Home Edukasi Dear Sahabatku Syafriman Abbas

Dear Sahabatku Syafriman Abbas

Apendi Arsyad

JURNALINSPIRASI.CO.ID – Instrumen kebijakan pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan seperti AMDAL “dicabut”, apa iya? Seandainya iya, itu namanya keblinger. Keputusan sesat dan menyesatkan, amat berbahaya bagi keberlanjutan Indonesia.

UU Cipnaker Omnibuslaw itu cacat hukum, sudah ditolak dan diyuridis review oleh MK RI, akan tetapi rezim yang tengah berkuasa ini tetap ngotot dan bersikukuh dengan membuat antitesa berupa Perpu Ciptanaker.

Wong ini aneh dan memang edan rezim ini styling dan gusturenya “otoriter” sehingga membuat carut marut hukum terutama hukum ketatanegaraan. MK RI saja sebagai lembaga negara Yudikatif dilawan Perpu Cipnaker oleh pimpinan Lembaga Negara Eksekutif yakni Presiden RI.

Begitulah ngototnya rezim yg berkuasa ini. Padahal sejumlah pakar dan ahli hokum tata negara  Indonesia sudah mengkritisi, berteriak, beropini di arena publik bahwa lahirnya Perpu Cipnaker ini menentang keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) RI dan itu perbuatan pelanggaran konstitusi dan merupakan penyalahgunaan kekuasaan (abuse of power) tak dihiraukan.

Faktanya jalan terus seperti yang dikatakan Sahabatku bahwa AMDAL sudah dicabut, tidak lagi menjadi salah satu dokumen persyaratan untuk mendapatkan surat izin berusaha dan berinvestasi di tanah air Indonesia. Dengan kata lain sikap the ruling party sepertinya cuek, “anjing menggonggong kafila tetap saja berlalu”.

Dengan dicabutnya dokumen AMDAL oleh UU Cipnaker Omnibuslaw yang prores kaum buruh, menjelma menjadi plesetan UU “Cilaka”, maka rezim yang berkuasa (the ruling party) ini berarti telah berani menentang komitmen masyarakat global, World Summit thn 1992 di Rio Jenairo Brazilia, dan World Summit tahun 2002 di Johannes Burg Aprika Salatan, yang bersepakat dan memutuskan adanya konsensus para pemimpin dunia difasilitasi dan dikomandani PBB untuk mewujudkan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development/SD) yang dilatar belakangi terjadi krisis lingkungan yang hebat beberapa dasa warsa terakhir hingga kini, dan sangat membahayakan kehidupan umat manusia.

Adanya kekhawatiran krisis lingkungan hidup ini, akibat pesatnya pertumbuhan industri yang tak terkendali dan juga diperkuat munculnya kerusakan akibat  “careless technology”, penggunaan teknologi yang tidak ramah lingkungan mengancam dan mempercepat hancurnya ekosistem alam.

Sejumlah dampak negatif kita rasakan saat ini seperti pemanasan global (global warning). Pencemaran lingkungan daratan/lahan, perairan dan udara (atmosfer), menurunnya biodiversity dan bahkan punahnya beberapa spesies flora dan fauna di muka bumi dan degradasi fungsi ekosistem alam sehingga terjadi tanah longsor, banjir bandang, kekeringan dll.

Sustainable Development atau SD itu adalah upaya pembangunan yang berbasis 3 dimensi yaitu adanya keseimbangan dan keharmonisan aspek ekonomi, ekologi.(lingkungan hidup) dan ekososial (social equity).

The ruling party yang berkuasa saat ini dengan jargon kerja, kerja dan kerja, yang sangat pragmatisme itu, maaf saya kritisi, proses dan aktivitas pembangunan cenderung mengenyampingkan atau mengabaikan aspek ekologi dan ekososial. Mereka kurang atau tidak paham atau gagal paham apa dan bagaimana serta mengapa itu konsep SD harus dilaksanakan?, atau mereka berpura-pura tidak mengerti tentang Sustainable Development Goals (SDGs)  dimana ada 18 tujuan dengan sejumlah indikator dan target yang tengah dan harus dilaksanakan setiap negara  anggota PBB di dunia.

