Jakarta | Jurnal Inspirasi
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal verifikasi partai politik dinilai telah melanggengkan oligarki. Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, dalam perkara nomor 55/PUU-XVIII/2020 terkait pengujian Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Pasal 173 ayat (1) tentang Pemilu telah mengekalkan praktik oligarki partai politik (parpol) di Indonesia.
Pasalnya, parpol yang lulus verifikasi Pemilu 2019 dan memenuhi ambang batas parlemen hanya perlu diverifikasi secara administrasi, tetapi tidak diverifikasi secara faktual. “Verifikasi faktual yang tidak diberlakukan kepada partai politik yang lolos parliamentary threshold secara perlahan-lahan sebetulnya mengekalkan praktik oligarki partai,” ujar Ray dalam diskusi daring, Selasa (1/6).
Sementara, parpol yang lulus verifikasi Pemilu 2019 tetapi tidak memenuhi ambang batas parlemen, tetap harus diverifikasi administrasi maupun faktual. Perlakuan ini sama juga kepada partai politik yang baru maupun parpol yang tidak lulus verifikasi pada pemilu sebelumnya.
Menurut Ray, keistimewaan yang diberikan kepada parpol yang lolos ambang batas parlemen dengan sendirinya membuat mereka melaju lebih cepat dibandingkan partai politik lainnya. Mereka juga difasilitasi negara berupa dana bantuan parpol.
Padahal, kata Ray, dukungan masyarakat kepada partai politik selalu ada keraguan sehingga suaranya dapat menyebar ke parpol lainnya. Hal ini dikonfirmasi oleh sejumlah hasil survei yang menyebutkan, elektabilitas parpol kini tidak benar-benar mendapatkan dukungan publik yang cukup besar.
“Partai politik kita ini hidup bukan didukung masyarakat tetapi karena dibuat aturan sedemikian rupa yang mengakibatkan mereka bisa hidup,” tutur Ray.
Pada akhirnya, peraturanlah yang melanggengkan praktik oligarki partai politik. Sebab, mereka yang berkuasa dapat mendesain sendiri peraturan yang sesuai tujuan dan kepentingannya. “Kekuasaan ini hanya dikuasai mereka saja, dibuat aturannya hanya oleh mereka saja, untuk memang menyenangkan mereka saja, bukan untuk apa yang kita sebut kesetaraan, keadilan, kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk terlibat dalam pemilu,” kata Ray.
Ray melanjutkan, belum lagi terdapat wacana atau usulan kenaikan ambang batas parlemen maupun ambang batas presiden dari partai politik yang sedang berkuasa di DPR. Apabila kenaikan ambang batas ini benar-benar terjadi, maka memang ada upaya pembatasan partai politik dalam kontestasi legislatif maupun eksekutif.
MK menyatakan, Pasal 173 Ayat 1 UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki kekuatan mengikat. Pasal tersebut berbunyi, “Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang lulus verifikasi oleh KPU.”
MK kemudian memaknai Pasal 173 ayat 1 UU Pemilu menjadi, “Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi, namun tidak diverifikasi secara faktual. Adapun partai politik yang tidak lolos/tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota dan partai politik yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD Provinsi/Kabupaten/Kota, diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual. Hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru.”
Sementara Pakar Hukum Tata Negara, Yusril Ihza Mahendra juga menilai putusan MK telah mengkotak-kotakkan partai politik menjadi tiga kategori. “Kategori pertama, yaitu partai politik yang sudah melakukan verifikasi dan pernah ikut dalam pemilu serta telah lolos ambang batas parlemen atau parliamentary threshold. Sedangkan kategori kedua, partai politik yang pernah ikut pemilu, sudah melakukan verifikasi namun belum lolos ambang batas parleman (parliamentary threshold). Kategori ketiga, yakni partai politik baru yang belum pernah ikut pemilu dan belum melakukan verifikasi sama sekali” jelas Yusril.
Hal itu disampaikannya dalam serial diskusi dengan tajuk “Putusan MK Verifikasi Parpol: Menapuk Air di Dulang Terpercik Muka Sendiri” yang diselenggarakan oleh Jaringan Intelektual Berkemajuan (JIB) melalui Zoom dan disiarkan juga di kanal YouTube JIB Post, Selasa (1/6).
Yusril menilai putusan MK tersebut tidak logis sama sekali. Sebab, jika ada tiga kategori partai politik, maka setiap kategori harus diperlakukan secara berbeda-beda pula. “Kategori satu dilakukan sendiri sedangkan kategori dua dan tiga dilakukan sama. Di sini logikanya jadi tidak nyambung. Kalau ada tiga kategori, perlakuannya juga harus berbeda ketiga-tiganya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Yusril menjelaskan seharusnya parpol kategori pertama tidak perlu melakukan verifikasi, baik itu secara faktual maupun administrasi. Terhadap parpol kategori kedua, cukup melakukan verifikasi administrasi saja. Dan bagi parpol kategori ketiga harus melakukan verifikasi, baik itu faktual ataupun administrasinya.
Selain itu, Yusril juga menyoroti putusan MK yang tentu saja kemudian menjadi semacam norma baru atau menciptakan yang baru. Padahal menciptakan yang baru itu kewenangan Presiden dan DPR, membuat undang-undang. “Sekarang ini lahir norma hukum setara dengan undang-undang itu justru dibuat oleh MK seperti norma baru yang lahir dari pasal 173 yang dinyatakan bertentangan dengan UUD ’45, lalu kecuali ditafsirkan seperti ini,” sambung Yusril.
Adapun soal permasalahan ini, Yusril dalam waktu dekat akan membahasnya bersama partai-partai lain, utamanya yang belum lolos ambang batas parlemen serta akan berupaya untuk melakukan uji materi ulang ke Mahkamah Konstitusi. “Nanti saya akan bicara pada partai-partai politik dalam waktu dekat ini, utamanya partai-partai yang tidak lolos threshold… sekali lagi saya akan menguji itu ke Mahkamah Konstitusi, mudah-mudahan, ya ada perubahan,” ungkapnya.
Dia juga mengungkapkan, dalam soal ini jangan cuma diskusi saja namun perlu juga melakukan action untuk menguji kembali putusan MK soal ini. Kekacauan berpikir dalam putusan-putusan MK ini perlu diperbaiki. “Nanti saya akan bicara dengan partai-partai dalam waktu dekat terutama yang tidak lolos PT. Di UUD 45 tidak ada berisi penyederhaan parpol. Saya akan berpikir untuk menguji ke MK. Kalau tidak kita akan begini-begini terus” pungkas Yusril.
** ass