Jakarta | Jurnal Inspirasi
Nasib Rancangan Undang-Undang (RUU) Haluan Ideologi Pancasila (HIP) kini di tangan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sebab, DPR tidak bisa melakukan apa-apa tanpa adanya surat presiden (Surpres) tentang penghentian pembahasan RUU HIP dan pencabutan RUU itu dari daftar program legislasi nasional (Prolegnas).
“Ya DPR tidak bisa melakukan apa-apa. DPR hanya menunggu, karena RUU sudah di tangan presiden, kecuali ketika rancangan itu masih ada di DPR belum dikirim ke presiden, DPR bisa mereview melakukan koreksi bisa saja, tetapi karena RUU nya sudah disampaikan ke presiden, bolanya sekarang ada di presiden,” ujar Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Bukhori Yusuf, Minggu (28/6).
Sekadar diketahui, Wakil Ketua DPR Aziz Syamsuddin berjanji akan menghentikan pembahasan RUU HIP. Janji itu disampaikan Aziz Syamsuddin setelah audiensi dengan perwakilan massa Aliansi Nasional Anti Komunis (Anak) NKRI penolak RUU HIP pada Rabu 24 Juni 2020.
Terkait hal tersebut, Bukhori Yusuf berpendapat, sebenarnya sederhana untuk menghentikan RUU HIP itu. “Bahwa ketika Pimpinan DPR itu komitmen untuk menghentikan pembahasan RUU HIP dan ingin mencabut dari daftar program legislasi nasional, ya sebenarnya sederhana. Tinggal DPR bersama pemerintah menyepakati dalam rapat di Badan Legislasi, sehingga terjadi perubahan terhadap program legislasi nasional,” jelasnya.
Maka itu, dia menilai Surpres yang meminta penghentian dan pencabutan RUU HIP dari daftar Prolegnas diperlukan. “Kalau Surpres permintaannya itu adalah penghentian dan dicabut dari Prolegnas ya tentu surat tersebut dibacakan di Rapat Paripurna, untuk kemudian ditindaklanjuti,” tandas Anggota Komisi VIII DPR RI ini.
Dia melanjutkan, setelah Surpres itu dibacakan di Paripurna maka Baleg DPR menindaklanjutinya dengan rapat bersama Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai perwakilan presiden. “Dalam rapat itu kemudian disepakati untuk kemudian dicabut, lalu setelah itu kemudian dibawa ke Paripurna tentang perubahan dari Prolegnas, prosedurnya seperti itu. Tetapi ketika Paripurna itu ketika menyikapi terhadap Surpres presiden yang seandainya Surpres itu meminta dihentikan dan dicabut dari Prolegnas dan di dalam Paripurna ketika membacakan Surpres itu sendiri adalah Paripurna menyetujui, saya kira tinggal proses formalitas aja,” pungkasnya.
Sementara itu, pPemerintah bersama dengan DPR diminta untuk tegas mencabut RUU HIP dari Prolegnas. Pakar politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin mengatakan, penundaan pembahasan RUU ini justru bisa memicu kemarahan publik yang dikhawatirkan berujung pada konflik horizontal.
“Kalau sekadar ditunda, lalu nanti diubah namanya atau judul undang-undangnya, lalu dibahas lagi oleh DPR maka itu berpotensi terjadi eskalasi konflik ke depan. Jadi ini bukan hanya pertarungan soal elite, tapi ini persoalan konflik horizontal di depan,” ujar Ujang Komarudin, Minggu (28/6).
Potensi ini bisa dilihat dari adanya aksi demonstrasi dan juga pembakaran bendera PDIP. Padahal, saat ini sebenarnya masih dalam kondisi pandemi corona (Covid-19). “Artinya kalau eskalasi saat ini saja sudah ramai begitu, apalagi saat undang-undang ini berjalan. Karena kalau ditunda, suatu saat nanti bisa dibahas lagi. Ini kemungkinan besar akan memicu konflik di kemudian hari,” tuturnya.
Menanggapi pernyataan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin bahwa DPR akan menyetop pembahasan RUU HIP, Ujang yang juga Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) mengatakan, pernyataan menyetop atau menghentikan pembahasan belum cukup. “Pemerintah dan DPR jangan main api. Ini masyarakat sedang marah, sedang geram terkait RUU HIP. Kalau sekadar menyetop, itu kan kalau berhenti bisa maju lagi. Kalau kita mengendarai mobil, stop kan bisa jalan lagi ini mobil. Tapi kalau dibatalkan, dicabut dari prolegnas, ini clear. Artinya mereka tidak akan membahas lagi,” tuturnya.
Dikatakan Ujang, penolakan RUU HIP terjadi di mana-mana. Jangan sampai stabilitas politik yang sudah aman ini dipicu oleh RUU HIP yang kontroversial ini kemudian menjadi konflik horizontal di masyarakat.
ASS |*