Penulis: August Ferry Raturandang
Saat pandemi Covid-19 Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan yang mengatur kedatangan dari luar negeri, bahkan diwajibkan untuk karantina selama sekitar 14 hari. Tujuannya untuk memutus rantai covid-19 apalagi sekarang jenis omnicron makin menggila.
Apa hubungan dengan tenis ?
Ketentuan yang dilakukan Pemerintah ini telah dilakukan negara tetangga kita, Singapura. Apakah turnamen tenis internasional di Singapore atau manca negara terus berhenti ? Ternyata tidak juga.
Nah, kenapa hal yang sama tidak dilakukan oleh Indonesia. Justru terbuka peluang yang besar untuk mendapatkan peringkat internasional bagi petenis Indonesia. Disatu sisi petenis Indonesia butuh turnamen baik nasional maupun internasional. Disisi lain merupakan dambaan datang dari ofisial turnamen seperti wasit yang sudah menyandang sertifikat ITF White Badge umpires atau wasit nasional sekalipun.
Yang jadi pertanyaan adalah kemana saja petenis khususnya putra dibandingkan petenis putri seperti Aldila Sutjiadi, Beatrice Gumulya, Jessy Rompies dan juga Christopher Rungkat masih tetap lajukan try out keluar negeri bahkan saat ini sedang berlaga di Australia.
Acara seleksi nasional yang dipersiapkan menghadapi SEA Games Vietnam sudah selesai. Bahkan atlet pelengkap anggota SEA Games Vietnam telah terbentuk. Selanjutnya programnya dipertanyakan.
Tidak cukup dengan latihan latihan terpusat saja tapi perlu ditindak lanjuti dengan ikut serta turnamen turnamen nasional dan internasional. Sementara materi pemain sudah siap siaga mengikuti turnamen turnamen tersebut..
Tugas utama induk organisasi tenis menyiapkan sarana turnamen untuk petenis Indonesia.
Sekarang momen yang tepat dapat dilakukan induk organisasi tenis yaitu selenggarakan turnamen turnamen internasional ITF baik kelompok yunior maupun kelompok umum , untuk mengejar peringkat ITF nya, disaat pandemi Covid-19..
Dengan adanya ketentuan karantina bagi kedatangan dari luar negeri akan menghambat keinginan untuk datang petenis asing ke Indonesia karena akan menambah beban mereka sehingga kesempatan petenis Indonesia mendapatkan peringkat ITF Junior maupun peringkat ATP dan WTA. Ketertarikan petenis asing untuk ikuti turnamen internasional di Indonesia akan berkurang, walaupun akan datang juga segelintir petenis asing ke Indonesia dengan segala resikonya.
Harus diakui kenapa petenis asing tertarik ikuti turnamen internasional di Indonesia. Tidak bisa dipungkiri kesempatan dapatkan point peringkat di Indonesia lebih mudah akibat minimnya petenis tuan rumah memiliki point internasional. Sehingga setiap Indonesia selenggarakan turnamen internasional , merupakan ladang bagi petenis asing mendulang hasil maksimal.
Dengan adanya peluang besar ini kesempatan yang tidak atau sulit diulang lagi , bukannya menjadikan jago kandang. Karena dengan peringkat yang dimiliki petenis putra ( saat ini sekitar peringkat 1.000 an ) sulit diterima babak kualifikasi sekalipun turnamen ITF diluar negeri.
Bahkan jika memungkinkan turnamen kelas $ 25,000 ( challenger ?) diadakan maka kesempatan koleksi pointnya makin besar.
Strategi lainnya penyelenggaraan bukan di Jakarta, yang selama pandemi Covid-19 belum dibuka penerbangan internasionalnya sehingga harus melalui Jakarta. Contohnya, Palembang memiliki Stadion Bukit Asam Jakabaring Sport City yang sekarang menyandang kompleks tenis terbesar di Indonesia dengan 16 lapangan outdoornya. Mudah dicapai baik melalui darat dan udara. Fasilitas akomodasi dengan wisma atlet tersedia memudahkan bagi petenis Indonesia.
Yang jadi pertanyaan sekarang, apakah momen ini disadari oleh petinggi induk organisasi tenis di Indonesia. Semoga !