Bogor | Jurnal Inspirasi
Langkah Badan Musyawarah (Banmus) DPRD Kota Bogor, yang mengulur pengesahan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang perubahan status Perusahaan Umum Daerah Jasa Transportasi (PDJT) dari Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) menjadi Perusahaan Umum Daerah (Perumda), rupanya tidak disetujui 100 persen oleh anggotanya. Pasalnya, penguluran waktu tersebut dapat menjadi bola liar bagi DPRD.
“Dengan kita mengesahkan perda itu merupakan tanggungjawab kita dan sudah sesuai amanat UU 23 Tahun 2014 dan PP 54 Tahun 2017,” ujar salah seorang Anggota Banmus, Akhmad Saeful Bakhri, Minggu (17/10).
Apalagi, kata dia, sebelumnya Pansus PDJT juga telah mengantungi Legal Opinion (LO) dari Kejaksaan Tinggi Jawa Barat (Kejati Jabar).
“Kalaupun ada kasus yang sedang dilidik oleh aparat penegak hukum, itu biarkan saja. Sebab, antara perubahan status dan kasus yang kini tengah ramai adalah hal berbeda,” ungkap pria yang akrab disapa Gus M ini.
Sebab sepengetahuannya, dalam raperda tersebut sama sekali tidak membahas kaitan anggaran, begitupun tidak ada korelasinya Buy The Service (BTS) yang dimenangkan oleh Konsorsium PDJT.
“Ini kan hanya sebatas perubahan status saja, tidak bahas anggaran PMP atau BTS,” tegasnya.
Atas dasar itu, sambung Gus M, DPRD seyogyanya tidak perlu takut untuk mengesahkan raperda tersebut. “Karena berdasarkan informasi, penegak hukum itu kan sedang menyelidiki kasus PMP 2015 sampai 2018, sedangkan kita hanya merubah nama saja,” jelas politisi PPP ini.
Kata dia, apabila nantinya pengelolaan anggaran PDJT ternyata memang bermasalah, hal itu merupakan tanggung jawab direksi, bukanlah DPRD. “PDJT saat ini pun sudah ada dirut baru, walau statusnya masih Plt,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, raperda PDJT telah dibahas sejak November 2020 oleh pansus, dan akan kadarluarsa pada November 2021.
**fredykristianto