23.6 C
Bogor
Sunday, November 24, 2024

Buy now

spot_img

Dinilai Absurd, Aktivis KAMI Tetap Divonis 10 Bulan

Depok | Jurnal Inspirasi

Hukuman selama 10 bulan kurungan penjara terhadap aktivis Koalisi Aksi Menyelamatkan Indonesia (KAMI) Syahganda Nainggolan dijatuhkan Pengadilan Negeri Depok atas kasus berita bohong soal Omnibus Law, Kamis (29/4). Meski hukuman itu dinilai Gerakan Pro Demokrasi Indonesia termasuk absurd.

“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa selama 10 bulan penjara,” kata Ketua Majelis Hakim Ramon Wahyudi di Pengadilan Negeri Depok.

Putusan atau vonis yang dijatuhkan hakim, lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut terdakwa selama enam tahun penjara. Oleh hakim, Syahganda didakwa melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) atau Pasal 15 Undang-undang (UU) Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.

Terhadap putusan tersebut, majelis hakim telah membacakan hak-hak terdakwa dan JPU sebagaimana pasal 196 ayat (3) KUHAP terkait upaya hukum. “Dari vonis itu penasihat hukum terdakwa dan JPU menyatakan pikir-pikir selama tenggang waktu tujuh hari,” ucap Humas Pengadilan Negeri Depok, Ahmad Fadil.

Menanggapi hal tersebut, JPU, Arief Syafriyanto, mengatakan, pihaknya akan mempertimbangkan langkah untuk melakukan banding. JPU akan mempelajari terlebih dahulu tentang putusan tersebut.

“Sikap kami sudah jelas kami akan pikir-pikir terhadap perkara tersebut untuk mempelajari keputusan majelis hakim,” ujarnya.

Menurut Presidium Gerakan Pro Demokrasi Indonesia Andrianto, seharusnya rekan seperjuangannya itu bebas murni. “Dari fakta persidangan tidak terpenuhi unsur, dalil, maupun faktual hukumnya. Sidangnya Absurd. Hanya untuk memenjarakan Syahganda,” kata Andrianto, Kamis (29/4) malam.

Andrianto menilai, hakim yang harusnya independen tidak bisa lepas dari intervensi. Padahal Reformasi sudah menghasilkan independensi hakim lepas dari cabang eksekutif. “Kalau hakim pahami itu, Syahganda mesti bebas murni,” ujarnya.

Menurut deklarator KAMI tersebut, ada preseden dari vonis itu yakni kebebasan berpendapat melalui medsos dalam hal ini Twitter bisa terkena sanksi hukum. Padahal, subtansi negara adalah kebebasan yang dijamin konstitusi yakni UUD 45. “Dan lucunya lagi dalam tuntutan jaksa malah masukkan Grup WA sebagai dasar tuntutan,” pungkasnya.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles