27 C
Bogor
Saturday, November 23, 2024

Buy now

spot_img

Relevansi Food Safety Culture di Industri Pangan pada Era Revolusi Industri 4.0

Istilah Budaya, Kebudayaan dan Definisi Budaya Keamanan Pangan

Penulis:
Bangun Raharjo


Program Studi Ilmu Teknologi Pangan

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Istilah Budaya atau Kultur menjadi trend yang menarik untuk diadopsi dalam sistem manajemen di organisasi, sebut saja Budaya Keselamatan Kerja (Safety Culture) untuk organisasi yang mengkampanyekan keselamatan pekerjanya dalam organisasi. Secara umum Kultur juga ditampilkan menjadi Nilai atau Value dari Organisasi yang kemudian dikampanyekan secara masif baik secara visual maupun sistematis melalui training dan praktik melalui aktivitas sehari-hari di semua lini dan fungsi organisasi.

Begitu juga di Industri Pangan , budaya atau kebudayaan tidak hanya muncul pada tingkatan Nilai-Nilai Organisasi secara umum atau universal, seperti Kepercayaan, Keterbukaan, Kedekatan, Kepemimpinan, Inklusivitas, Inovasi dan lain-lain dimana hal ini bisa dikembangkan oleh organisasi sesuai dengan believe atau keyakinan yang ingin ditanamkan oleh Pemimpin Organisasi atau Pemilik dari Perusahaan, tapi saat ini istilah kebudayaan di Industri Pangan semakin spesifik terhadap Main Needs atau Kebutuhan Utama dari industri pangan yaitu budaya yang perlu dibangun untuk mendukung terciptanya produk pangan yang aman dan berkualitas untuk konsumen.

Jika mengacu kepada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah Budaya sebagai kata benda memiliki arti, pikiran, akal budi, sesuatu mengenai kebudayaan yang sudah berkembang atau dalam arti ragam cakapannya adalah sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan yang sukar dirubah. Sedangkan dalam KBBI pula, Kebudayaan secara definisi antropologinya diterangkan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakan untuk memahami lingkungan serta pengalamannya dan yang menjadi pedoman tingkah lakunya.

Jika melihat istilah budaya dan kebudayaan di KBBI di atas, maka titik tekan pada konsep budaya atau kebudayaan adalah unsur manusia dan perilakunya dalam suatu lingkungan. Maka istilah Kebudayaan Keamanan Pangan di Industri Pangan bisa didekatkan sebagai nilai yang diciptakan oleh manusia atau seluruh bagian organisasi baik pemimpin atau pemilik sampai karyawan yang kemudian menjadikannya sebagai pedoman tingkah laku dalam menerapkan atau mengimplementasikan program atau sistem keamanan pangan di dalam organisasi sehingga memberikan produk pangan yang aman dan berkualitas untuk konsumen. Sebagai referensi pembanding untuk istilah Budaya Keamanan Pangan, Global Food Safety Initiative (GFSI) sebagai organisasi swasta yang didirikan dan dikelola oleh asosiasi perdagangan internasional, yang mempertahankan skema untuk mengukur standar keamanan pangan bagi produsen serta standar jaminan pertanian, sudah mengenalkan skema dan istilah Kebudayaan Keamanan Pangan melalui dokumen A Culture Food Safety : A Position Paper from The Global Food Safety Initiative (GFSI) V1.0 yang dirilis pada tahun 2018. Menurut GFSI, Budaya Keamanan Pangan adalah nilai-nilai, keyakinan dan norma yang diyakini bersama, yang mempengaruhi pola piker dan perilaku terhadap Keamanan Pangan di dalam dan di seluruh organisasi.