Ingat setiap negara anggota Persatuan Bangsa-Bangsa (United Nations) termasuk Indonesia di dalamnya telah berkomitmen untuk melaksanakan SD dan SDGs tersebut, adanya APBN Hijau pro lingkungan (go green) sudah menjadi suatu keniscayaan dan kebutuhan.

Dengan mencabut instrumen kebijakan pembangunan seperti yang dahulu wajib AMDAL sebagai persyaratan mutlak perizinan untuk membuka usaha dan investasi baru, dan sekarang dicabut. Itu adalah sebuah sikap kekonyolan dan edan, karena itu menentang arus komitmen masyarakat global dalam hal kesepakatan PBB yang tidak ditaati “mblelo” oleh Pemerintah RI.

Jika ini dilakukan rezim yg berkuasa ini, maka selain mengundang berbagai bencana alam yang datang, dan juga berakibat fatal bagi rakyat tempatan (local community) yang akan tertimpa musibah, merana dan sengsara hidup dibuatnya.

Selanjutnya bersiap-siap sajalah akan mendapatkan sanksi masyarakat internasional, terutama negara-negara yang berkomitmen tinggi yang “pro green consumer” untuk penyelamatan (konservasi) sumberdaya alam dan lingkungan (SDAL) yang sehat dan lestari di dunia, maka mereka akan memperkarakan secara hukum internasional dan mengembargo produk-produk Indonesia yang dituduh merusak lingkungan (ekosistem alam)  seperti yang sedang terjadi pada kasus Sawit karena isunya pembukaan lahan perkebunan sawit merusak ekosistem hutan tropika sebagai paru-paru dunia.

Sebenarnya adanya embargo, pemboikotan usaha bisnis dan perdagangan produk CPO Indonesia yang masuk (impor) ke negara-negara Eropa, bisa berpotensi terjadi lagi. Terjadinya penolakan tersebut cukup berpengaruh buruk terhadap penerimaan devisa Negara kita, dll.

Demikian narasi saya tentang respon dari Sahabatku Dr. Syafriman Abbas, yang kini toering di negara Amerika Serikat, dan beliau sempat-sempatnya merespon tulisan saya Renungan Pagi: Food Esfate, bahwa AMDAL sudah dicabut karena dianggap menghalangi kegiatan investasi akibat berbiaya tinggi.

Komentar saya terakhir bahwa mereka rezim ini nampaknya telah gagal paham tentang visi dan misi SD dan SDGs yang merupakan komitmen masyarakat global.

Melihat rendahnya kualitas kepemimpinan nasional dalam memahami isu-isu strategis pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan guna menanggulangi krisis ekologi dewasa ini, maka menurut saya para ahli dan pakar lingkungan haruslah bersuara nyaring untuk menyelamatkan ekosistem alam dan sumberdaya alam (SDA) Indonesia yang kaya raya ini, terutama SDA hayati (megabiodiversity) hutan alam tropis sebagai sumber kemaknuran bersama rakyat sebesar-besarnya, bukan kemakmuran orang perseorangan seperti cengkraman oligarki yang berhegemoni power saat ini Zaman Now. Dan barang tentu sikap itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 Bab Kesejahteraan.

Save SDAL dan Save NKRI.
Syukron barakallah.
Wassalam

===✅✅✅

Penulis:
Dr. Ir.H.Apendi Arsyad, M.Si
(Alumni IPB University, Pendiri dan Dosen Universitas Djuanda Bogor, Pendiri ICMI tahun 1990 di Malang dan Wasek Wankar ICMI Pusat 2021-2026, Pegiat dan Pengamat Sosial)

NO COMMENTS

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

Exit mobile version