Mantan Petinggi KRB Tulis Surat Terbuka, DPRD Langsung Datangi Pengelola
Bogor | Jurnal Inspirasi
DPRD Kota Bogor mendatangi Kebun Raya Raya (KRB), Senin (27/9) siang, merespons munculnya keberatan dan protes atas pengembangan KRB yang disampaikan oleh berbagai kalangan. Ketua DPRD Kota Bogor Atang Trisnanto bersama Ketua Komisi III yang membidangi lingkungan hidup, Zaenul Mutaqin serta anggota Komisi III Adityawarman Adil dan Karnain Asyhar diterima langsung oleh Komisaris Utama PT. Mitra Natura Raya (MNR) Ery Erlangga. PT MNR sendiri merupakan pihak swasta yang mendapatkan hak kerjasama dari LIPI. Hadir pula beberapa pegawai LIPI yang saat ini sudah melebur ke Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN).
Sebelumnya mantan petinggi Kebun Raya Bogor menuliskan surat terbuka ‘Selamatkan Kebun Raya Bogor’ dengan perihal Menjaga Marwah Kebun Raya yang diutarakan mantan kepala Kebun Raya Bogor Indonesia, yang terdiri dari Prof. Dr. Made Sri Prana, Prof. Dr. Usep Soetisna, Dr. Ir. Suhirman, Prof. Dr. Dedy Darnaedi, dan Dr. Irawati. Mantan-mantan pimpinan Kebun Raya Bogor itu mengkritisi penyelewengan tugas pokok dan fungsi Kebun Raya Bogor, yang dianggap sudah melenceng jauh dari marwahnya sebagai tempat edukasi dan konservasi.
“Kami mendapatkan banyak aduan dan protes dari berbagai kalangan masyarakat yang konsern akan keberlangsungan dan keberlanjutan fungsi konservasi Kebun Raya Bogor. Untuk itu kami langsung datang ke sini menyampaikan keberatan masyarakat tersebut, sekaligus ingin melihat langsung kondisi yang ada,” jelas Atang dikutip dalam keterangan yang disampaikan Humpropub, Senin (29/9).
Lebih lanjut, Atang menyampaikan bahwa beberapa poin keberatan warga terletak pada rencana wisata malam Glow Kebun Raya, komersialisasi yang ditandai mahalnya tiket masuk, pembangunan betonisasi, dan ancaman terhadap ekosistem yang sudah berjalan baik di kawasan Kebun Raya Bogor.
Senada dengan Atang, Zaenul menyampaikan bahwa banyak warga yang keberatan mengingat posisi Kebun Raya Bogor sangatlah penting bagi Kota Bogor.
“Kebun Raya Bogor merupakan identitas Kota Bogor. Selain aspek lingkungan, juga memiliki aspek sejarah dan budaya. Untuk itu, kehadiran DPRD ke Kebun Raya Bogor juga ingin memastikan bahwa pengelolaan dibawah manajemen baru tidak mengganggu identitas dan peran Kebun Raya Bogor ini bagi Kota Bogor”, ungkap Zaenul.
Usai melakukan peninjauan langsung ke beberapa lokasi di lingkungan Kebun Raya Bogor, Atang meminta kepada pihak pengelola agar benar-benar menjadikan faktor kelestarian lingkungan sebagai core utama. “Kebun Raya Bogor merupakan Kawasan Resapan Air, Penyedia Oksigen, dan Tempat Pelestarian Sumber Daya Genetik yang luar biasa. Selain tempat konservasi, KRB juga menjadi Cagar Budaya bagi masyarakat Bogor. Pusaka warisan yang perlu dijaga. Pengembangan jasa wisata seharusnya untuk memperkuat posisi tersebut”, pinta Atang.
Untuk itu, DPRD siap untuk mempertemukan pihak Kebun Raya Bogor dengan para pemerhati lingkungan dan masyarakat yang konsern masalah ini. “Insya Allah kami siap mewadahi dialog agar bisa ditemukan satu cara pandang dan semangat yang sama, sekaligus untuk mendapatkan masukan yang konstruktif bagi keberlanjutan Kebun Raya Bogor,” ungkap Atang
Hal tersebut ditanggapi positif oleh pihak MNR dan BRIN. Mereka juga akan terus memastikan bahwa eduwisata Glow Kebun Raya ini aman terhadap ekosistem flora dan fauna. Untuk itu, saat ini pihaknya masih melakukan pengkajian untuk memastikan keamanannya.
