Klapanunggal | Jurnal Bogor
Tata ruang wilayah Desa Ligarmukti, Klapanunggal, Kabupaten Bogor yang hampir seratus persen lahan basah membuat sejumlah investor gagal berinvestasi di Ligarmukti. Pasalnya, dengan plotingan tata ruang tersebut, Desa Ligamurkti hanya dikhususkan untuk pengembangan sektor pertanian, sementara banyak investor yang ingin berinvestasi di Desa Ligarmukti dalam bidang pemukiman, industri dan pergudangan.
“Kalau investornya ada, cuma tata ruangnya tidak memperbolehkan. Jadi mereka tidak jadi bangun perumahan atau gudang di Ligarmukti karena pasti terbentur masalah perizinan,” kata Kepala Desa Ligarmukti, Samin kepada Jurnal Bogor, Rabu (01/03/23).
Samin mengatakan, selama ini ploting tata ruang di Desa Ligamurmukti dapat dikatakan seratus persen lahan basah, sehingga tidak memungkinkan untuk dibangun kawasan pemukiman, pergudangan bahkan pabrik. Hal ini lah yang menurutnya menjadi kendala utama Desa Ligarmukti untuk maju dan bersaing dengan desa lain yang ada di Klapnunggal, karena sulit berkembang.
“Total lahan Desa Ligarmukti itu 1.200 hektare, dan itu semua lahan basah,” paparnya.
Menurut Samin, peruntukan tata ruang wilayah tersebut juga berdampak terhadap pendapatan asli daerah dari sektor pajak bumi dan bangunan. Selama ini, pajak yang dikenakan di Desa Ligarmukti baru berupa pajak bumi. Hal itu lantaran di Desa Ligarmukti tidak ada bangunan komersial yang dapat dikenakan pajak.
“Dampaknya juga PBB kita hanya baru tanah saja, karena memang tidak ada bangunan komersil atau usaha yang bisa dikenakan pajak. Karena memang tidak ada,” ujarnya.
Menurutnya, sudah dua tahun dirinya memperjuangkan perubahan tata ruang wilayah Desa Ligarmukti ke Pemerintah Kabupaten Bogor dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bogor. Namun sampai saat ini, hal tersebut belum juga direalisasikan oleh Pemkab Bogor.
“Sudah dua tahun saya ajukan perubahan ini, mudah-mudahan tahun ini bisa terealisasi. Karena saya juga sudah sampaikan ke Sekda maupun DPRD Kabupaten Bogor,” pungkasnya.
** Taufik/Nay