30 Tahun tak Selesai Diperebutkan 6 Perusahaan
Gunung Putri | Jurnal Bogor
Kepala Desa Gunung Putri Damanhuri turun langsung ke lapangan mendapati kabar masuknya alat berat jenis Beko di lahan C.1973 Persil 84 yang sedang dalam sengketa. Damanhuri memastikan keberadaan alat berat tersebut tidak beroperasi, Sabtu (10/09/22). Ada 6 perusahaan yang mengklaim punya hak atas Persil tersebut yakni PT Ramin, PT Intermecine, PT Gunung Putri Sepakat, PT Indocement, PT Sekayu dan PT Skarfa.
“Malam itu saya mendapat laporan Jumat pukul 01.30 wib ada alat berat masuk ke lahan tersebut, maka saya mengutus Kadus setempat dan staf desa untuk memastikan, dan ternyata benar adanya,” jelas A Heri kepada Jurnal Bogor, Senin (11/09/22).
Besoknya, kata dia, bersama Babinsa dan Babinmas, LPM, staf desa mengecek langsung dan meminta kepada penjaga lahan untuk tidak melakukan aktivitas apapun di lahan sengketa tersebut untuk menghindari bola liar dan menjaga kondusifitas di masyarakat.
“Dari beberapa kali pertemuan itu selama saya menjabat sebagai Kepala Desa Gunung Putri ada beberapa PT atau perusahaan berada di lokasi tersebut dan mengklaim bidang-bidang tertentu,” ungkapnya.
Seperti, dia melanjutkan, PT.Indocement dengan sertifikatnya, PT.Intermesin atas nama Ir.Kuncoro, kemudian PT.Ramin atas nama Kuntoro Kusumahardjo, kemudian muncul yang baru, PT.Skarfa yang masih ada pabriknya, kemudian muncul baru lagi yaitu PT.Gunung Putri Sepakat atas nama Ali Bona.
“Dan memang ini tetap beracara, sampai hari ini sudah juga rapat di kantor Sekda dengan Pak Sekda langsung, Dinas DPMPTSP, namun mengalami deadlock dan belum menemukan titik temu dan ini menjadi PR Pemdes Gunung Putri untuk menyelesaikan duduk perkara dengan Pemda juga dengan kecamatan,” paparnya.
Menurutnya, Persil 84 ini, sepengetahuan dia ada yang mengklaim 38 hektar, 28 hektar dan tentu saja harus dibuktikan. Pihak desa sendiri belum melakukan pengukuran secara global, karena disana juga ada tanah warga, dan yang masuk ke data Pemdes baru 19.000 meter dengan sekian ratus KK yang ada. Sejauh ini pemdes masih terus membenahi, baru ada sekitar 80% surat-surat tanah sedang Pemdes mengumpulkan agar nanti ada solusi terbaik di masyakarat khususnya, dan Pemdes Gunung Putri umumnya.
“Adanya alat berat yang masuk kemarin sepertinya untuk pemerataan, namun memang belum bergerak. Sempat bergerak setengah hari hanya langsung kita hentikan, yang jelas sih, karana belum ada izin-izin dari Pemda, entah batu atau tanah yang akan diambil kita juga belum tahu persis. Mengingat di lokasi tersebut sudah pernah ada kegiatan tambang 30 tahun kebelakang, dan saat ini kondisi Gunung Putri tinggal sebelah,” paparnya.
Lebih lanjut ia menjelaskan, sejauh ini yang bisa menunjukan legalitas di Persil 84 baru PT.Indocement dengan sertifikat, PT.Intermesin atas nama Ir.Kuncoro dengan AJB tahun 1983 an. Dan disitu juga ada PT.Skarfa yang membeli dari PT.Intermesin. Kemudian ada gereja yang juga punya sertifikat ,dan beberapa warga setempat yang jelas punya lahan disana sejak mereka lahir.
” Untuk luasan sendiri yang dimiliki oleh PT. Intermesin itu ada sekitar 12 hektar. 38 hektare itu yang diklaim oleh Ali Bona dari PT. Gunung Putri Sepakat dan sampai hari ini saya belum punya data-data valid dari Pak Ali ini, baik berupa AJB atau apa yang bisa menunjukkan kepemilikan, yang mereka tunjukan itu hanya Ipeda pembayaran pajak dan bukti plotingan, sedangkan ipeda sendiri bukan bukti kepemilikannya, lalu plotingan dia juga sudah habis masa waktunya kalo tidak salah berakhir di tahun 2021,” bebernya.
Dia berharap negara hadir perihal masalah lahan di Persil 84 yang sudah 30 tahun tapi tidak selesai-selesai. Maka dari itu dirinya minta kepada instansi terkait di Kabupaten Bogor dan negara agar hadir ditengah-tengah persoalan ini. Karena masalah ini tidak tuntas-tuntas, harusnya ada insiatif dari pihak Kabupaten. Pemdes sangat bisa bersinergi jika memang kehadiran negara ini bisa dirasakan pada saat rakyat sedang membutuhkan.
” Kenapa saya bicara begitu, sekarang ini masyarakat untuk mengurus surat tanah susah, waris susah, bahkan bayar pajak aja mungkin tidak, karena ada surat dari Ali itu yang diajukan ke Pemerintah Kabupaten agar tidak ada aktivitas surat menyurat di atas Persil 84. Sedangkan disana ada hak-hak warga yang terbelenggu, ya bisa dibilang daerah jajahan, karena tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat, bahkan untuk menaikan surat menyurat di lahan mereka sendiri pun tidak bisa,” pungkasnya.
Padahal, hal tersebut membuat tidak ada pemasukan kepada negara berupa pajak. Sementara sampai saat ini belum ada surat resmi yang diklaim Ali Bona masuk desa, terkait bukti-bukti kepemilikan yang legalnya betul-betul diakui negara, yang dia miliki hanya punya surat OSS tahun 2017. OSS tersebut menjelaskan bisa melakukan kegiatan atau pembangunan di Persil no.84, itu dibuat pada saat Nurhayanti jadi Bupati Bogor, dan itu sudah habis di tahun 2021 akhir.
Namun sampai sekarang blm ada kejelasan. Makanya apakah adanya alat berat Beko ini ada keterkaitan dengan hubungan tahan tersebut atau tidak, mengingat belum ada kedatangan secara resmi dari pihak yang menurunkan alat berat ini kedesa.
Terpisah disampaikan pemerhati kebijakan Mansyur dari Sigma yang mengatakan, jika tidak ada penyelesaian sebaiknya dijadikan bahan berita. Dia mengaku beberapa hari yang lalu berkirim surat ke Pemerintah Kabupaten Bogor Cq Sekda Burhanuddin, dan tembusannya disampaikan kepada Kadis DPMPTSP, BPN, Kadis SatPol PP, Camat Gunung Putri dan Kades Gunung Putri.
“Alhamdulilah, jika dengan bisa dihentikannya alat berat oleh Kades Gunung Putri, artinya kegiatan distop dengan kata lain bisa diatasi oleh Pemerintahan Desa Gunung Putri Cq. Bpk DamanHuri. Dengan demikian tentunya sangat tidak salah statement Ketua Komisi A DPRD Kabupaten Lingga Kepulauan Riau yang melakukan kunjungan atau studi banding ke Desa Gunung Putri yang mengatakan Pak DamanHuri tidak pantas jadi Kades tapi pantasnya jadi Bupati, Kan demikian tanggapan atas statement rombongan DPRD Kabupaten Lingga Kepulauan Riau,” papar Mansyur.
** Nay Nur’ain