23.6 C
Bogor
Sunday, November 24, 2024

Buy now

spot_img

THM di Cileungsi Harus Ada Peran Serta Masyarakat

Cileungsi | Jurnal Bogor

Soal Tempat Hiburan Malam (THM) dan penjualan miras yang masih ada di wilayah Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor diminta Camat Adhi Nugraha agar warganya bisa menempatkan diri. Menurutnya, persoalan penertiban THM bukan hanya berurusan dengan pemerintah saja, melainkan juga harus ada peran aktif dari masyarakat.

“Sejauh ini kan, adanya tempat hiburan itu karena ada peminatnya. Jadi ada istilah tidak akan ada yang jual kalo gak ada yang beli,” tutur Camat Cileungsi, Adhi Nugraha kepada Jurnal Bogor, Rabu (21/6/23).

Adhi meminta, kepada lingkungan sekitar untuk aktif dalam memantau jika ada THM di lingkungannya. Jika hanya sekedar tempat karaoke keluarga itu di kota besar sekalipun ada, karena memang ada orang yang butuh hiburan tersebut.

“Yang salah itu jika izin panti pijat, izin karaoke jadi tempat prostitusi, plus+. Dan untuk mengawasi itu, lingkungan lebih punya kewenangan untuk menutup tempat jika ada hal yang seperti itu,” ungkapnya.

“Kalo sudah masyarakat yang bicara, itu udah harga mati, dan kami pun sebagai pemerintah akan menindak sesuai dengan laporan yang diberikan oleh masyarakat,” tambahnya.

Kanit Pol PP beserta jajarannya, sambung Adhi, sering kali menyisir lokasi yang diduga dijadikan prostitusi atau yang menjual miras. Tapi memang disaat penggerebekan itu, yang dicurigai itu selalu tidak ada. Jika pun ada, untuk wanita pekerja seksnya hanya bisa dibina, dan itu belum jadi solusi sampai saat ini.

“Dinsos masih kewalahan untuk menampung wanita malam, ditambah lagi pemerintah hanya membina, tapi belum bisa memberdayakan. Jadi tak beda seperti PKL, diusir disini, mungkin mereka berjualan disana,” jelasnya

Oleh karena itu, lanjut Adhi, semua lini harus ikut menertibkan penyakit masyarakat ini. Tidak semuanya diserahkan kepada pemerintah, karena lingkunganlah yang sangat merasakan dampak dari adanya tempat tempat hiburan tersebut.

“Kami akan berupaya sebisa kami, karena bukan hanya satu yang menjadi fokus kami. Melainkan semua hal yang ada di Kecamatan Cileungsi yang menjadi fokus kami, jadi kalo ditanya tingkat kepentingan, semua penting hanya saja anggaran yang terbatas,” ujarnya.

Sementara warga Limusnunggal, Wahidin (47) mengatakan, kawasan Limusnunggal terkenal dengan plat hitamnya. Dimana, dari mulai sajadah sampai haram jadah ada di sina. Tapi itulah, tidak bisa menyelesaikan semuanya seperti membalikkan telapak tangan.

“Menertibkan tapi tidak memberikan bekal untuk mereka, ya akan seperti itu. Sekarang nama jalan diganti dengan nama islami, itu bukan solusi, malah seolah kita mengejek, masa nama jalan islami tapi lokasinya tempat genderuwo mangkal,” cetusnya.

Yang dibutuhkan saat ini adalah, sambung Wahidin, kesadaran dan peran serius pemerintah dan warga. Pemerintah jangan hanya bisa menertibkan, tapi carikan solusi dan peluang kerja atau usaha untuk meraka (pekerja seks). Begitu pun masyarakat, sudah tahu itu tempat apa, tapi masih aja banyak peminatnya yang datang kesana.

“Semua punya masalah masing-masing, warga masalah ekonomi pemerintah masalah kebijakan yang tanggung-tanggung. Pernah gak pemerintah memikirkan anak, orang tua dari si pekerja seks ini. Kalo mereka di tanggung pendidikannya, kesehatannya oleh pemerintah mungkin gak sampe jual diri untuk mendapatkan nasi,” katanya.

“Mereka itu bukan kelas kakap, masih kelas teri, dengan bayaran cuma sekedar buat beli nasi. Boleh ditertibkan, dibina tapi diberdayakan, jangan dibiarkan. Kalo dibiarkan ya akan seperti ini lagi di lokasi yang lain,” tandasnya.

Begitu pun aparat setempat, selektif, pantau akan jadi apa tempat ini. Jangan cuma nerima kordinasi lingkungan, tanda tangan dibayar, pas tau mau jadi tempat mesum baru teriak.

“Duitnya mau, tapi tempatnya gak boleh ada disitu, ini pemikiran apa sebetulnya,” pungkasnya

** Nay Nur’ain

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles