Jurnalinspirasi.co.id – Bismillahir Rahmanir Rahiem. Menarik membaca gambar postingan “Ghibah seandainya Membuka Aib Pemimpin Dzolim itu adalah ghibah dan dosa, niscaya Allah tidak akan pernah menceritakan Firaun dan Nambrud dalam Al Quran”. Saya sependapat dengan opini, dan berikutnya saya akan narasikan, apa yang menjadi landasan argumentasinya.
Berhati-hatilah memahami ajaran agama Islam (Dinulislam). Mari cermati, teliti dan dalami dengan baik makna ayat Al Quran, hadist dan tafsiran ijmak ulama host, serta pahami ashabul nuzulnya, itu akan lebih baik dan bijak.
Saya melihat ada diantara sekelompok manusia bahkan statusnya dia muslim, tetapi terkadang menyalahgunakan kata Ghibah untuk kepentingan tertentu, menyerang lawannya. Hal ini mereka lakukan, maaf jika tak keliru dalam rangka mengawetkan dan melestarikan kekuasaan yang zhalim, watak Firaun, dengan menakuti-nakuti rakyat dengan sanksi dosa, jika menjelek-jelekan seseorang, sehingga rakyat masa bodoh (apatis) membicarakan perbuatan zholim, pihak yang tengah berkuasa (the ruling party). Mereka sangat pintar dan licik memutarkan tafsiran ayat-ayat di Al Quran dan Sunnah Rasullullah Muhammad SAW. Orang-orang yang berwatak demikian dikategorikan golongan kaum munafiq.
Kaum munafik ini memiliki “kecerdasan”yang amat licik dalam membangun opini publik selaku “influencer” bayaran, yakni salah satu bagian dari strategi tipu dayanya untuk melumpuh dan atau memadamkan api semangat gerakan dakwah Islamiyah, yang dilandasi semangat jihad fisabillillah “amar makruf nahi mungkar” di tengah masyarakat yang sedang sakit, dengan cara penyebaran opini “ghibah”. Bahwa menjelek-jelekan para elite politik, yang notabene korupsi, gemar cawe-cawe dengan menyalahgunakan kekuasaan (abuse of power) untuk kepentingan pribadi dan keluarganya (dinasti politik), perselingkungan, sek bebas, dan lain-lain perilaku bejat dan jahat lainnya, itu merupakan aib tidak boleh digembar-gemborkan, alias disimpan saja informasinya. Dengan istilah lainnya cukup dirahasiakan saja agar publik tidak tahu.
Mereka kaum munafiq memiliki minat dan bakat, serta teganya beropini, dengan menjual ayat-ayat Allah dengan mudah dan murah, demi melanggengkan kekuasaan kelompoknya. Karena sudah banyak kenikmatan yang diperoleh dari madu kekuasaan dan kewenangan yang dimiliki melalui berbagai posisi jabatan dengan fasilitas yang aduhai, serta fasilitas berbisnis dan berinvestasi yang sangat menguntungkan seperti perzinan berinvestasi tambang, properti, industeri, perdagangan ekspor impor dsb.
Begitulah nikmatnya kekuasaan bagi kaum pemilik modal besar (oligarky), yang belakangan sangat aktif dalam bermain dalam percaturan politik nasional. Bagi mereka etika, moral, akhlaqul karimah, falsafah dan ideology Pancasila yang merupakan tatanan nilai dan norma univeraal dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara tidaklah penting. Bagi mereka kaum munafik itu, yang paling penting cuan.(harta), wanita dan tahta (kekuasaan), agar keberlanjutan bisnis dan investasinya terjamin.
Watak munafik, sudah sangar jelas dalam hadist sebagaimana diucapkan Rasulullah Muhammad SAW, secara ringkas wataknya adalah (1) jika mendapat amanah, berkhianat, (2) jika berjanji, berdusta, dan (3) jika berbicara, suka berbohong.
Ketiga fenomena berperilaku, akhir-akhir ini semakin tampak jelas di berbagai lingkungan kehidupan sosial, yang sangat memprihatinkan kita sebagai bangsa yang berKemanusiaan yang Adil dan Beradab.
Pemutaran balikan makna Ghibah, sasaran empuknya rakyat biasa, yang awam ilmu agamanya. Mereka mayoritas populasinya, dan sangat menentukan dukungan suara pada pileg dan pilpres RI, tgl 14 Februari 2024 mendatang.
Oleh pejabat negara yg tengah berkuasa (the ruling party) dalam beberapa kesempatan berpidato menyelipkan kata-kata dan bahasa melarang politik identitas. Sasarannya ya itu, beropini tidak boleh menyebut ayat-ayat Allah, firman Allah atau agama dalam arena kompetisi politik, kampanye Pemilu saat ini. Salah satu materinya pemutaran balikan makna Ghibah, tidak boleh atau dilarang membicarakan kelemahan atau kecurangan para elite politik yg tengah berkuasa.
