Gunung Putri | Jurnal Bogor
Permasalahan relokasi pemakaman Cohak di Desa Nagrak Kecamatan Gunung Putri ibaratkan bola salju kian hari kian membesar. Berbagai kejanggalan terus terungkap terkait relokasi makam yang terkena proyek tol Cimaci itu.
Sebelumnya, dugaan penyelewengan anggaran untuk tahlilan mencuat ke publik, kini satu lagi kejanggalan yang juga terjadi saat proses relokasi dilakukan, yakni ribuan makam yang direlokasi diduga fiktif lantaran tidak ada ahli waris yang mengakui makam. Bahkan dari pengakuan salahsatu panitia, relokasi ke makam baru hanya berupa tanah dan kain kafan.
“Kalau dari data awal, makam yang akan direlokasi itu sebanyak 2.500 makam. Tapi pada saat proses pemindahan ternyata tidak sampai segitu. Karena makam yang asli hanya 1500 an, karena ada sisa tulang atau kain kaffan,” kata salahsatu mantan panitia relokasi makam Cohak, HM kepada Jurnal Bogor.
Menurut dia, karena data awalnya 2500 makam yang harus direlokasi, maka pihak panitia, khususnya ketua, sekretaris serta bendahara tetap melakukan relokasi makam sebanyak 2500. Hal itu karena panitia sudah menyiapkan makam baru dan batu nisan sebanyak 2500.
“Karena makam baru dan nisan sudah disiapkan sebanyak 2500 maka panitia tetap memindahkan 2500 makam yang lama. Padahal yang asli makam itu sekitar 1500 sisanya yang 1000 itu memang tetap dikubur. Tapi cuma tanah dan kaffan karena memang tidak ada jenazahnya,” kata dia.
HM juga mengatakan, pihak pemerintah sudah mengalokasikan dana sebesar Rp 500 ribu sebagai kompensasi untuk ahli waris yang makam keluarganya direlokasi. Karena yang 1000 an makan ini tidak ada ahli warisnya maka di nisan juga tidak dituliskan namanya jadi nisannya kosong.
“Tapi yang dilaporkan oleh panitia kan tetap 2500 makam. Yang jadi pertanyaan, dana kompensasi untuk ahli waris dikemanakan?. Karena ribuan makan tersebut kan fiktif tidak ada ahli warisnya,” ujar HM.
Menurutnya, dari relokasi makam cohak memang banyak terjadi kejanggalan khususnya soal anggaran. Karena didalam pagu anggaran, dana untuk relokasi dialokasikan sebesar Rp 2 juta yang diplooting untuk berbagai keperluan seperti penggalian makam, pembelian bambu dan kain kafan, kompensasi ahli waris hingga biaya tahlilan.
“Kami memang panitia, tapi hanya dilibatkan soal teknis saja. Kami juga tidak mengetahui laporan penggunaan dana seperti apa. Karena memang tidak ada laporan akhir dari Ketua, Sekretaris dan Bendahara. Karena mereka yang pegang datanya. Oleh karena itu kami meminta semua dibuka dan transparan agar tidak ada fitnah,” tegasnya.
** Taufik/Nay