Trend atau Kecenderungan Implementasi Kebudayaan Pangan di Industri Pangan Saat Ini

Kurang lebih dalam 1 dekade terakhir istilah Kebudayaan Keamanan Pangan mulai dikenalkan pada organisasi industri pangan internasional (multinational companies), dengan menggunakan istilah internal masing-masing seperti Fo-Qual (Focus on Quality ) yang dikenalkan mulai pada tahun 2013 di Danone Eary Life Nutrition (Produk Makanan Bayi), Intergrated Lean Six Sigma di Mondelez sejak tahun 2014 dimana Quality Management Pillar-nya juga menekankan Kebudayaan Keamanan Pangan dengan ditunjuknya Quality Champion / Ambassador di masing-masing fungsi,  The Coca-Cola Company (TCCC) yang memulai tahun 2019 membuat program Food Safety and QSE Culture pada seluruh Coke System (Company Owned Facilities dan Bottling Partners), YUM Group yang mulai mengevaluasi Budaya Keamanan Pangan pada checklist Audit terhadap suppliernya di 2020, dan terakhir di perusahaan waralaba internasional seperti McDonald yang pada tahun 2019 memperbaharui Global Food Safety Strategy -nya dimana salah satu prinsipnya adalah dengan mengembangkan Kebudayaan Food Safety dari Farm to Fork atau dari Hulu (disiapkan di lahan Pertanian) sampai ke Hilir (dikonsumsi di Rumah)

Dari sudut pandang Organisasi Dunia yang memimpin penetapan dan pengendalian Standar Internasional untuk bidang keamanan dan kualitas pangan seperti Codex Alimentarius juga mulai memasukan urgensi Food Safety Culture dalam perubahan (amandement) dari General Principles of Food Hygiene CXC 1 – 1969 yang diperbaharui pada akhir tahun 2020. Dalam dokumen tersebut, disebutkan beberapa elemen penting dalam menumbuhkan Food Safety Culture yang positif dalam suatu organisasi industri pangan adalah sebagai berikut :

  1. Komitmen Manajemen dan seluruh karyawan untuk penanganan dan produksi pangan yang baik dan aman
  2. Pemimpin membuat arahan yang tepat dan melibatkan semua karyawan dalam praktikpraktik kemanan pangan
  3. Kesadaran pentingnya Food Hygiene oleh semua pihak dalam organisasi
  4. Komunikasi yang terbuka dan jelas di antara karyawan di dalam organisasi , termasuk penyimpangan dan ekspektasi yang ada
  5. Ketersedian Sumber Daya untuk memastikan Sistem Food Hygiene terimplementasi

Dari 2 referensi internasional mengenai Kebudayaan Keamanan Pangan yaitu versi GFSI dan Codex, maka jelas penekanannya adalah kembali ke sumber daya manusianya, nilai- nilai atau norma yang akan di buat dan seluruh alat yang mungkin dipakai untuk mendesain, mengkomunikasikan, menjalankan dan mengevaluasi kebudayaan pangan agar terus dijalankan secara sadar dan berkelanjutan dalam rangka membuat produk pangan yang aman dan berkualitas kepada konsumen.

Apakah ada kontradiksi Food Safety Culture dengan Industri 4.0 di Industri Pangan?

Jika melihat definisi bebas atau umum untuk revolusi industri mulai dari Industri 1.0 sampai dengan Industri 4.0, dimana akhirnya di revolusi industri 4.0 kita mulai mengenal system autonomy, big data analytics dan komunikasi antar machine to machine, maka kita akan menemukan beberapa perbedaan antara arah perubahan Food Safety Culture yang sudah dibahas sebelumnya dengan arah perubahan revolusi industri 4.0. Beberapa perbandingan yang bisa disajikan secara umum adalah :

