Jakarta | Jurnal Inspirasi
Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, mempertanyakan sikap pemerintah yang melarang penduduk berkumpul di masjid, tetapi tidak tegas melarang orang-orang yang berkumpul di bandara, tempat perbelanjaan hingga perkantoran saat pandemi virus Corona (Covid-19). Anwar menilai perbedaan sikap tersebut justru menjadi ironi di situasi seperti saat ini. Sebab usaha untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona menjadi tidak maksimal.
MUI sendiri telah mengeluarkan fatwa agar umat Islam di daerah yang penyebaran virusnya tidak terkendali supaya tidak melaksanakan shalat Jumat dan shalat berjamaah lima waktu serta shalat tarawih di masjid dan mushala tapi mengerjakannya di rumah saja. Fatwa MUI ini oleh pihak pemerintah tampak sangat diperhatikan dan dipegang kuat sebagai dasar untuk mencegah orang untuk berkumpul ke masjid bagi melaksanakan shalat Jumat dan shalat  berjamaah.
“Saya rasa hal ini sudah merupakan satu tindakan yang benar,” kata Sekretaris Jenderal MUI, Anwar Abas di Jakarta, Minggu (17/5).
Namun, MUI sangat menyayangkan terhadap pemerintahan Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang tidak tegas melarang orang berkumpul di pusat perbelanjaan maupun yang terjadi di Bandara Soekarno Hatta, kemarin. “Yang menjadi pertanyaan mengapa pemerintah hanya tegas melarang orang untuk berkumpul di masjid tapi tidak tegas dan tidak keras dalam menghadapi orang-orang yang berkumpul di pasar, di mal-mal, di bandara, di kantor-kantor dan di pabrik-pabrik serta di tempat lainnya,” tegasnya.
Bahkan, kata dia, di beberapa daerah para petugas dengan memakai pengeras suara mengingatkan masyarakat untuk tidak berkumpul di masjid bagi melaksanakan shalat Jumat dan shalat jamaah serta tarawih di masjid karena berbahaya.
Tetapi, di wilayah dan daerah yang sama tidak ada petugas yang dengan pengeras suara mengimbau masyarakat di pasar, di mal, di jalan, di bandara, di kantor dan di pabrik dan lainnya untuk mengingatkan mereka supaya menjauhi berkumpul karena berbahaya.
Hal demikian, menurut Anwar tentu saja telah mengundang tanda tanya di kalangan umat. Apalagi, melihat pihak pemerintah dan petugas tahunya hanya melarang dan itu mereka dasarkan kepada fatwa MUI.
Padahal, dalam fatwa MUI yang ada, dijelaskan bahwa di wilayah dan atau daerah yang penyebaran virusnya terkendali umat Islam bisa menyelenggarakan shalat jumat dan salat berjemaah dengan memperhatikan protokol medis yang ada.
“Tetapi, pemerintah dan petugas tetap saja melarang tanpa memperhatikan situasi dan kondisi yang ada sehingga terjadilah adu mulut di antara masyarakat dengan petugas di daerah tersebut,” katanya.
Sebenarnya, lanjut dia, umat dan masyarakat akan bisa menerima apa yang disampaikan pemerintah agar tidak berkumpul di masjid untuk melakukan salat jumat dan berjemaah karena berbahaya. Itu dengan catatan, pemerintah dan petugas benar-benar konsisten dalam menegakkan aturan yang melarang semua orang untuk berkumpul di mana saja tanpa kecuali.
“Jadi penegakan larangan itu tidak hanya untuk berkumpul di masjid saja tapi juga di pasar, di mal, di jalan di terminal di bandara di kantor, pabrik, industri dan lainnya yang tujuannya adalah agar kita bisa memutus mata rantai penularan virus ini secara cepat,” katanya.
Pemerintah melalui Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 berdalih bahwa antrean di Bandara Soekarno- Hatta yang baru-baru ini terjadi sudah menerapkan protokol kesehatan.
Menurut Juru Bicara Gugus Tugas Covid-19, Achmad Yurianto, para penumpang yang diperiksa oleh petugas sudah sesuai kriteria. Yakni penumpang khusus yang boleh bepergian adalah dengan syarat tertentu.
“Kami melihat tadi sebagian besar dan hampir keseluruhannya dalam rangka tugas itu yang melibatkan banyak institusi,” kata Yurianto.
Kata dia, kejadian yang sempat ramai di media sosial itu tidak terjadi lagi. Awalnya, kata dia, penumpukan bisa saja terjadi karena panjangnya pemeriksaan administrasi sebelum terbang bagi para penumpang.
Bahkan, banyak penumpang sudah menunggu sejak pukul 02:00 dini hari. Sekarang, kata dia, masyarakat sudah mulai memahami bahwa pengecualian perjalanan penerbangan ini memang ditujukan untuk percepatan penanganan penanganan Covid-19.
Yurianto mengatakan, banyak maskapai yang kembali membuka operasionalnya pada pagi hari. Pasca ditinjau hari ini, peristiwa penumpukan diklaim tidak terjadi lagi karena sudah ada imbauan dan batas jarak antar penumpang sebelum menaiki pesawat.
“Sehingga secara tertib mereka bisa menempatkan diri di tempat yang sudah kita beri tanda dan kemudian dengan tertib juga melaksanakan beberapa kegiatan di antaranya pengecekan dokumen terkait pengesahan perjalanan baik identitas diri, surat tugas institusi kemudian surat keterangan sehat dan lain-lain termasuk tiket,” ujar dia.
Asep Saepudin Sayyev |*