“Dari dulu semangat kami pada pelestarian lingkungan. Kami juga tidak akan berani mengambil langkah yang melawan upaya pelestarian lingkungan. Insya Allah kami siap menjelaskan dan berdialog dengan seluruh elemen masyarakat. Tujuan kami baik. Masukan dan sinergi dari seluruh stakeholder tentu sangat kami harapkan agar Kebun Raya Bogor ini semakin dirasakan manfaatnya,” pungkas Ery.
Sementara surat terbuka itu mengkritisi penyelewengan tugas pokok dan fungsi Kebun Raya Bogor, yang dianggap sudah melenceng jauh dari marwahnya sebagai tempat edukasi dan konservasi. “Berdasarkan pengamatan kami, dan adanya masukan dan keluhan melalui media sosial dari berbagai lapisan masyarakat, kami merasa berkewajiban untuk meneruskannya kepada pimpinan yang secara struktur erat dengan tata kelola Kebun Raya Indonesia saat ini,” tulis dalam surat terbuka tersebut, Senin (27/9).
Dalam surat itu disebutkan, beberapa hal penting yang sangat erat terkait dengan perkebunrayaan. Berdasarkan pengamatan kami, dan adanya masukan dan keluhan melalui media sosial dari berbagai lapisan masyarakat, kami merasa berkewajiban untuk meneruskannya kepada pimpinan yang secara struktur erat dengan tata kelola Kebun Raya Indonesia saat ini, antara lain:
1. Seperti kita pahami bersama bahwa Kebun Raya mengusung 5 tugas dan fungsi penting yaitu: 1. Konservasi Tumbuhan; 2. Penelitian; 3. Pendidikan; 4. Wisata Ilmiah, dan 5. Jasa Lingkungan. Ketiga fungsi pertama merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan menjadi acuan bersama seluruh Kebun Raya di dunia (Jackson, P.W, 1999). Karena itu berbagai kegiatan dan program yang dikembangkan di Kebun Raya Indonesia selalu berpegang pada kelima Tugas dan Fungsi Kebun Raya tersebut, yang sekaligus sebagai Marwah Kebun Raya.
2. Kebun Raya Bogor yang sudah berumur lebih dari dua abad dalam sejarah panjangnya selalu mengedepankan pendekatan ilmiah dan memperhatikan masalah konservasi dan lingkungan. Berbagai kegiatan dan usaha yang dilakukan Kebun Raya selalu mempertimbangkan kelima fungsi tersebut. Saat melakukan kegiatan usaha penggalangan dana sekalipun, Kebun Raya tidak silau pada keuntungan sesaat, dan selalu memilih green business yang sifatnya enviriomentally friendly. Sejarah mencatat, saat awal berdirinya Kebun Raya, Pemerintah kolonial Belanda memanfaatkan Kebun Raya sebagai kawasan aklimatisasi tumbuhan ekonomi penting untuk tujuan bisnis “cultuurstelsel” atau Sistem Tanam Paksa. Saat itu dimasukkan berbagai jenis tumbuhan asing yang bernilai ekonomi seperti kopi, teh, kina, kelapa sawit dll yang kini ikut menopang perekonomian nasional, dan menjadi andalan sumber devisa negara.
3. Setelah kemerdekaan dan dikelola oleh putra Indonesia, Kebun Raya lebih mengedepankan pendidikan, penelitian dan kegiatan explorasi serta konservasi, menyelamatkan tumbuhan, dengan tidak memperhitungkan nilai bisnis. Bahkan, pada th 2001 Kebun Raya yang semula hanya Unit Pelaksana Teknis, Eselon III (UPT, E.III) dinaikkan statusnya dan mendapat tugas penting menjadi Pusat Konservasi Tumbuhan, Eselon II. Nama tersebut, dipertahankan hingga kini dengan nama Pusat Riset Konservasi Tumbuhan-BRIN. Naiknya, status Kebun Raya-LIPI mencerminkan pentingnya fungsi Kebun Raya sebagai jawaban atas kerisauan dunia karena tingginya laju kepunahan jenis tumbuhan di Indonesia.
