Bogor | Jurnal Inspirasi
Permasalahan masih tertunggaknya pembayaran pengadaan alat kesehatan (alkes) di Rumah Sakit (RS) Lapangan senilai Rp5,6 miliar, mendapat sorotan dari Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) se-Bogor Raya. Bem Se Bogor soroti persoalan RS Lapangan, Desak Kejari Kota Bogor segera tangani hal tersebut.
Ketua BEM se-Bogor Raya M Aditya Abdurahman menduga telah terjadi tumpang tindih regulasi pada RS Lapangan yang dibangun dalam waktu dua pekan. “Diduga banyaknya tumpang tindih regulasi dengan sifatnya yang terburu-buru,” ujarnya kepada wartawan, Minggu (25/4).
BEM juga mempertanyakan langkah penutupan RS Lapangan dengan memperkuat puskesmas dan mengalokasikan alkes ke puskesmas. “Perlu dipertanyakan integritas walikota. Sebab, beliau pernah mengatakan akan tetap menyiagakan operasional RS Lapangan untuk mengantisipasi lonjakan kasus pada momen Ramadan dan Idul Fitri,” ungkapnya.
Aditya menilai, pemkot telah menunjukan sikap inkonsistensi. Iapun mempertanyakan mengenai vendor penyedia alkes untuk RS Lapangan.
Aditya juga mendesak Kejari Kota Bogor untuk mengedepankan penegakan hukum agar mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan dampak dari kasus RS Lapangan. “Kami minta kejari langsung turun mendalami permasalahan ini,” ucapnya.
Lebih lanjut, iapun mempertanyakan nasib para pekerja, karena dengan penutupan RS Lapangan akan terjadi pemutusan kontrak. “Menjelang Idul Fitri maupun hari Buruh ini akan menjadi stimulus bagi para pekerja,” jelasnya.
Sebelumnya Kejaksaan Negeri (Kejari) Kota Bogor mengaku akan mendalami permasalahan yang terjadi RS Lapangan, sehingga tunggakan pengadaan alkes sebesar Rp5,6 miliar bisa diketahui publik secara terang benderang.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Kota Bogor, Cakra Yudha mengatakan, dalam proses pendirian RS Lapangan memang dilakukan pendampingan oleh bidang perdata dan tata usaha negara (datun). Namun, pencegahan dan penindakan merupakan dua hal yang berbeda. “Ya, yang pasti kami akan mendalami dan mempelajarinya,” ujar Cakra.
Kata dia, pendamping perdata itu mulai administrasi dan kesesuaian aturan. Jadi memang ada permasalahan di kemudian hari, maka tentunya akan dipelajari. “Pendampingan yang dilakukan sebelumnya bersifat yuridis dan normatif,” tukasnya.
** Fredy Kristianto