati kekuasaan dengan mabok kepayang, gila tahta dan gila harta (materialistik). Jabatan publik spt Presiden dan Wapres, Menteri K/L negara dan pejabat negara lainnya bukan lagi dimaknai sebagai amanah atas dasar kepercayaan rakyat utk mewujudkan 4 (empat) tujuan bernegara RI (pahami isi Pembukaan UUD 1945), akan tetapi jabatan  publik adalah kekuasaan utk menguasai semena-mena kekayaan negara utk kepentingan pribadi, keluarga dan kroni-kroninya seperti yang kita amati pada rezim otoriter yg sarat KKN. Gejala sosial ini tampak pada bisnis dan investssi industri pertambangan etc, sebagaimana yang dilakukan 5 thn mas Joko berkuasa bersama antek-anteknya (kroni-kroninya) membangun koalisi besar dgn pendekatan politik akal bulus dengan pendekatan “gentong babi” (simak isi film Dirty Vote).

Mas Joko, tercatat dalam sejarah pemilu pilpres 2024 “sukses” merusak budaya demokrasi Indonesia yg berwatak Sila ke 4 Pancasila dan bahkan berhasil menabrak UUD 1945 pasal 1 bentuk negara Republik digeser menjadi Monarki-kerajaan, dengan membangun dinasti Jokowi yang didukung 7 parpol peserta pemilu thn 2024, yang konon menurut cerita film Dirty Vote, elite parpolnya sudah tersandara dan terperangkap grand design ala politik kotor, amoral yang disebut “gentong babi” sebagaimana dikatakan 3 pakar hukum konstitusi mas Abidin Michtar, mbak Safitri dan uda Feri Amsari.

Juga kelakuan mas Joko telah menabrak Tap MPR RI ttg Pemerintahan bebas KKN, dan pelanggaran Pasal 9 UUD 1945 tentang sumpah dan janji Presiden RI (inklusif) dengan mas Joko rajin bercawe-cawe (tidak netral, ekslusif) dalam Pemilu pilpres thn 2024 untuk memenangkan putra kandungnya GRB  Cawapres RI 2024 yang tak memenuhi persyaratan dan cacat konstitusi (etik dan moral), dan dilakoni dengan politik sembako yang culas, menyalahgunakan penggunaan dana APBN berkedok bansos dengan jumlah dana yg fantastis sangat besar lebih dari Rp480 Triliyun, yang itu merupakan perbuatan melanggar UU APBN, memobilisasi aparat dan pejabat pusat, daerah dan desa untuk pemenangan paslon 02 anaknya, dan lain-lain perbuatan abuse of power lainnya.

Pokoknya mas Joko dengan akal fulus dan bulusnya, sukses merusak tatanan bernegara berdasarkan UUD 1945 yang bernilai luhur dan tatanan bermasyarakat dan berbangsa mengabaikan sistem nilai, norma dan kaidah hukum berdasarkan Pancasila.

Akhirnya saya mengacungkan “jempol terbalik”, unjuk rasa kecewa yang tiada tara, karena mas Joko telah “sukses” mematikan demokrasi Pancasila berakal “sehat dan bilhikmah” di negara NKRI yang merdeka dan berdaulat yang diraih dengan tumpah-darah para pahlawan bangsa, yang sama-sama kita cintai ini.

Selamat berkuasa dinasti Jokowi yang sukses merusak tatanan demokrasi Indonesia. Semoga kita yang masih waras senantiasa dilindungi dan ditolong Allah SWT, dalam beramar makruf nahi mungkar.

Save NKRI, Bangsa dan Rakyat Indonesia dari segala perbuatan mungkar, fasik, munafiq, musriq, dan kafirun (macheavelist). Mari kita saling menasehati atas dasar kebenaran disertai dengan kesabaran “

Watasaw bilhaqqi, watawasau bisshobrii”. Syukron barakallah. Wassalam

=====✅✅✅

Penulis: Dr.Ir H Apendi Arsyad, M.Si
(Dosen Senior dan Pendiri Universitas Djuanda Bogor, Pendiri dan Wasek Wankar MPP ICMI merangkap Ketua Wanhat ICMI Orwil Khusus Bogor,  Konsultan K/L negara, Pegiat, Pengamat dan Kritikus Sosial melalui tulisan di media sosial)

** Perjalanan pulang from Ho Chi Minh City, Vietnam to Sutta Jakarta, 23 April 2024

Related Articles

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles