Jakarta | Jurnal Inspirasi
Presentasi yang disampaikan oleh Puska Gender UI kepada mahasiswa baru Universitas Indonesia dalam Program Pengenalan Kehidupan Kampus Mahasiswa Baru (PKKBM) 2020 mendapat banyak sorotan. Pendekatan Sexual Consent dalam materi presentasi “Peduli, Hindari, dan Cegah Tindak Kekerasan Sexual” berpolemik karena paradigm Sexual Consent bisa menerabas norma agama dan budaya Indonesia.
Kritik perihal Sexual Consent pun diungkapkan Mantan Direktur Kemahasiswaan UI, Kamarudin. Dia mengaku telah menyaksikan langsung bahwa ada materi itu yang dimuat di akun YouTube resmi milik Direktorat Kemahasiswaan UI. “Menurut saya pendekatan sexual consent (persetujuan para pihak dalam melakukan aktivitas seksual) dalam materi tentang kekerasan seksual itu kontroversial. Apalagi yang disampaikan berasal dari rancangan undang-undang yang belum resmi jadi undang-undang,” ujar Kamarudin dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (22/9).
Menurut Dosen Ilmu Politik Universitas Indonesia ini, banyak koleganya para dosen UI yang juga tidak setuju dengan materi tersebut dan mendukung pihak Direktorat Kemahasiswaan menarik materi tersebut dari akun YouTube. “Banyak teman-teman dosen UI yang tidak setuju dengan materi tersebut,” ujarnya.
Menurut Kamarudin, seharusnya pemateri tidak hanya membingkai materi pencegahan kekerasan sexual dengan pendekatan sexual consent tetapi seharusnya menggunakan pendekatan nilai-nilai Pancasila, UUD 1945, norma-norma agama dan budaya Indonesia.
Paradigma Sexual Consent, sambung dia, adalah paradigma feminisme liberal barat yang justru memberikan justifikasi untuk menerabas batas-batas norma di Indonesia sebagai bangsa yang menghormati norma agama dan budaya ketimuran.
“Jadi dengan pendekatan sexual consent, tidak penting hukum halal-haram dalam agama, tidak penting melanggar hukum atau tidak, tidak penting apakah itu pantas atau tidak pantas, yang paling penting adalah kedua belah pihak setuju atau consent untuk melakukan aktivitas sex. Ini tentu bahaya,” tegas dia.
Seharusnya, lanjut Kamaruddin, pendidikan seks itu mengajarkan mana yang boleh dan tidak boleh dalam bingkai norma hukum dan agama. Bukan sekadar consent atau persetujuan dua pihak yang menimbulkan sikap permisif terhadap perilaku seks bebas. “Materi pencegahan kekerasan seksual harus komprehensif tidak boleh parsial,” katanya.
Menurut Kamarudin, materi seperti ini tidak ada ketika dirinya diamanahkan sebagai Direktur Kemahasiswaan UI. “Mungkin Direktur Kemahasiswaan UI saat ini punya misi khusus sehingga materi ini diwajibkan ada untuk mahasiswa baru,” ujarnya.
Kamarudin menyarankan, agar ke depannya pihak Direktorat Kemahasiswaan dapat lebih berhati-hati dalam menyampaikan materi kepada mahasiswa baru sehingga tidak membuat mahasiswa dan orang tua siswa terkejut dan khawatir dengan materi yang disampaikan oleh pemateri. “Saya bersyukur Direktorat Kemahasiswaan UI sudah menariknya. Artinya mereka menyadari ini sebuah kesalahan yang seharusnya tidak dilanjutkan.” ujarnya.
Ke depan, Kamarudin mengatakan, sebaiknya Direktorat Kemahasiswaan UI harus lebih hati-hati dan selektif memilih materi yang disampaikan kepada mahasiswa baru. “Agar tidak membuat kontroversi dan kekhawatiran terhadap mahasiswa baru dan orang tua,” katanya.
