Ahli Epidemiologi tak Inginkan Vaksin Lain
Jakarta | Jurnal Inspirasi
Pemerintah telah memulai program vaksinasi Covid-19 menggunakan vaksin Sinovac asal perusahaan China, sedangkan vaksin Merah Putih yang dikembangkan di dalam negeri rupanya belum siap karena tak termasuk dalam suplai vaksin untuk penanganan Covid-19. Namun ahli epidemiologi dr Tifauzia Tyassuma tak menginginkan vaksin Corona asal luar negeri selain vaksin Merah Putih.
Direktur Utama PT Bio Farma Honesti Basyir menjelaskan saat ini ada 7 lembaga yang mengembangkan vaksin merah putih. Lima di antaranya berada di bawah perguruan tinggi yakni Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (Unpad), Universitas Indonesia (UI), Universitas Gadjah Mada (UGM), dan Universitas Airlangga (Unair).
Dua lainnya ada di bawah Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti), yakni Lembaga Biologi Molekuler Eijkman dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). “Dari sisi timeline yang tercepat itu kemungkinan ada di programnya Lembaga Eijkman,” kata Honesti dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, Kamis (14/1).
Honesti menjelaskan, Lembaga Eijkman mengembangkan kandidat vaksin dengan platform protein rekombinan. Platform yang sama pernah digunakan sebelumnya di Bio Farma untuk memproduksi vaksin Hepatitis B. Soal target produksi, sejak awal memang diperkirakan tidak mungkin diselesaikan pada 2021. Karenanya, vaksin merah putih tidak masuk dalam program suplai vaksin untuk penanganan COVID-19 di tahun tersebut.
“Rencana kalau seandainya yang dari Eijkman ini bisa seed vaksinnya sampai di kita di Q1-2021 ini, kita akan proses,” jelas Honesti. “Kalau semua berjalan lancar, kemungkinan di Q3 kita sudah bisa memproduksi vaksin merah putih sebagai bagian dari kemandirian kesehatan Indonesia,” tambahnya.
Sementara ahli epidemiologi dr Tifauzia Tyassuma menegaskan tidak akan mengizinkan penggunakaan vaksin Covid-19 selain vaksin Merah Putih. Dokter yang akrab dipanggil dr Tifa ini mengaku tidak takut ditodong pistol atau dipecat demi memperjuangkan vaksin Merah Putih.
“Saya tidak mengizinkan siapapun juga, walau dengan todongan pistol sekalipun, walau dengan ancaman saya dipecat sekalipun, walau dengan ancaman denda sekalipun, walau dengan ancaman pidana sekalipun, untuk menyuntikkan Vaksin Corona, selain Vaksin Merah Putih,” ucapnya di akun Facebook pribadinya, dr Tifauzia Tyassuma.
Akademisi bidang epidemiologi ini menyebut lebih baik dia mati karena menggunakan vaksin Merah Putih ketimbang mati karena menggunakan vaksin lain. “Kalau seandainya saya mengalami efek samping ringan, sedang, atau berat, atau sampai mati sekalipun, saya lebih baik mengalaminya karena Vaksin Merah Putih, bukan karena Vaksin yang lain. Seandainya saya mati karena Vaksin Merah Putih, setidaknya kematian saya berjasa, untuk membuat Peneliti Vaksin Merah Putih, memperbaiki kualitas Vaksin tersebut, agar tidak terjadi lagi pada diri orang lain,” tegasnya.
Di akhir postingannya, dr Tifa menegaskan tidak menolak vaksin Covid-19, tetapi dia tidak akan mau disuntik vaksin selain vaksin buatan Indonesia. “Sekali lagi saya tegaskan di sini. Saya tidak Anti Vaksin. Tetapi saya tidak mau disuntik Vaksin selain Vaksin dari Virus Asli Indonesia, Vaksin yang dibuat oleh Bangsa Indonesia sendiri. TITIK!,” tegasnya.
** ass