Malang | Jurnal Inspirasi
Saat ini telah memasuki era digital, dimana hampir seluruh aktivitas tidak dapat terlepas dari gadget. Smartphone, laptop, tab, dan gadget lainnya sudah seperti bagian dari hidup manusia yang tidak bisa dilepaskan. Semua proses dan layanan sudah bergerak ke arah online, yang artinya dapat diakses dengan mudah dimana dan kapan saja melalui gadget.
Sementara sisi lain, pandemi Covid-19 memberikan dampak luar biasa, proses pembelajaran yang semula tatap muka langsung dialihkan ke sistem daring. Hal itu membuat para pengampu dipaksa belajar sistem digital setelah sebelumnya lebih banyak dengan pembelajaran konvensional.
Kepala Balai Besar pelatihan Peternakan (BBPP) Batu Dr. Wasis Sarjono, S.Pt, M.Si menggagas sebuah model pelatihan kombinasi antara konvensional dan online. Strategi Pelatihan Vokasi pengolahan Susu Bagi Petani Milenial secara Blended Learning. Respon positif muncul dari berbagai kalangan seperti K.H. Drs. Hasan Aminuddin, M.Si Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Dapil II Jatim, Prof Dr. Ir. Dedi Nursyamsi, M.Agr Kepala Badan BPPSDMP Kementan, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan Dirjen PKH Ir. Fini Murfiani. M. Si, Prof. Dr Ir. M. Bisri Pengasuh Ponpes Bahrul Maqfiroh Malang termasuk beberapa Dinas Pertanian Propinsi yang tentu saja didalamnya para penyuluh dan generasi milenial.
Dalam kesempatan launching Bravo Tani Bening, Kepala Badan PPSDMP Kementerian Pertanian
Prof. Dedi Nursamsyi menyampaikan dan sekaligus mengingatkan bahwa sebagai insan pertanian tidak terlepas dari tanggungjawab untuk dapat menghidupi dan mampu mensejahterakan terhadap 267 juta jiwa bangsa Indonesia, dan ini perlu didukung sdm pertanian yang berdaya saing tinggi.
Saat ini keadaan pertanian Indonesia mengalami penurunan dalam segi pelaku petaninya. Jika terus begitu, maka 10 tahun yang akan datang Indonesia akan mengalami krisis petani, petani muda di Indonesia yang berusia 20-39 tahun hanya berjumlah 2,7 juta orang atau sekitar 8 persen dari total jumlah petani di Indonesia sebanyak 33,4 juta orang. 90 Persen lainnya masuk ke dalam kategori petani yang sudah tua.
Bila dilihat dari pendididkan masih banyak yang lulusan SD/SMP, sementara Perguruan tinggi hanya sebesar 1.5% ini tentu tidak signifikan bila berdasar jumlah penduduk kita tapi ternyata dalam kenyataannya petani milenial mampu menyediakan lapangan usaha baik buat untuk dirinya maupun orang lainnya.
Lebihlanjut Dedi mengatakan pertanian tradisional dicirikan dengan alat yang sederhana, pada saat jumlah penduduk sedikit masih memungkinkan dapat tercukupi dan sejahtera namun sejalan dengan pertumbuhan penduduk tentunya model lama harus segera dirubah dengan menggunakan alat dan mesin pertanian yang memungkinkan dapat bekerja lebih cepat.
Pemanfaatan internet sekarang sudah menjadi suatu kebutuhan, apalagi disaat pandemik banyak yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan berbagai hal, termasuk didalamnya untuk pelatihan tertentu.
Peningkatan kompetensi akan mempercepat peningkatan kompetensi SDM dengan orientasi menghasilkan tenaga kerja pertanian bersertifikasi (certified job seeker) dan tenaga kerja yang mempu menciptakan pekerjaan (job creator).
Selanjutnya, job creator pertanian yang memiliki nilai kompetitif akan dikembangkan pada Pusat Pelatihan Pertanian dan Perdesaan Swadaya (P4S). Bravo Tani Bening, diharapkan dapat menjawab perubahan yang terjadi dengan cepat, segera dapat dilakukan dan dapat dikembangkan lebih luas lagi terutama untuk petani milenial. Demikian pungkas Dedi.
**T2S/Wan