jurnalinspirasi.co.id – Benar yang diungkap Profesor IPB University Prof.Dwi Andreas Santosa bahwa stok beras kita sebenarnya aman, bukan kekurangan 3 juta ton untuk tahun 2024.
Regim penguasa Jokowi ini, memang senang tipu-tipu, dengan memanipulasi data beras (akal bulus). Dongeng mereka, stok beras defisit 3 juta ton, kata nyanyian mereka.
Ini salah satu siasat atau strategi untuk melegitimasi impor beras dari Luar negeri.
Adanya impor ini, akal bulusnya bermain, dimana para aktor pemburu rente (rent seeker), yang diperankan elite parpol dan birokrasi (the ruling party) berkolusi, mencari berkesempatan mendapat fulus (money) untuk pundi-pundi Parpol.
Karena memang pelaksanaan demokrasi berbiaya tinggi, yang juga curang, menyebabkan pundi-pundi berkurang dan defisit. Padahal nafsu syahwat berkuasa, meraih dan mempertahankan kekuasaan meluap-luap, karena ketagihan, telah merasakan enak dan nikmatnya berkuasa.
Mereka berkeyakinan, salah satu strategi untuk meraih dan merebut kekuasaan adalah dengan fulus (uang, duit dan dana) yang besar.
Sebab besar dana yang dikeluarkan, digelontorkan untuk membiayai kegiatan-kegiatan atau ritual dan seremonial politik, berbanding lurus (berkorelasi) dengan suara yang diperoleh. Jika diaudit dana kampanye Parpol, akan bisa membuktikan hipotesa bahwa jumlah anggota DPR RI di Senayan Jakarta berbanding lurus dengan jumlah dana yang digunakan.
Jadi mindset para politisi superpragmatisme yang haus kekuasaan, yang gemar berbuat korup, dan mengabaikan nilai, norma, etik, moral dan hukum. Maka tipu-tipu dan manipulasi data stok beras, agar bisa impor, itulah salah perbuatan jahat, akal bulus mereka. Dampak negatif dari impor beras ribuan ton, nasib petani produsen beras semakin merana, hidup susah dan tetap miskin.
Dalam situasi masyarakat miskin inilah, akal bulus mereka merekam kondisi kebutuhan masyarakat untuk membeli sembako semakin sulit akibat daya beli yang sangat rendah. Disinilah mereka bergerak untuk meraih “simpati dan dukungan” suara rakyat, maka politik sembako mereka jalankan dengan menggelontorkan bansos paket sembako, BLT dll, yang dikomandani Presiden RI Jokowi pada masa kampanye Pilpres RI 2024 yang baru lalu, turun aktif di lapangan di depan Istana, juga di daerah Jateng basis PDIP dan Jatim basis PKB.
Bahkan Presiden RI hasil Pilpres 2024 sedang berproses sesuai tahapan Pemilu 2024, hasilnya keputusan KPUnya siapa Presiden RI 2024-2027 belum ada. Akan tetapi mas Joko memastikan Paslon 02 menang, dan sudah merancang dan memerintahkan para menteri negara terkait untuk memasukan program “makan siang gratis’ ke dalam APBN 2025 sekitar lebih dari Rp450 Triliyun, modar uang dari mana?. Hebat ngak?
Padahal kita masih penasaran atas jawaban Capres RI PS, pada acara Debat Capres RI 2024 yg diselenggarakan KPU RI, apa hubungan program makan siang gratis dengan penanggulangan gizi buruk, anak tengkes (stunting), pertanyaan yang dilontarkan Paslon 01 ARB dan paslon 03 GP ke Paslon 02 Capres PS. Jawaban Capres RI PS membingungkan para penonton, karena jawaban.Capres PS tidak logis, keluar dari mindset atau nalar ilmiah (akal tulus).
Kata ahli hukum dan administrasi negara bahwa cara Jokowi ini perbuatannya melanggar Peraturan dan PerUU yang berlaku. Jadi kita amati life style dan gusture mas Joko, senangnya “abuse of power and authority” melulu. Karena DPR, DPD dan MPR RI melempen, beliau tetap melenggang menikmati kekuasaan. Impeacment Presiden RI hanya sekedar wacana publik.
Tapi tidak tahu perkembangan beberapa minggu atau bulan kedepan! karena riak ketidak puasan dari berbagai pihak para pemangku kepentingan (stakeholders) semakin membesar eskalasinya, lihat saja event-event turun ke jalan, berdemontrasi mengekspresikan kekecewaan, menolak hasil Pemilu 2024, pilpres RI curang based on TSM, bubarkan KPU dan Bawaslu RI, meminta Jokowi mengundurkan diri sebagai Presiden RI dan mendorong Hak Angket di DPR RI untuk mengevaluasi penyelenggaraan Pemilu.2024, etc.
Demikian itulah praktik akal fulus dan akal bulus dipertontonkan di depan mata kita rakyat Indonesia yang cerdas, terdidik dan terpelajar (waras, akal tulus), yang kini sudah banyak menjadi kaum intelektual, sebagian diantara mereka bergabung di ICMI.
Program “Makan Siang Gratis” yang merupakan salah satu visi dan misi Paslon 02 Capres PS dan Cawapres GR (anak Jokowi), yang “populer” di mata masyarakat miskin. Inilah bukti bahwa politik sembako yang mereka lakukan, berpengaruh efektif terhadap raihan suara pileg dan pilpres 2024. Jika kita simak dengan seksama bahwa “makan siang gratis” paradoks dengan perilaku bejat politisi Indonesia yg tipu-tipu bukan kepalang yaitu “ngak ada makan siang gratis’. Semuanya dalam praktik perpolitikan ada kalkulasi fulusnya.
yakni “Wani piro.” ? Akal bulus pun berkerja, untuk apa dan bagaimana mensiasati opini stok beras defisit, dengan memanipulasi data spt data stok beras tersebut. Nauzubillahi minzaliq.
Kita berharap dan mendoakan, mereka para politisi dan elite politik yang mendewakan harta dan harta segeralah bertaubatan nasuha, sebelum ajal tiba, agar NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 terhindar dari malapetaka, huru-hara, prahara dan kehancuran.
Save NKRI dari praktik-praktik bernegara akal bulus dan fulus menjadi panglimanya, yakni keserakahan dan kesombongan, mewarisi perilaku setan yang sesat dan menyesatkan.
Selamat pagi Indonesia.
Mana suara MPP ICMI secara institusional merespon kondisi Indonesia yang sekarat, pemilu 2024 curang yang dikomandani cawe-cawe Jokowi.
Kok ICMI sebagai wadah kaum intelektual diam saja (cicing wae), tidur lelap. Padahal rakyat sedang menunggu suara dan sikapnya Indonesia yang kita cintai ini mau dibawa kemana oleh regim yang tengah berkuasa saat ini? rakyat Indonesia sedang meminta kejelasan jawaban dari kaum intelektual, kapan “Politik Fulus dan Bulus” tersebut akan berakhir? Saya kira wajar, sudah waktunya krisis kepemimpinan ini menjadi renungan kita bersama, apa solusinya !?
Sekian dan terima kasih, semoga Allah SWT menunjukan kita ke jalan-Nya yang urus (sirotol mustaqiem), Aamiin
Wassalam
====✅✅✅
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Pendiri dan Wasek Wankar ICMI Pusat, Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat serta Kritikus Sosial)