4. Bisnis Kebun Raya yang dilakukan saat itu, terbatas hanya dengan menjual tiket masuk Kebun Raya dengan harga sangat murah dibanding tempat lainnya. Karena memang Kebun Raya bukan Taman Rekreasi, Kebun Raya adalah Lembaga Ilmiah yang berperan menahan laju kepunahan jenis tumbuhan, kepunahan jenis tumbuhan, sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Presiden No 93 Tahun 2011 tentang Kebun Raya. Penjualan tiket murah dimaksudkan agar terjangkau oleh masyarakat luas. Dengan demikian diharapkan berbagai pesan konservasi, pendidikan dan lingkungan dapat lebih luas mencapai lapisan masyarakat. Usaha penjualan buku ilmiah, bibit tumbuhan, tanaman hias, pupuk organik, pelayanan pertamanan, dan berbagai kegiatan pameran flora dan lain sebagainya, selalu mengacu pada misi Kebun Raya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa, khususnya tentang tumbuhan dan lingkungan. Banyak tawaran kerja sama yang ditolak oleh Kebun Raya saat itu, karena tidak sesuai dengan marwah Kebun Raya.
5. Berbagai usaha yang dilakukan pimpinan Kebun Raya sebelumnya, sejak Prof. Ir Kusnoto Setyodiwiryo, Soedjana Kassan, Prof. Didin Sastrapradja dan seterusnya memberi contoh pentingnya menjaga Kebun Raya sebagai kawasan hijau, tempat berbagai jenis tumbuhan langka, dan bernilai ekonomi penting. Koleksi Tumbuhan di Kebun Raya adalah koleksi aset bangsa yang perlu dilestarikan, diteliti dan digali potensinya untuk dimanfaatkan secara berkelanjutan.
6. Kebun Raya Bogor adalah kebun yang tidak terpisahkan dari masyarakat Bogor, dan sekaligus sebagai ikon kebanggaan. Kebiasaan masyarakat melakukan rekreasi kebun dengan gelar tikar, makan bersama dan bercengkerama bersama keluarga di rindangnya pepohonan langka, adalah bagian kehidupan yang telah berlangsung secara turun temurun. Murah meriah, namun syarat dengan nilai silaturahmi. Kemudian berkembang menjadi wisata jalan santai, tempat wisuda anak-anak TK dan SD dan kegiatan sosial lainnya. Kegiatan lain seperti acara pernikahan, pameran flora, lomba cerdas cermat tetap dilakukan dengan sangat hati-hati menjaga kenyamanan lingkungan dan sesedikit mungkin akses ke koleksi dan nilai penting Kebun Raya lainnya. Hijaunya Kebun Raya di tengah gemuruh pembangunan, bagaikan oase di tengah padang pasir. Kebun Raya berkontribusi menahan laju pemanasan global.
Dari beberapa alasan di atas, dan masih banyak alasan lainnya, dengan akan adanya berbagai kegiatan yang sempat kami dan masyarakat perhatikan antara lain:
1. Rencana GLOW membuat atraksi sinar lampu di waktu malam, berpotensi merubah keheningan malam Kebun Raya. Nyala dan kilau lampu dikhawatirkan akan mengganggu kehidupan hewan dan serangga penyerbuk. Nature Communication melaporkan, penggunaan lampu berlebihan di waktu malam akan mengganggu perilaku dan fisiologi serangga penyerbuk, nokturnal maupun diurnal. Lebih jauh Knop et al (2017), melaporkan bahwa kunjungan polinator berkurang sampai 62 % pada komunitas tumbuhan yang diteliti, dan pada tumbuhan tertentu menyebabkan terjadinya penurunan produksi buah sebanyak 13 %. Kita belum mengetahui secara pasti kehidupan malam serangga penyerbuk tumbuhan tropika, namun dampak yang sama besar kemungkinan akan terjadi di Kebun Raya.