Sebelumnya politikus PKS Al Muzzammil Yusuf mengkritik dengan menyebut kampus UI memberikan edukasi seks bebas kepada para mahasiswa baru. Muzzammil dalam akun Instagram-nya. Dalam video berdurasi 3 menit 14 detik itu, Muzzammil mulanya mengomentari soal pakta integritas yang wajib ditandatangani mahasiswa baru UI tahun 2020. Dia menyebut, pakta integritas tersebut tidak sesuai dengan hak asasi manusia, bertentangan dengan pasal HAM dan dapat mengekang potensi mahasiswa mulai dari potensi akademik hingga organisasi.
Muzzammil kemudian menyampaikan dirinya mendengar sejumlah keluhan dari beberapa orang tua. Keluhan itu terkait adanya pendidikan consensual sex saat Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB). Dia juga menyertakan link yang menjadi rujukannya tersebut.
“Saya dengar keluhan dari orang tua murid nanti saya berikan link-nya di sini. Adanya pendidikan consensual sex, seks dengan persetujuan dengan mahasiswa/mahasiswi. Seks yang dianggap tanpa kekerasan yaitu consensual sex dengan persetujuan, dengan kesadaran, dianggap itu seks yang sehat, yang sah dengan konsep consensual sex barat, maka itu bukan kekerasan. Saya kira ini sangat tidak patut untuk dikembangkan diajarkan kepada mahasiswa kita di mana pun di Indonesia ini,” kata Muzzammil dalam rekaman video tersebut.
Namun pihak Universitas Indonesia membantah materi Sex Consent atau persetujuan seksual dalam Pengenalan Kehidupan Kampus bagi Mahasiswa Baru (PKKMB) 2020 tak mengarah kesitu. UI menegaskan materi itu adalah penggalan dari rangkaian perkuliahan pencegahan kekerasan seksual..
“Kami sudah menyampaikan bahwa informasi yang banyak beredar saat ini dari sepenggal slide yang berjudul sexual consent dalam konteks kekerasan seksual. Jadi pada saat diberikan kepada Maba (mahasiswa baru) jadi slide tersebut adalah satu dari serangkaian, atau banyak slide yang berhubungan dengan banyak tema cegah kekerasan seksual,” kata Kepala Biro Humas dan KIP UI, Amelita Lusia, Selasa (22/9).
Amelita mengatakan materi tersebut guna memberikan pemahaman kepada mahasiswa baru bagaimana melindungi diri dari kekerasan seksual. Namun, materi tersebut ramai diperbincangkan karena hanya memenggal sebagian dari materi. “Jadi tujuannya itu sebetulnya mata kuliah tersebut adalah untuk memberikan pemahaman kepada para mahasiswa baru untuk dapat memproteksi diri mereka. Tapi ternyata ini menimbulkan interpretasi dan asumsi yang berbeda-beda, kalau melihat dari salah satu slide atau slide yang terlepas begitu saja dari rangkaian yang tadi sudah saya sebutkan,” katanya.
Sebelum masuk pada perkuliahan itu, Amelita mengatakan dosen yang bersangkutan, telah lebih dulu menjelaskan tujuan perkuliahan. Apabila ada di antara mahasiswa yang keberatan mengikuti kelas, Amelita menyebut yang mahasiswa baru itu akan diberikan pendampingan. “Sebelum mereka masuk ke materi perkuliahan tersebut itu ada pernyataan dari dosen yang menyampaikan dia akan memberikan penjelasan tujuan perkuliahan untuk apa. Kemudian disampaikan ‘jika anda merasa kurang nyaman mengikuti perkuliahan ini bisa stop dulu, bisa mendapatkan konseling’ jadi ada persyaratan yang sudah disebutkan di awal. Kemudian masuk ke dalam penjelasan-penjelasan tentang apa yang harus kita lakukan untuk mengenali apa yang dimaksud sebagai kekerasan tersebut,” sebut Amelita.
“Masalah ini di UI kan memang ada beberapa pengaduan, nah kita ingin memahami persoal ini. Apa sih kekerasan seksual. Jadi ketika dia masuk ke topik yang memang topik ini memang sensitif, ketika masuk ke topik yang sensitif ada before, kemudian penjelasannya, setelahnya itu satu rangkaian yang diberikan dari materi ini,” tuturnya.
**ass