Babakan Madang | Jurnal Inspirasi
Mengusung konsep pariwisata alam Indonesia, Gunung Ciung hadir sebagai salah satu tempat wisata alam yang wajib dikunjungi. Tempat wisata yang berlokasi di Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang menghadirkan wisata alam.
Pengelola Gunung Ciung, Gema Santosa menjelaskan yang membedakan dengan tempat lainnya adalah panorama alam yang mempesona dan terkenang. “ Hal yang ditonjolkan dalam arti kata mempesona dan terkenang adalah kehangatan, kekeluargaan dan tempat tumbuhnya erat tali silaturami terpancar di Gunung Ciung,” jelasnya, Senin (28/06/2021).
Mengusung visi menjadikan Gunung Ciung sebagai tempat sarana dan prasarana serta tempat bernostalgia para pecinta alam. Gunung Ciung hadir sebagai tempat ajang bersilaturahmi dan membuka pintu rejeki bagi yang berkunjung.
“Selain itu dengan hadirnya Gunung Ciung juga kita berharap bisa memajukan potensi ekowisata Indonesia, dan menjadikan tempat ini sebagai tempat yang dapat mengedukasi tentang beretika dengan alam, selain bersinergi dengan alam, tentunya warga setempat pun turut menjadi elemen pendukung untuk majunya potensi wisata Gunung Ciung ini,” tutur Gema.
Selain itu, Gema juga memaparkan, dengan adanya lokasi wisata Gunung Ciung ini, para pengelola Gunung Ciung bisa menumbuhkan bakat dan minat khusus bagi para pecinta alam dengan cara menjadikan sebagai tempat olahraga alam dan tempat edukasi dengan cara tadabbur alam, dan pastinya juga dengan adanya Gunung Ciung ini, kami berharap bisa memajukan perekonomian warga lokal.
“Kedepannya kami berharap Gunung Ciung ini bisa menjadi tempat terbaik dengan panorama alamnya dan menciptakan generasi yang peduli dengan alam dan lingkungannya,” paparnya.
Sementara jarak tempuh ke posko camp pertama dengan ketinggian 720 MDPL berjarak 1,2 Km yang bisa ditempuh dengan waktu 35 menit. Puncak Gunung Ciung sendiri berada di ketinggian 950 MDPL dan harga masuk Gunung Ciung terbilang ramah kantong.
“Dengan harga kiking 15.000/orang, berkemah pelajar 25.000/orang, berkemah reguler 30.000/oran, berkemah dengan paket lengkap, seperti welcome drink, makan 2x, tenda share kapasitas 3 orang, matras, lampu dan fasilitas di Lokasi Rp. 140.000/orang,” ujarnya.
Nama Gunung Ciung sendiri, lanjut Gema, berasal dari nama Ciung yang memiliki arti burung dalam Bahasa Sunda.
“Di kawasan ini terdapat aliran sungai dan memiliki sebuah goa yang penuh dengan berbagai jenis burung, dengan demikian tercetuslah ide untuk memberi nama Gunung Ciung. Dan juga menurut penjelasan warga setempat, dahulu kala kawasan gunung ini dijadikan tempat berkumpulnya para ulama, sesepuh daerah sekitar untuk tempat bersembunyi dari penjajah dan juga sekaligus tempat beribadah, serta hingga saat Ini masih terjaga mata air untuk mengambil air wudhu,” ungkap Gema.
Menurut Gema, dengan berjalannya waktu, keindahan kawasan ini sangat disayangkan apabila hanya segelintir orang yang mengetahuinya, hingga akhirnya pihak pengurus kawasan hutan pun berinisiatif untuk berbagi keindahan kawasan ini dengan umum. Ada 10 fasilitas yang disediakan seperti posko penyambutan sekaligus tiketing, rumah kayu darurat, mushola, gazebo, warung, toilet, dapur, penerangan, area berkemah dan api unggun hingga spot foto.
“Sebelumnya Gunung Ciung sendiri telah dikelola turun temurun oleh tim tani daerah sekitar kurang lebih 20 tahun yang lalu dan menjadi lahan produktif untuk perkebunan. Banyak pepohonan produktif seperti cengkeh, kapolaga, nangka, durian, coklat, pisang dan kopi menjadi bukti nyata betapa suburnya tempat ini,” jelasnya lagi.
Dengan berbekal nekat tapi termenej, Gema beserta pengurus lainnya berusaha untuk melibatkan teman-temannya yang memiliki potensi di bidangnya masing-masing.
“Banyak yang terlibat dan support untuk mewujudkan Gunung Ciung, diantaranya teman-teman yang ahli di bidang konseptor wisata, ahli di pembangunan infrastruktur, safety, tata kelola, paramedis dan ahli di bidang non medis pun turut serta bahu-membahu membangun Gunung Ciung dengan mandatory, wisata alam yan tidak melawan alam dan mematuhi klausal-klausal dalam peraturan yang ada,” pungkasnya.
** Nay Nur’ain