Area PerbandinganFood Safety CultureRevolusi Industri 4.0
Fokus PerubahanCenderung Konvensional : Pendekatan Proseduris dan Administratif dari Food Safety & Quality Manajemen System (QFSMS) yang dilengkapi dengan “Budaya Keamanan Pangan” yang menekankan nilai, norma petunjuk dan keyakinan manusia di dalam memproduksi produk panganCenderung Modern dan Futuristik : Pendekatan Mekanikal- Manual Konvensional dari produk fisik secara masif menjadi automisasi dan digitalized- connected dengan internet system dengan skala akses informasi yang lebih besar (big data)
Aktor Utama Perubahan“Pikiran dan Hati” Manusia secara individu dan organisasi“Ciptaan” manusia yang berupa teknologi, baik hard tech. (peralatan / mesin) atau soft tech. (informasi, internet, cloud)
Investasi untuk PerubahanRendah untuk teknologi dan equipment, Tinggi untuk menumbuhkan mindset dan praktik  budaya keamanan pangan  (Company value, Policy, Training, Coaching, Campaign, OJT, Rewarding dan Recognition)Tinggi untuk teknologi dan equipment, Rendah untuk investasi hard skill dan soft skill sumber daya manusia
Lead Time Perubahan dan faktor yang mempegaruhinyaCenderung Lama, karena yang disentuh adalah logika dan rasa manusia, bukan teknologi atau alat. Tapi seberapa cepat dan lamanya juga tergantung komitmen dan investasi Pemimpin dan seluruh bagian organisasi untuk investasi komitmen dan perhatian dalam berubahCenderung Cepat, karena yang diset up adalah Teknologi, informasi dan peralatan, jika Adapun terkait knowledge manusia untuk beradaptasi dengan industri 4.0, ini bisa dikejar cepat. Tapi  seberapa cepat penerapan teknologi industri 4.0 juga tergantung sebarapa besar investasi yang ditanamkan.
Dampak Perubahan terhadap Main Goals Industri Pangan (Pangan yang Aman dan berkualitas untuk konsumen)Cenderung Bertahan Lama terhadap kepuasan konsumen karena yang ditekankan adalah nilai-nilai budaya yang akan melekat kuat di manusia yang menjalankan organisasi untuk memenuhi “kebutuhan” utama / ultimate goal konsumen, yaitu produk yang aman dan berkualitas.Cenderung bisa berubah cepat tergantung seberapa cepat perubahan teknologi dan ekspektasi “tambahan” / “keinginan baru” dari seluruh customer dan konsumen. Kemajuan dan aplikasi teknologi akan dilihat dengan compatibility-nya terhadap proses industri pangan dan karakter bahan atau produk pangan

Dari perbandingan di atas sekilas terkesan terdapat beberapa area yang kontraproduktif antara perubahan yang dibawa oleh penerapan Food Safety Culture dan Revolusi Industri 4.0 di Industri Pangan, akan tetapi sebagai Praktisi atau Profesional di Industri Pangan langkah yang tepat adalah bukan sekedar menyajikan data perbedaan atau malah memperuncing perbedaan , justru yang diharapkan adalah memadukan 2 perbedaan ini menjadi Kekuatan Baru (Emerging Strength) dalam penerapan Sistem Keamanan Pangan di Industri Pangan . Hal ini senada dengan apa yang diteliti oleh Yiannas pada tahun 2008 yang dirangkum di dalam bukunya Food Safety Culture : Creating a Behavior-based Food Safety Management System, di mana ada 4 faktor keberhasilan yang penting dan diperlukan untuk membuat lompatan signifikan dari Sistem Manajemen Keamanan Pangan menjadi Kebudayaan Keamanan Pangan (Food Safety Culture) yaitu sebagai berikut :