2. Jalan setapak yang tersusun oleh batu kali khas Kebun Raya Bogor, kini di banyak bagian telah dicor dengan semen. Tidak hanya mengurangi keindahan jalan batu gico, tapi juga mengurangi resapan air. Air yang tidak meresap, mengalir di selokan dan langsung menuju sungai, akibatnya volume sungai akan meningkat. Besar kemungkinan akan berkontribusi pada luapan sungai penyebab banjir di Jakarta. Memelihara ekohidrologi di Kebun Raya sangatlah penting, dan sudah lama dilakukan dengan mengurangi jumlah bangunan dan menggantinya dengan koleksi tumbuhan. Sesuai dengan Peraturan LIPI no. 4 th 2019 tentang Pembangunan Kebun Raya, batas luas maksimal pembangunan fisik (pengerasan lahan) di Kebun Raya Bogor adalah 20 % dari luas total Kebun Raya. Dengan pengecoran jalan batu gico, dan pemadatan di berbagai tempat diperkirakan akan melebihi batas maksimal 20 %. Berkurangnya resapan air juga dikhawatirkan mempengaruhi debit 5 mata air alami di Kebun Raya Bogor.
3. Perpustakaan Kebun Raya dengan berbagai buku tua “antiquarium” merupakan napas penting peneliti, yang sekarang dipindahkan ke gedung lain yang jauh dari Kebun Raya. Hal ini sangat mungkin mengganggu kegiatan peneliti dan kunjungan mahasiswa, dan peneliti luar yang perlu akses ke buku-buku dan informasi penting Kebun Raya. Menjauhkan buku dan sumber informasi dari keseharian peneliti Kebun Raya adalah kebijakan yang tidak mendorong meningkatnya riset, sekaligus menjauhkan munculnya inovasi kreatif para peneliti.
Banyak hal lain, yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu. Namun secara keseluruhan, kegiatan- kegiatan itu kami nilai sudah ke luar dari Tupoksi Kebun Raya, dan semakin jauh dari marwah Kebun Raya.
Dengan demikian, kami sebagai pendahulu yang pernah ikut mengawal, dan mewarnai Kebun Raya berkewajiban menyampaikan hal ini kepada penerus pengelola Kebun Raya yang sekarang mendapat amanah. Apapun pilihannya, apapun kebijakannya, tentu pimpinan yang sedang mengemban amanah yang menentukan sesuai dengan kewenangannya. Namun, kami titipkan untuk tetap konsisten menjaga Marwah Kebun Raya sebagai titipan anak cucu kita.
Beberapa masukan yang perlu segera mendapat perhatian antara lain:
1. Perlunya meninjau kembali rencana GLOW di Kebun Raya, yang pasti akan mengusik keheningan malam Kebun Raya dan mengganggu fungsi serangga polinator dan hewan penyerbuk lainnya.
2. Sebaiknya segera dihentikan pembangunan fisik termasuk pengecoran jalan gico yang akan mengurangi resapan air yang diperlukan oleh tumbuhan, dan untuk usaha mengurangi kontribusi air penyebab banjir di Jakarta.
3. Perlu evaluasi atas Kerja Sama yang dilakukan dengan melibatkan unsur lain yang terkait dan memberi perhatian pada kekhususan Kebun Raya. Selain itu tentunya perlu meningkatkan kolaborasi dan sinkronisasi dengan bagian lain yang juga berada di dalam lingkungan Kebun Raya.
4. Langkah ini sangat diperlukan mengingat berbagai nilai historis dan fungsi strategis kebun Raya adalah modal penting dalam usaha mengusung Kebun Raya sebagai World Heritage, yang kini sedang dalam proses. Kegiatan kerjasama dengan pihak manapun harus memberi dampak positif pada usaha pengusulan World Heritage tersebut.
Kami berharap semoga citra baik Kebun Raya yang telah mendunia, sebagai bagian tak terpisahkan dari jejaring Internasional IABG (International Association of Botanic Gardens) dan BGCI (Botanic Gardens Conservation International) tetap terjaga. Perhatian dunia terhadap Kebun Raya di Indonesia sangatlah luar biasa.
Kami juga berdoa, semoga para pendahulu kita yang kini sudah di alam fana, tidak gundah gulana melihat kondisi Kebun Raya saat ini. Semoga Tuhan YME, Allah SWT memberikan petunjuk terbaik kepada para pemimpin yang kini sedang mengemban amanah, mengusung tanggung jawab, demi kebaikan Kebun Raya dan masa depan bangsa. Demikian surat terbuka tersebut.
**ass