Bogor | Jurnal Inspirasi
Pada Senin (13/7) hari ini jadi hari pertama masuk sekolah jenjang pendidikan dasar dan menengah tahun ajaran 2020/2021. Tak seperti tahun ajaran sebelumnya, kali ini sekolah diangsungkan di tengah pandemi Covid-19 yang berdampak pada penerapan metode belajar.
Skema belajar itu dilakukan berbeda-beda tergantung kemampuan fasilitas yang dimiliki sekolah dan tingkat keamanan daerah dalam masa pandemi. Sejumlah daerah mulai memberlakukan pembelajaran tatap muka, misalnya di Sukabumi. Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil mengizinkannya karena masuk zona hijau. “Yang didahulukan adalah SMA dan SMP. Baru nanti setelah lancar ke SD,” ujarnya melalui akun Instagram.
Ia menjelaskan pembelajaran tatap muka di tengah pandemi hanya dilakukan selama empat sampai lima jam, tanpa jam istirahat. Siswa diminta langsung pulang setelah waktu sekolah usai. Juga ada pembagian sif belajar, yakni dua sampai tiga sif tiap kelas. Jadwal masuk siswa bergantian selama satu atau dua minggu, sehingga tak semua siswa berada di kelas. “Ada yang dari satu atau dua minggu, dan ada yang tatap muka satu atau dua minggu. Setiap dua sampai tiga hari gantian,” lanjut pria yang akrab dipanggil Emil itu dikutip dari CNN, Senin (13/7).
Meski begitu, sebagian besar sekolah lainnya masih melakukan pembelajaran jarak jauh, seperti di Bandung, Jawa Barat, dan DKI Jakarta. Ini karena zona di daerah tersebut belum dianggap aman oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di daerah setempat.
Kepala Dinas Pendidikan Kota Bandung Hikmat Ginanjar mengatakan tiga hari ke depan siswa bakal mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). MPLS ini digunakan untuk memperkenalkan lingkungan sekolah kepada siswa. Mulai dari kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan lainnya. “Setiap sekolah sudah kami berikan pedoman MPLS-nya,” ujarnya.
Sedangkan Wakil Gubernur DKI Jakarta menyatakan pembukaan institusi pendidikan di wilayahnya bakal dimulai dari perguruan tinggi. Kemudian baru pembukaan sekolah dilakukan secara bertahap.
“Jadi sekolah masih kegiatan yang paling akhir untuk dibuka. Kalaupun dibuka nanti bertahap ya. Jadi kuliah (kampus) dulu, dan seterusnya,” kata Riza di Kantor Walikota Jakarta Barat, Jumat (10/7).
Pembukaan sekolah, katanya, belum dilakukan saat ini karena pihaknya masih mengkhawatirkan kemungkinan siswa terpapar virus corona. Sehingga tahun ajaran ini pembelajaran tetap dilakukan jarak jauh.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim memproyeksi setidaknya 94 persen siswa di Indonesia masih melakukan PJJ di tahun ajaran baru. Daerah yang boleh membuka sekolah hanya yang berada di zona hijau dan memenuhi sejumlah syarat.
Dalam hal ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyarankan agar guru melakukan asesmen dan menguji kemampuan siswa ketika awal masuk sekolah. Ini dilakukan untuk mengejar ketertinggalan pendidikan di tengah pandemi. Sebelumnya PJJ sudah diterapkan selama 3 bulan. Namun implementasinya banyak menemui kendala, mulai dari akses fasilitas sampai jaringan.
Memasuki tahun ajaran baru, masih ada sejumlah guru yang mengaku tidak mendapat arahan dan pembekalan untuk melakukan PJJ. Khususnya mereka yang berada di daerah terpencil.
Padahal lebih banyak kendala yang umum didapati di daerah terpencil. Paling utama terkait susahnya jaringan internet dan fasilitas penunjangnya. “Kita masih bingung ini gimana cara mengajar dengan keterbatasan yang kami miliki,” ujar Adimo, Guru SD Negeri 08 Benua di Konawe Selatan, Sulawesi Tenggara, Jumat (10/7).
Ia mengatakan guru-guru di wilayahnya jarang mendapat pelatihan terkait bagaimana melakukan PJJ di tengah pandemi. Karena keterbatasan, mereka pun terpaksa berkunjung ke rumah siswa atas inisiatif sendiri.
Hal serupa juga didapati Ridwan, seorang guru di SD Negeri 016 Muara Muntai di Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Ia mengatakan Dinas Pendidikan sebenarnya sudah membuat video edukasi cara mengajar di tengah pandemi.
Namun video tersebut diunggah secara daring. Sedangkan tidak semua guru di daerahnya bisa mengakses internet secara baik karena kendala jaringan dan fasilitas. “[Soal] Alokasi anggaran untuk kuota [dari dana BOS] saja tidak jalan. Karena banyak yang enggak tahu ada kebijakan itu. Sosialisasi minim sekali,” ujarnya.
Hal ini mengacu pada kebijakan Nadiem yang mengizinkan pemakaian dana BOS untuk kuota dan pembiayaan pembelajaran jarak jauh.
ASS|*