  1. Kreativitas dan Inovasi : Definisi sederhana dari sebuah inovasi adalah tindakan memperkenalkan sesuatu yang baru. Dari perspektif keamanan pangan, suatu inovasi bisa menjadi praktik keamanan pangan yang meningkat atau baru, menjadi produk keamanan pangan yang baru atau menjadi produksi pangan dengan teknologi baru. Intinya adalah bahwa kreativitas dan inovasi mengarah pada perubahan dan perubahan dapat menyebabkan pengurangan yang lebih besar dalam risiko yang ditularkan melalui makanan penyakit. Sederhananya, tidak mungkin memajukan keamanan pangan tanpa perubahan
  2. Kepemimpinan : . Manajemen keamanan pangan berfokus pada administrasi prosedur yang ditetapkan dalam manajemen risiko yang ditetapkan sistem; Kepemimpinan keamanan pangan berfokus pada penciptaan yang baru dan ditingkatkan strategi, model, dan proses pengurangan risiko. Dengan kata lain, manajer keamanan pangan menangani perencanaan, mengarahkan, dan mengawasi rincian spesifik dari sistem. Pemimpin keamanan pangan, sebaliknya, melihat perlunya perbaikan, menciptakan visi yang menarik untuk perubahan, dan menginspirasi inovasi, semuanya menyebabkan penurunan yang lebih besar pada penyakit yang ditularkan melalui makanan
  3. Penelitian yang berkelanjutan : Organisasi perlu menjadi Organisasi pembelajar yang berkelanjutan dan lebih banyak penelitian diperlukan untuk menjawab beberapa pertanyaan keamanan pangan di zaman sekarang. Di era perubahan yang cepat ini, faktafakta ilmiah baru ditemukan di sebuah tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya. Sebagai seorang profesional keamanan pangan, apakah Organisasi akan bertahan lama prinsip yang telah dibantah oleh sains terbaru? Dengan kata lain “Masalahnya bukanlah bagaimana memasukkan pikiran-pikiran baru yang inovatif ke dalam pikiran kita, tetapi bagaimana cara mengeluarkan yang lama. Setiap pikiran adalah ruangan yang dipenuhi dengan furnitur kuno. kita harus mendapatkan furnitur lama dari apa yang Kita ketahui, pikirkan, dan yakini sebelum sesuatu yang baru bisa masuk. ” Selain itu, Organisasi harus lebih baik dalam mengambil penelitian di luar “laboratorium” perusahaan dan menghubungkannya dengan masalah di dunia nyata (dengan cara yang efektif, andal, dan efisien). Organisasi juga butuh untuk belajar dari disiplin ilmu lain seperti kedokteran, teknologi informasi, dan bidang bioteknologi dan lain-lain. Karena bisa jadi solusi keamanan pangan masa depan bahkan mungkin tidak datang dari dalam bidang pangan keamanan saja, tapi bisa dari aspek yang lain
  4. Kolaborasi yang lebih baik : Perlu .selalu diingat bagaimana proses mendapatkan makanan from farm to the fork, sistem pangan, menjadi semakin kompleks dan saling bergantung pada banyak bisnis dan individu. Saat ini, lebih dari sebelumnya, keamanan pangan benar-benar menjadi tanggung jawab bersama (Shared Responsibility). Regulator, akademisi, konsumen, dan profesional / praktisi industri harus menyadari bahwa semua dapat berbuat lebih banyak untuk memajukan keamanan pangan bekerja sama daripada bekerja sendiri.

Pada akhirnya, Sumber Daya Akal dan Rasa Manusia dalam menciptakan budaya keamanan pangan serta Kemajuan Teknologi dan Informasi dalam menyediakan tools dan perangkat sistem yang lebih baik, bisa saling mendukung satu sama lain untuk mengisi area-area kosong yang tidak bisa dipenuhi oleh keduanya secara terpisah. Karena hakikatnya Teknologi juga merupakan ciptaan dari akal dan rasa manusia untuk membantu kehidupan manusia menjadi lebih baik.

