Jakarta | Jurnal Bogor
Dewan Kehormatan PWI Pusat mengingatkan agar wartawan, khususnya anggota PWI, benar-benar menjaga netralitas sebagai salah satu wujud independensi dalam menjalankan profesinya.
Ketua Dewan Kehormatan (DK) PWI Pusat Sasongko Tedjo menyampaikan hal itu berkaitan dengan makin dekatnya jadwal Pemilihan Umum 2024, termasuk pemilihan presiden-wakil presiden (pilpres), pemilihan kepala daerah (pilkada), dan pemilihan anggota legislatif (pileg). Makin dekatnya Pilpres 2024 itu ditandai dengan dimulainya pendaftaran bakal calon pasangan presiden-wakil presiden ke Komisi Pemilihan Umum (KPU), hari ini (Kamis, 19/10/2023).
Dua hari sebelumnya Selasa (17/10/2023), DK PWI menggelar rapat perdana di Sekretariat PWI Pusat di Gedung Dewan Pers lantai 4, Kebon Sirih, Jakarta Pusat. Hadir dalam rapat Wakil Ketua DK Uni Z Lubis, Sekretaris Nurcholis MA Basyari serta anggota DK Asro Kamal Rokan, Akhmad Munir, Diapari Sibatangkayu, Fathurrahman, dan Helmi Burman.
Sasongko mengingatkan independensi wartawan adalah bagian penting yang diatur dalam Kode Etik Jurnalistik (KEJ) PWI. Dia mengatakan fungsi dan peran Pers pada masa-masa kontestasi politik sangat krusial dan diperlukan dalam mendorong proses pemilu yang transparan, jujur, dan adil.
Dengan begitu, demokrasi tidak hanya efisien dari sisi prosedural tetapi juga efektif secara substansial sehingga melahirkan pemimpin berkualitas, baik pada pilpres, pilkada maupun pileg. Pemimpin berkualitas yang dimaksud ialah yang memiliki kapasitas, kapabilitas, dan integritas.
Dalam konteks itulah, kata Sasongko, netralitas wartawan dan Pers tak bisa tidak harus dijaga. Dengan menjaga netralitasnya, wartawan dan pers dapat tetap menjalankan salah satu fungsi utamanya, yakni mencerahkan dan meningkatkan literasi politik sekaligus mampu meredam berbagai potensi polarisasi dan perpecahan di masyarakat.
Sasongko menguraikan KEJ PWI yang terdiri dari 15 pasal itu menegaskan panduan etik wartawan anggota PWI dalam menjalankan profesinya. Tiga pasal awal secara jelas menyebutkan wartawan bersikap independen, kredibel, mempertimbangkan dampak berita terhadap keutuhan bangsa dan isu SARA (suku, agama, rasa, golongan), gender, dan kelompok difabel.
“Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain, termasuk pemilik perusahaan pers,” jelas Sasongko.
Selain itu, Wartawan tidak beriktikad buruk, tidak menyiarkan karya jurnalistik yang menyesatkan, memutarbalikkan fakta, melakukan plagiat, berita bohong/hoaks, fitnah, cabul, dan sadis.
Caleg dan Tim Pemenangan
Khusus untuk para pengurus PWI di semua tingkatan, Sasongko mengingatkan agar prinsip independensi dan netralitas harus benar-benar dipatuhi. Dalam Peraturan Dasar (PD) dan Peraturan Rumah Tangga (PRT) PWI, secara tegas disebutkan bahwa bagi pengurus PWI yang mencalonkan sebagai anggota legislatif atau terlibat tim sukses apalagi maju sebagai calon kepala daerah harus mengundurkan diri.
Ketentuan tersebut berlaku juga bagi pengurus PWI yang ikut dalam kontestasi kepala desa atau terlibat sebagai tim pemenangannya.
“Dulu hanya diwajibkan cuti atau nonaktif, namun sekarang harus mundur dari kepengurusan,” kata Sasongko Tedjo.
Dia mengatakan PWI menghormati hak-hak politik wartawan sebagai warga negara. Namun, ketika menjalankan profesinya, wartawan harus benar benar independen dan netral dengan berpihak pada politik kebangsaan, yakni mengawal agar proses pemilu secara jujur dan adil. Salah satu yang terpenting justru menulis secara lengkap tentang profil kandidat beserta rekam jejaknya.
“Itu juga sejalan dengan fungsi pers sebagai lembaga kontrol sosial. Wartawan tetap harus bersikap kritis, ikut mengawasi Pemilu 2024 sehingga berjalan lancar tanpa terjadi kecurangan.”
** yev/cc-rls