Bogor | Jurnal Inspirasi
Sidang perkara dugaan pemalsuan surat atas terdakwa Rina Yuliana kembali digelar di Pengadilan Negeri Bogor, dengan agenda pemeriksaan saksi, Kamis (7/1). Jaksa Penuntut Umum (JPU) menghadirkan saksi Lucky Azizah langsung di ruang sidang. Sedangkan Rina Yuliana mengikuti sidang secara virtual.
Pada persidangan Majelis Hakim yang diketuai Arya Putra Negara menanyakan kegiatan lain usaha di luar profesi dokter dan pengelola rumah sakit. Dihadapan Majelis Hakim, Lucky Azizah menjelaskan, awalnya ia mau membuka cabang rumah sakit di wilayah Kecamatan Bogor Barat medio 2015 lalu.
Ia sendiri selaku komisaris PT. Jakarta Medika. Sedangkan rumah sakit dibangun PT. Muhammad Medika Abadi yang merupakan anak perusahaan dengan pelaksana proyek Fikri Salim. Ketua Majelis lalu bertanya apakah perusahaan induk mengeluarkan surat kuasa kepada Fikri Salim.
“Tidak ada,” jawab Azizah. Ia juga menegaskan tidak pernah menandatangani surat kuasa baik untuk Fikri Salim maupun Rina Yuliana.
Ia membeberkan, kondisi pembangunan rumah sakit saat ini mencapai 70 persen dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) keluar untuk empat lantai dan dua basement. Padahal, sambung dia, dari desain memiliki tujuh lantai ditambah satu basement.
Perusahaan, sambungnya, telah mengeluarkan dana Rp1,14 miliar untuk IMB dan izin operasional. Azizah mengaku sudah mengarahkan untuk pengurusan perizinan rumah sakit dilakukan secara resmi tanpa pihak ketiga. Namun ia baru mengetahui pengurusan perizinan itu dilakukan tidak resmi pada 20 Agustus 2019. “Sejak itu saya langsung close (keuangan),” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan, terbongkarnya kasus ini setelah dilakukan audit independen. Bahkan ia menyebutkan ada pemalsuan tanda tangan yang dipakai untuk mentransfer uang ke Fikri Salim, Rina Yuliana dan lainnya. “Saya memang terlalu sibuk. Ada konspirasi,” ungkapnya.
Sementara kuasa hukum terdakwa menanyakan kepada saksi perihal laporan kliennya. Kata Azizah, perusahaan yang melaporkan kasus dugaan pemalsuan surat bukan dirinya secara pribadi. Kuasa Hukum kemudian menanyakan hubungan dengan Fikri Salim. “Pegawai,” jawab Azizah. Ia juga menjelaskan tidak mengenal Rina Yuliana saat ditanya kuasa hukum terdakwa.
Ketua Majelis sempat bertanya kepada terdakwa apakah ada bantahan terhadap keterangan saksi. “Iya yang mulia. Saya bekerja kepada almarhum bapak Selamet Isnanto,” jawab Rina Yuliana.
Diakhir sidang, JPU menyampaikan bukti kuitansi dan transfer ke Majelis Hakim. Sesuai jadwal, sidang lanjutan dengan agenda menghadirkan saksi akan kembali digelar di Pengadilan Negeri Bogor pada Jumat (8/1).
Sedangkan untuk sidang dengan terdakwa Fikri Salim, Azizah memberikan kesaksian tentang konspirasi yang dilakukan Fikri Salim Cs dalam melakukan penipuan untuk mendapat keuntungan.
Dihadapan majlis hakim, saksi juga mengklarifikasi soal identitas Fikri Salim yang di kartunama tercantum sebagai Direktur Umum di perusahaanya dan gelar sarjana tehnik. “SMA saja tidak lulus bagaimana bisa punya gelar ST, dan gak mumgkin saya angkat sebagai direktur umum,” kata Azizah.
Menurut saksi, konspirasi itu dilakukan sejumlah barang dan dalangnya adalah Fikri Salim. “Untuk diluar Fikri Salim membawa 4 orang antaralain Soni, Rina Yuliana, Slamet Isnanto dan Hadi. “Kalau untuk didalam Fikri berkonspirasi dengan Junaedi, Samsudin, Mujianto arsitek senior, Marzuki, Eny dan Riky Supriadi,” katanya.
Masih didalam persidangan jaksa menunjukan surat palsu yang buat Junaedi atas perintah Fikri Salim, Sony Riadi, Rina Yuliana dan Riki Supriadi untuk bisa mendapatkan aliran dana. Jaksa juga menunjukan bukti aliran dana melalui puluhan bukti transaksi mulai jutaan rupiah hingga ratusan juta rupian dengan jumlah total aliran dana mencapai miliaran rupiah.
Namun, ketika ditanya tentang keterangan dari saksi, Fikri Salim mengaku keberatan, misalnya keterangan soal SK, dengan alasan alamat di SK tidak sesuai dengan di KTP dirinya. Namin dia mengklaim bertanggungjawab atas bangunan RS tersebut.
Keterangan Fikri cukup memancing emosi saksi, namun dilerai oleh Majlis hakim. “Mohon hormati persidangan, semua diberikan hal untuk berbicara dan biarkan kami yang menilai, kalau tidak sesuai dengan fakta maka akan memberatkan terdakwa,” kata Majlis Hakim.
** Fredy Kristianto