Jakarta | Jurnal Inspirasi
Rapat Paripurna DPR RI sudah memutuskan Rancangan Undang-Undang Pemilu tidak masuk lagi di program legislasi nasional (prolegnas) prioritas 2021, sehingga revisi UU Pemilu Nomor 7 tahun 2017 dipastikan tak akan dilakukan. Kondisi ini menimbulkan asumsi, jika UU Pemilu tidak direvisi dan presidential threshold tetap dipatok di angka 20% dan 25 % gabungan partai politik, maka berpotensi terbentuk 3 koalisi pasangan Capres-Cawapres di Pilpres 2024 mendatang.
Seperti diungkap Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Studies (Indostrategic), A Khoirul Umam. Jika skenarionya Pilpres 2024 diikuti oleh 2 pasangan Capres, besar kemungkinan yang akan maju adalah Prabowo Subianto-Puan Maharani dan Anies Baswedan-Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
“Problemnya, banyak partai politik papan tengah yang cenderung bersikap pragmatis, asal menang, dan tidak memiliki tokoh publik yang marketable, maka mereka cenderung mengekor ke partai-partai besar. Akibatnya, hanya terbentuk koalisi 2 pasangan calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres),” ujarnya, Selasa (23/3).
Sementara nama-nama populer lain seperti Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, dan Menparekraf Sandiaga Uno dinilai akan terganjal oleh ketiadaan dukungan partai politik.
Dia menuturkan, di PDI Perjuangan, nama Puan akan lebih diprioritaskan sebagai trah Soekarno. Selain itu, pengalaman mengajukan Jokowi sebagai presiden melahirkan evaluasi bahwa meskipun yang bersangkutan “petugas partai”, namun tidak bisa dikendalikan penuh oleh kekuatan ‘Teuku Umar’.
Bahkan, menurut Umam, jika Ganjar yang berkarakter luwes, cair dan mudah membangun network politik diajukan sebagai representasi PDIP, hal itu berpeluang membuka manuver-manuver para pialang politik di PDIP untuk mengambil alih (take over) kepemimpinan PDIP dari trah Soekarno, utamanya ketika Megawati Soekarnoputri sudah memutuskan mundur dari panggung politik praktis karena alasan regenerasi.
“Fenomena yang terjadi di Partai Demokrat saat ini, dimana muncul makelar-makelar kekuasaan yang malas bekerja keras membangun mesin politik dan berusaha mencaplok kekuatan partai lain, berpotensi membayangi dan mengancam setiap proses regenerasi politik di partai-partai, tak terkecuali PDIP di tangan Puan kelak,” ujarnya.
Lebih lanjut Umam mengatakan, sementara kartu politik Sandiaga Uno ditentukan oleh maju atau tidaknya Prabowo di Pilpres 2024. Sedangkan Ridwal Kamil kemungkinan akan terpental karena ketiadaan dukungan Parpol, kecuali Gubernur yang akrab disapa Kang Emil itu bisa meyakinkan sejumlah Parpol bahwa dukungan untuk dirinya adalah urgen dan relevan.
“Maka, peluang pasangan koalisi Capres-Cawapres yg berpeluang terjadi adalah Prabowo-Puan dan Anies-AHY. Puan akan disubtitusikan PDIP yang memiliki suara besar, namun dengan elektabilitas terbatas. Sementara tim Gerindra, jika Prabowo maju, mereka akan meyakinkan agar Anies tidak maju di perhelatan 2024,” ungkapnya.
Dalam konteks ini, kata Umam, jejaring politik Jusuf Kalla akan memainkan peran penting. Jika mereka mampu meyakinkan Nasdem dan PKS saja, bergabung dengan Demokrat yang akan mengusung AHY, maka perkawinan politik Anies-AHY yang didukung 3 partai yang masing-masing berkekuatan 8%, maka akan melampaui syarat presidential threshold 20%.
“Anies-AHY bisa merepresentasikan kekuatan muda dan simbol regenerasi kepemimpinan nasional. Sedangkan Prabowo-Puan akan dipandang wakil mereka yang berpengalaman di pemerintahan,” katanya.
Lebih jauh Dosen Politik Universitas Paramadina itu menyatakan, peta 2024 juga akan sangat ditentukan oleh sikap Golkar dan PKB yang memiliki kekuatan suara cukup baik, namun minim tokoh yang markatabel di pasar politik tanah air.
Sehingga, karakternya, Golkar akan bergabung dengan koalisi besar yang dianggap berpotensi besar menang. Sedangkan PKB yang belum pernah salah memiliih pasangan Capres selama 4 kali Pilpres terakhir, akan bersikap rasional dan punya pertimbangan yang lebih strategis.
“Namun patut diingat, Pilpres 2024 akan merujuk kembali pada 2004 dan 2014, di mana kekuatan koalisi besar tidak menjamin Capres-Cawapresnya terpilih, jika memang tidak connect dengan harapan rakyat,” pungkasnya.
** ass