Oleh karena itu, kita harus dan wajib memberikan penjelasan sejelas-jelasnya kepada rakyat, khususnya penduduk muslim WNI, yang merupakan mayoritas para pemilih pada Pemilu Pileg dan Pilpres RI tahun 2014, agar mereka cerdas memahami agamanya.
Mereka jangan terjebak dalam kesesatan dan salah menggunakan hak pilihnya akibat kekurangan informasi tentang sosok dan vigur pasangan Capres dan Cawapres RI yang ada, karena ketiadaan data dan informasi kezholiman, yang diartikan sebagai aib, tidak muncul berita-beritanya di publik. Hal ini terjadi, akibat ada cara pandang (mindset) yang salah dan keliru bahwa Ghibah, atau mengungkapkan “aib” seseorang pemimpin itu tidak selalu dimaknai haram hukumannya, perbuatan yang dilarang agama Islam. Akan tetapi ghibah itu, ada juga dimaknai suatu perbuatan yang diperbolehkan.
Dalam upaya meningkatkan kecerdasan Anda dalam memahami syariah Islam, barang tentu kita memperkuat edukasi dengan literasi, bahan bacaan yang bermutu yang dikarang ulama besar (host) dan terkemuka.
Menurut ulama besar Imam Nawawi dalam kitabnya yang terkenal “Riyadhus Shalihin: Perjalanan Menuju Taman Surga”, penerbit Jabal, 605 halaman pada halaman 491, bab Kitab XVIII subbab 254: Ghibah yang Diperbolehkan. Dalam kitab tersebut, dinarasikan bahwa ada ghibah yang diperbolehkan dengan tujuan yang syah, menurut ketentuan syar’i, yaitu sesuatu kemaslahatan yang tak mungkin tercapai kecuali dengan melakukan ghibah. Hal ini dapat terjadi, karena 6 faktor antara lain sbb:
1. Pengaduan, bagi mereka yang dizhalimi dibenarkan mengadukan perkaranya kepada penguasa dan hakim atau yang berwenang lainnya. Sehingga ia dapat mengatakan “ia telah menganiaya aku begini dan begitu”.
2.Meminta bantuan agar dapat mengubah kemungkaran atau mengembalikan orang yang maksiat kepada kebenaran. Maka ia diperbolehkan mengatakan kepada orang yang diharapkan dapat memberikan bantuan atau merubah kemungkaran tadi.
3. Meminta fatwa, dengan mengatakan kepada Mufti “ayahku atau saudaraku atau suamiku telah menganiaya aku….Yang demikian itu, diperbolehkan mengungkap keburukan yang telah terjadi (ghibah) karena alasannya kuat.
4. Memperingatkan kaum muslimin dari keburukan atau memberi nasehat kepada mereka.
5. Seseorang yang menampakan kepasikan atau bid’ah seperti.membanggakan diri dengan meminum miras, menyandra orang, memungut pajak liar, merampas harta orang, senang berbuat aniaya dsb. Maka dibenarkan mengungkapkan keburukannya itu, dengan tidak menyangkut pautkan dengan cacat-cela yang lain, yang tidak ada hubungannya, dan
6. Identitas, apabila seseorang sudah dikenal dengan ciri-ciri tertentu, sehingga menjadi identitasnya seperti si mata buram, si pincang, si tuli, si buta dsb, maka tidak apa-apa memanggil dengan identitas tersebut dengan tanpa niat untuk merendahkan atau menghina. Alangkah lebih baiknya identitas yang dipakai adalah yang layak dan baik. Demikian itulah 6 faktor yang menjadikan perbuatan Ghibah diperbolehkan oleh kesepakatan para ulama yang bersumber pada beberapa hadist nabi (Imam Nawawi).
Demikianlah narasi ringkas, tentang pandangan dan pendapat syar’i bahwa Ghibah ternyata menurut ijmak para ulama, ada yang diperbolehkan. Jangan-jangan saya mengira-ngira bahwa apa yang sering dikemukakan atau dilontarkan opini di publik dengan bahasa vulgar oleh RG, ‘bpk Akal Sehat Indonesia” dengan nomenklatur seperti “bajingan, tolol, dungu, dsb” adalah beliau menggunakan dalil agama sebagaimana pendapat ulama besar Imam Nawawi tersebut diatas.
Semoga para pembaca tulisan ini kini tercerahkan, tidak ragu-ragu lagi dalam beropini di publik, membicarakan perbuatan zholim dan maksiat, terlebih yang melanda para elite politik dan pemerintahan, yang notabenenya, mereka para pemimpin rakyat, bangsa dan negara,yang perbuatannya menentukan nasib berjuta-juta rakyat Indonesia.
Mari kita niatkan dalam upaya mengajak kepada kebaikan dan menjegah kemungkaran “beramar makruf nahi mungkar”. Semoga Allah SWT menjadikan sebagai ladang amal kita yakni saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran (watasaubilhaqi, watasaubissobri).
Sukron barakallah.
Wassalam
====✅✅✅
Penulis: Dr.Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Dosen, Konsultan, Pegiat dan Pengamat Sosial)