Bentuk Keterkaitan (Relevansi) Penerapan Kebudayaan Pangan yang berbasis Teknologi Industri 4.0

Dari literasi, referensi dan perbandingan yang sudah secara jelas disampaikan sebelumnya, tantangan berikutnya adalah mencari bentuk kolaborasi yang baik antara Kebudayaan Keamanan Pangan dan Teknologi yang disediakan oleh Revolusi Industri 4.0. Berikut adalah contoh-contoh aplikasi teknologi dalam penerapan kebudayaan pangan dari beberapa praktik di industri pangan :

Contoh Aplikasi dan Kolaborasi Teknologi dalam Penerapan Kebudayaan Pangan

NoProgramDeskripsiTools / Perangkat TeknologiRelevansi Food Safety Culture
1Process Capability Index untuk Critical Process Parameter (CP dan CCP)Digunakan untuk mengukur hubungan kinerja antara proses aktual dengan batas spesifikasi yang diharapkan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas proses dan produktivitas SPC (Statistical Process Control)Kinerja yang konsisten baik dan memenuhi spesifikasi atau ekspektasi organisasi adalah bagian dari budaya keamanan pangan
2Supplier Risk Assessment and ReportingDigunakan untuk mengukur risiko existing supplier secara periodik baik supply maupun kualitasTableu, Power BI, Share PointProaktif dan Tranparan terhadap kinerja supplier serta mendahulukan Improvement Opportunity dan recognition untuk supplier menjadi nilai yang kita endorse ke supplier
3Food Risk Predictive AnalyticsDigunakan untuk mengukur emerging risk atau risiko baru yang akan muncul dengan perkembangan bisnis atau lingkungan industri ke depanBCP (Business Contingency Plan), Share PointSalah satu karakter organisasi yang matang dan proaktif adalah memiliki visi dan antisipasi jauh ke depan untuk peluang dan risiko yang muncul di masa depan
4Environmental Monitoring Program (EMP)Digunakan untuk mengukur hasil verifikasi GMP program di lingkungan industri pangan baik peralatan, bangunan dan manusia secara periodukSimple Excel Report, Power BI, Share PointDengan mengukur kualitas lingkungan berarti secara langsung mengukur hasil implementasi  GMP program yang ada. GMP adalah pre-requisites program untuk QFSMS
5Quality and Food Safety by DesignDigunakan saat New Product Development dengan mengukur semua risk end to end dari design produk, marketing insight, technical risk (QFS), supply chain, dan market acceptabilityProject Worksheet, Share PointSalah satu karakter organisasi yang matang dan proaktif adalah memiliki visi dan antisipasi jauh ke depan untuk peluang dan risiko yang muncul di masa depan. Termasuk salah satunya produk yang akan dikembangkan harus dipersiapkan secara matang khususnya dari sisi aspek Keamanan pangan dan kualitasnya
6CIP OptimizationDigunakan saat menghendaki improvement di CIP Lines untuk meningkatkan efektifitas cleaning maupun dalam hal produktivitasIntelliCIP, CIP Interlock SystemMengukur performance CIP secara proactive dan realtime menjadi bagian konsistensi untuk menjadikan Sanitasi sebagai pre-requisite program untuk QFSMS
7Integrated Barcoding SystemDigunakan untuk mistake proof system (end to end) mulai dari penerimaan material bahan baku, penangan bahan baku di proses (penimbangan, pemasukan dan produk jadi), sampai produk dispatch di WH barang jadiSAP, ThemisMenjamin tidak adanya Human Error adalah dengan menghadirkan Mistake-Proof System yang dikoneksikan dengan Proses Manufacturing yang ada, salah satunya adalah barcode scanning di setiap awal proses.
8Smart MaintenanceDigunakan untuk memprediksi performance alat dengan bantuan sensor dan komputasi sehingga tahu kapan diperluan maintenance secara proaktif.SAP, Predictive Maintenance with Smart SensorsMengukur performance Alat Produksi dan Utility secara proactive dan realtime menjadi bagian konsistensi untuk menjadikan Preventive Maintenance sebagai pre-requisite program untuk QFSMS
