Disease X Bisa Jadi Pandemi Baru
Jakarta | Jurnal Inspirasi
Covid-19 rupanya bukan jadi pandemi terakhir di belahan dunia. Di masa depan kemungkinan masyarakat bumi tetap harus berurusan dengan sebuah penyakit menular. Prediksi tersebut dikemukakan oleh profesor emeritus dari pengobatan darurat Universitas Arizona, Kenneth Iserson. Menurutnya masyarakat bumi sudah melihat sejumlah penyakit baru yang berpotensi menjadi penyakit X atau disease X.
Penyakit X merupakan penyakit menular parah yang belum diketahui manusia, termasuk sindrom pernapasan akut atau SARS dan Ebola. Namun sayangnya,  Covid-19 yang Sudah terjadi sepanjang tahun 2020 tidak membuat manusia belajar banyak untuk mempersiapkan pandemi berikutnya nanti.
“Ada kemungkinan penyakit yang belum diketahui ini namun sudah beredar dan memiliki implikasi untuk menghancurkan,” kata Kenneth Iserson dikutip The Straits Times, Sabtu (2/12).
Tindakan pencegahan terbaik menurut Iserson adalah adanya pengawasan aktif di tingkat internasional. Terutama untuk wilayah yang berpotensi jadi tempat pertama terjadi pandemi baru yakni China, Amazon dan Afrika Tengah.
Bahkan menyoal vaksin yang dianggap seperti jalan keluar dari pandemi, dikatakan Presiden Yayasan Kesehatan Masyarakat India, Srinath Reddy bukan menjadi perlindungan jangka panjang. “Mikroba akan belajar untuk bermutasi. Pandemi baru dimulai dan mendatangkan malapetaka sebelum kita bisa mengembangkan vaksin atau menguji obat melawan pandemi itu,” kata dia.
Prediksi adanya pandemi baru di masa depan juga dikatakan pendiri Microsoft, Bill Gates. Menurutnya kedatangan penyakit baru tergantung penanganan dunia saat ini. “Jika kita melakukannya dengan baik akan datang pada 20 tahun, namun tetap harus berasumsi akan datang dalam tiga tahun,” ungkapnya.
Sementara para ilmuwan memperingatkan kemunculan virus mematikan lainnya yang disebut Disease X. Disease X atau penyakit X yang berarti penyakit tidak terduga ini masih bersifat dugaan untuk saat ini. Penyakit yang ditakuti para ilmuwan dan pakar kesehatan masyarakat ini dapat menyebabkan penyakit serius di seluruh dunia ketika virus baru mematikan itu ditemukan.
Ahli menyebut gejala Disease X muncul di Afrika. Seorang pasien yang dirahasiakan namanya menjalani pemeriksaan setelah mengalami gejala awal demam berdarah. Beberapa pengetesan termasuk Ebola, namun hasilnya negatif.
Ia diperiksa di National Institute of Biomedical Research (INRB) di Kinshasa, ibu kota Republik Demokratik Kongo. Sebelumnya pasien ini diisolasi untuk menghindari infeksi Ebola. Anak-anaknya juga telah dites, namun sampai saat ini tidak menunjukkan gejala apa pun.
Menurut Dr. Dadin Bonkole, ini bukan kemungkinan yang berasal dari fiksi ilmiah (science fiction), namun ketakutan ilmiah yang berdasarkan fakta ilmiah. “Kita semua sudah seharusnya takut,” kata Bonkole dikutip dari CNN, Minggu (3/1). “Ebola tidak dikenal sebelumnya. Covid-19 tidak dikenal sebelumnya, kita harus takut dengan penyakit-penyakit baru,” imbuhnya.
Professor Jean-Jacques Muyembe Tamfum yang membantu menemukan virus Ebola pada 1976 menyebut umat manusia menghadapi potensi virus mematikan baru yang tidak diketahui jumlahnya.
“Kita sekarang di dunia di mana patogen akan bisa keluar dan mengancam kemanusiaan,” kata Muyembe.
Muyembe mengambil sampel darah pertama dari para korban penyakit misterius yang menyebabkan pendarahan, dan membunuh sekitar 88 persen pasien dan 80 persen staf yang bekerja di Rumah Sakit Misi Yambuku ketika penyakit itu pertama kali ditemukan.
Darah dikirim ke Belgia dan Amerika Serikat. Dari hasil penelitian, para ilmuwan menemukan virus berbentuk cacing. Mereka menyebutnya “Ebola”. Sementara itu, penyakit misterius yang dialami pasien di Ingende masih terus diwaspadai karena sampai sekarang belum teridentifikasi.
Karena itu, Muyembe memperingatkan kemunculan lebih banyak penyakit zoonosis atau penyakit yang berpindah dari hewan ke manusia di masa depan.
Demam kuning, berbagai bentuk influenza, rabies, brucellosis, dan penyakit Lyme adalah beberapa di antara penyakit yang ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit seringkali ditularkan melalui perantara seperti hewan pengerat atau serangga. Mereka pernah menyebabkan epidemi dan pandemi sebelumnya.
Muyembe menilai pandemi di masa depan akan lebih buruk dari pandemi Covid-19. Sejak infeksi hewan-manusia pertama yakni demam kuning pada 1901, para ilmuwan telah menemukan sedikitnya 200 virus lain yang diketahui menyebabkan penyakit pada manusia.
Menurut penelitian Mark Woolhouse, profesor epidemiologi penyakit menular di Universitas Edinburgh, spesies virus baru ditemukan dengan kecepatan tiga hingga empat kali setahun. Mayoritas berasal dari hewan.
Para ahli mengatakan meningkatnya jumlah virus yang muncul sebagian besar disebabkan oleh kerusakan ekologi dan perdagangan satwa liar. Saat habitat alami mereka menghilang, hewan seperti tikus, kelelawar, dan serangga bertahan hidup di mana hewan yang lebih besar punah. Mereka bisa hidup berdampingan dengan manusia dan sering dicurigai sebagai ‘perantara’ yang dapat membawa penyakit baru bagi manusia.
Para ilmuwan mengaitkan wabah Ebola di masa lalu dengan perusakan hutan hujan. Sebuah studi 2017 menunjukkan bahwa 25 dari 27 wabah Ebola yang terletak di sepanjang batas bioma hutan hujan di Afrika Tengah dan Barat antara 2001 dan 2014 dimulai di tempat-tempat yang telah mengalami deforestasi sekitar dua tahun sebelumnya. Para ilmuwan menambahkan, wabah Ebola zoonosis muncul di daerah yang kepadatan populasi manusia tinggi dan virus dapat menular dengan cepat.
** ass