Leuwisadeng | Jurnal Bogor
Pembangunan tower Base Transceiver Station (BTS) di wilayah RT 03 RW 01 Desa Sadeng, Leuwisadeng, Kabupaten Bogor dipersoalkan warga. Pasalnya, tower akan dibangun jauh dari pemukiman warga, namun nyatanya malah dekat dengan pemukiman. Warga pun menuding bos provider telah bohong.
Karuan saja warga yang kesal dan marah dan meminta agar tower tersebut dirobohkan serta dipindahkan jauh dari pemukiman yang kini hanya berjarak setengah meter.
“Kami dan semua warga yang tinggal di Kampung Sadeng RT 03 RW 01 ini kagak akan pernah setuju dengan tower yang berdiri dekat dengam pemukimam kami, kalau gak segera cepat dipindah, maka kami dan semua warga akan merobohkannya,” ancam warga sekitar, Usep kepada Jurnal Bogor, Rabu (1/11/2023).
Keberatan warga Sadeng lainnya, Siswo menjelaskan, pembangunan tower BTS di belakang rumahnya dinilai sudah melanggar hak masyarakat untuk sehat.
“Pendirian tower dari rumah saya tersebut hanya berjarak setengah meter, dan sudah dipastikan radiasi nanti akan sangar berbahaya bagi kesehatan keluarga,” tegasnya.
Dia menjelaskan, site plan telah dilanggar karena sebelum awalnya pembangunan berjarak 300 meter dari rumah warga.
“Rencana pembangunan pertama lokasinya sangat jauh dari rumah saya, tapi begitu terealisasi, eh ternyata malah towernya berdiri di belakang rumah saya. Sehingga membuat kami satu keluarga selalu dihantui takut dan cemas. bahkan sampai tidur juga tidak nyenyak. Suara pengerjaan tower yang terus berlangsung hingga malam, sangat berisik sudah mengganggu saya,” jelasnya.
Menurut pengakuan warga, sebelumnya sudah berkali-kali menghentikan pengerjaan, tetapi sampai sekarang masih berlanjut. Parahnya lagi, pada proyek itu semua para pekerja tidak safety mengenakan pelindung diri (APD). Bahkan terlihat ada beberapa pekerja yang bergelantungan di ketinggian, tidak memakai helm pengaman maupun body harness.
“Karena tidak ada penyelesaiannya sampai saat ini. Bahkan Satpol PP kecamatan juga sudah datang ke lokasi, bahkan tadi kita juga bersama warga lainnya akan menggelar demo, tapi kita tidak pernah mendapat izin dari kepolisian Leuwliang, dan tidak diijinkan masuk,” bebernya.
Meski demikian, warga menuntut agar pemilik BTS segera memindahkan pembangunan tersebut yang lokasinya jauh dari tempat tinggal warga. Dalam pembangunan menara telekomunikasi terdapat Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor: 02/Per/M.Kominfo/03/2008, dimana jarak menara BTS dengan permukiman masyarakat, wajib memenuhi jarak aman minimum sekitar 20 meter
Sementara itu, Kasi Trantib Satpol PP Leuwisadeng Cepy Tarmiji menegaskan, terkait dengan keluhan pembangunan tower BTS yang berdiri di belakang rumah warga tersebut, pihaknya sudah mendapat laporan masuk pada 18 Oktober 2023.
“Laporan sudah masuk pada tanggal 18, dan semua warg yang datang kesini meminta kita turun ke lapangan. Karena warga sudah merasa keberatan dengan berdirinya tower itu di belakang rumah warga. Kami langsung turun, dan pada hari itu juga saya turun langsung monitoring,” kilahnya.
“Saya sudah menyikapi dan pada saat itu mengundang pihak pengawas dari PT tersebut dan saya minta untuk dimusyawarahkan dengan warga yang merasa keberatan,” jelasnya.
Pada saat itu pihak PT tersebut meminta berita acara. Dalam berita acara itu pihak Satpol PP tidak bisa ikut campur dan antara keinginan warga dan pihak perusahaan. Dia juga menyarankan kepada warga jika nanti ada kesepakatan silakan nanti datang lagi ke kantor.
“Sampai sekarang belum ada kabar yang masuk lagi ke saya, baik masalah warga berikut berapa-besarnya biaya kompensasinya, itu saya tidak tahu,” pungkasnya.
Pada hari yang sama, saat awak media mendatangi lokasi, sempat terjadi penolakan dari pihak keamanan sekitar.
(Andres /Bayup)