9On Line Pest Control ManagementDigunakan oleh modern Pest Control Contractor untyuk menyajikan report dan trend analysis yang lebih real time dan accessible via online (Paperless)Software / Application by 3rd party Pest Control ContractorProaktif dan Tranparan terhadap status Pest Control Program  serta mendahulukan Improvement Opportunity dan recognition menjadi nilai yang kita endorse ke vendor dan user (organisasi)
10Allergen ValidationDigunakan saat melakukan Allergen Validaton baik saat akan melakukan NPD (New Product Development), Validasi HACCP ataupun saat validasi cleaningSimple Excel Report, Share PointMenjamin tidak adanya “health concern” risk dari allergen di keseluruhan proses (end to end) adalah ciri dari organisasi yang proaktif terhadap keamanan konsumen sejak dini.
11Real Time Quality In-Process MonitoringDigunakan oleh production stakeholders seperti QA / QC Process dan Bagian Produksi (Operator, Spv dan Mgr) untuk mendapatkan informasi realtime dari proses yang berjalan, data bsia dianalisis dari Cpk dan trend, dan paperlessInterlock Recording System from Machine or Measuring Device to Computer. Connected to Notebook / TabletProaktif, Realtime dan Tranparan terhadap status proses dan kualitas product in-proses menunjukan komitmen organisasi untuk mengawal kualitas di sepanjang waktu dan proses produksi. Komunikasi monitoring dan penanganan Non Conformities (NC) juga semakin efektif dan efisien.
12GMP Audit ScannerDigunakan oleh Internal Auditor atau bagian audit (QA / QC) saat melakukan GMP Audit dengan menggunakan applikasi yang bisa diinstal di Hand Phone atau Tablet khusus, sehingga proses pencatatan dan risk assessment semua terecatat real time, terhubung dengan data base / central document dan paperlessSoftware / Application for GMP Audit or Scan. Connected to Notebook / TabletGMP Audit atau Scan adalah Proaktif Program yang dilakukan oleh internal organisasi untuk memastikan GMP Program berjalan dengan baik, dengan dikemas secara digital akan memudahkan setiap orang untuk berpartisipasi dalam audit karena lebih mudah, friendly user, connected dan paperless
13People Development Matrix (On Line)Digunakan untuk memetakan kompetensi, job description, people development dan goals /  objectives dari seroang karyawan di organisasi (individu)Workday, Hiris, Training Need AnalysisSalah satu ciri dari organisasi yang memiliki budaya keamanan pangan yang kuat, semua yang terkait input dan contributor agar seseorang memiliki knowledge dan awareness yang baik tentang keamanan pangan adalah orang tersebut bisa dianalisa, dikembangkan dan dievaluasi dengan baik.
14Food Safety Culture Campaign MediaDigunakan untuk mengkampanyekan program-program Food Safety Culture secara audio – visual di seluruh bagian fasilitas perusahaan maupun di alat komunikasi karyawanBanner (Physical, Electronic), Media Social (WA Group, Facebook, etc), Screen Saver, Computer Background, AdvertisingSalah satu cara untuk menanamkan tag line atau doktrin yang ingin dipahami oleh semua bagian organisasi adalah dengan kampanye yang massif dan konsisten. Semua jenis media audio visual dan program kampanye yang ada di organsiasi menjadi bagian utama untuk mengkatalis food safety culture di organisasi terutama di awal-awal penerapan food safety culture

Dari contoh-contoh kolaborasi teknologi dan relevansinya dengan penerapan kebudayaan pangan di atas, bisa disimpulkan bahwa Kebudayaan Keamanan Pangan dan Teknologi tidak bisa didikotomikan atau di kotak-kotakan sebagai sesuatu yang kontraproduktif atau berlawanan, justru inovasi ke depan harus bisa menjawab kebutuhan dan keinginan industri pangan dalam menerapkan Kebudayaan Keamanan Panagan yang Modern dan senantiasa bisa menyesuaikan dinamika perkembangan teknologi dan informasi. Sengan kalimat penutup sederhana, Industri Pangan masih memerlukan nilai dan idealisme yang kuat dalam menyediakan produk yang aman dan berkualitas untuk konsumen dengan cara mengadopsi kemajuan teknologi yang akan memudahkan mencapai tujuan tersebut untuk tetap bisa kompetitif di pasar. **

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles