- > Cari ‘Gratisan’, Pemkot Bogor Rayu Kementerian PUPR
Bogor | Jurnal Inspirasi
Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor saat ini tengah memutar otak agar dapat membangun Jembatan Otista tanpa menggunakan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) sebesar Rp120 miliar.
Hal itu lantaran adanya regulasi bahwa setiap proyek yang memakai PEN tidak boleh multiyears. Sedangkan, pembangunan Jembatan Otista dipastikan tidak bisa dikerjakan selama setahun. Alhasil, Pemkot Bogor pun mencari alternatif untuk membangun jembatan itu, salah satunya dengan ‘merayu’ Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).
Kementerian PUPR didampingi Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) dan Dinas PUPR Kota Bogor meninjau langsung Jembatan Otista pada Kamis (7/1).
Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan, salah satu kendala pemanfaatan dana PEN adalah adanya pembatasan proyek tahun anggaran. “Sementara untuk Jalan Otista terdapat 2 jembatan yg harus dibangun ulang yakni Jembatan Ciliwung dan jembatan Cibalok, dengan perkiraan penyelesaian sekitar 18 bulan atau 1,5 tahun,” ujarnya kepada wartawan, Kamis (7/1).
Kendati, Pemkot Bogor telah mendapat sinyal dari Kementerian PUPR untuk membangun Jembatan Otista secara ‘gratis’ seperti halnya fly over RE Marthadinata. Namun, Dedie menegaskan bahwa Pemkot Bogor belum memutuskan, apakah kebijakan pengajuan PEN untuk proyek jembatan tersebut dibatalkan.
“Belum putus tapi sedang dicoba dikomunikasikan dengan PUPR untuk dicari kemungkinan pembiayaan alternatif dari pusat,” ucapnya.
Dedie menegaskan bahwa Pemkot Bogor tetap mengajukan pinjaman PEN ke Kemenkeu sebesar Rp494.858.479.708. “Tetap (ajuan pinjaman PEN), sambil mencari solusi lain,” tegas dia.
Selain Jembatan Otista, kata Dedie, Pemkot Bogor juga mengajukan kepada Kementerian PUPR agar Jembatan MA Salmun dapat diperbaiki lantaran beberapa tiang penyangga sudah retak-retak.
Sementara itu, Sekretaris Bappeda, Rudi Mashudi mengatakan, Pemkot Bogor meminta bantuan Kementerian PUPR untuk membangun Jembatan Otista dan MA Salmun. Rencananya, kata dia, kementerian akan melakukan review terhadap hal itu.
“Memang pembangunan Jembatan Otista itu harus multiyears, tapi kan tidak memakai PEN. Makanya kami minta bantuan PUPR,” ungkapnya.
Untuk Detail Engineering Design (DED) akan direview oleh Kementerian PUPR. “Jadi mereka hanya tinggal menunggu proposal, nantinya akan ditindak lanjuti oleh Dinas PUPR Kota Bogor,” jelasnya.
Rudi menyatakan bahwa Pemkot Bogor menilai bahwa pembangunan Jembatan Otista dan MA Salmun sangat penting untuk ditangani. Sebab, konstruksi sudah rusak, dan berpotensi menimbulkan korban jiwa.
“Lagi pula akses ke Pasar Anyar terganggu. Sedangkan Jembatan Otista menjadi titik kemacetan karena kondisi bottle neck dan menjadi gerbang masuk Kota Bogor,” ucapnya.
Terpisah, Anggota Komisi III DPRD, Dody Setiawan menegaskan bahwa dewan secara tegas menolak pembangunan Jembatan Otista menggunakan PEN lantaran nominalnya yang bertambah tiga kali lipat dari Rp40 miliar menjadi Rp120 miliar.
“Selain itu pun secara keuangan sangat memberatkan,” ucap pria yang juga menjabat sebagai Ketua DPC Partai Demokrat Kota Bogor itu.
Kata Dody, kendati Pemkot Bogor ‘merayu’ Kementerian PUPR agar dapat membangun Jembatan Otista secara ‘gratis’ sebagai solusi terkendalanya pemanfaatan PEN. Namun, pemerintah harus tetap terlebih dahulu berkomunikasi dengan DPRD untuk memberikan kejelasan.
“Harus jelas dulu, jangan sampai gratis-gratis ngebangun. Tahunya membangun menggunakan dana PEN,” tandasnya.
** Fredy Kristianto