23.6 C
Bogor
Thursday, March 28, 2024

Buy now

spot_img

Biaya Politik Mahal Cenderung Korup

PT 0% dan 0 Rupiah

JURNAL INSPIRASI – Sejumlah pihak tengah menggugat ambang batas pencalonan presiden atau Presidential Threshold (PT) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri menyatakan dukungannya bahwa biaya politik itu tak perlu mahal karena akan mendorong prilaku korup.

“Seharusnya kita berpikir sekarang bukan 20%, bukan 15%. Tapi 0% dan 0 rupiah. Itu kalau kita ingin mengentaskan korupsi,” kata Firli, akhir pekan kemarin.

Menurut Firli, dengan PT 0% dan 0 rupiah, tidak ada lagi demokrasi di Indonesia yang diwarnai dengan biaya politik yang tinggi. Sebab, biaya politik tinggi menyebabkan adanya politik transaksional. Padahal, di era reformasi yang sudah bertransformasi ini, keterbukaan merupakan ruh daripada demokrasi di Indonesia.

BACA JUGA Bima Tegur Kontraktor, Pengerjaan Jalur Sepeda Lambat

Dengan keterbukaan, kata Firli, seharusnya tidak ada lagi celah untuk korupsi ataupun transaksional di ruang gelap yang kelam dan saat malam gelap gulita. “Maknanya apa? Maknanya kita setelah tertutup seharusnya semuanya transparan, semuanya akuntabel, semuanya bisa dipertanggungjawabkan. Tidak perlu adanya politik yang mahal, tidak perlu,” ujarnya.

Pernyataan Firli mendapatkan dukungan dari banyak kalangan, salah satunya datang dari PKS. “Usulan nol persen setuju,” tegas Ketua DPP PKS Mardani Ali Sera, Minggu (12/12).

Anggota Komisi II DPR RI menambahkan bahwa PT 0 persen ini akan menghilangkan budaya feodalisme dan akan mengembalikan sistem demokrasi Indonesia. “Menata ulang sistem politik nasional termasuk thershold nol persen dan revisi UU Partai Politik agar feodalisme dapat dihilangkan dr elit negeri ini,” katanya.

Firli Bahuri juga menginginkan agar biaya politik nol rupiah, Mardani pun sepakat dengan hal tersebut. Pasalnya, money politic yang kerap terjadi dalam kontestasi pemilu dapat meminimalisir terjadinya praktik korupsi.

“Dan biaya politik nol rupiah terwujud jika pemberantasan korupsi berjalan baik dinegeri ini. Pak Firli punya peluang besar mewujudkan Indonesia bebas korupsi. Tapi perginya Novel dkk sangat disayangkan,” tutupnya.

Ekonom senior Rizal Ramli mengamini alasan Firli. Mantan Menko Perekonomian era Presiden Abdurahman Wahid ini bahkan mengungkap bahwa seseorang bisa menjadi Calon Presiden harus mengeluarkan uang minimal Rp 1 triliun.

BACA JUGA Sepuluh Bangunan Lagi Akan Dibongkar Tahun 2022

Jumlah ini, kata Rizal, berbeda jika seorang ingin menjadi kepala daerah. Harganya berbeda-beda, mulai dari jadi Bupati, Walikota hingga Gubernur. Belum lagi, sambung Rizal, untuk bisa diusung oleh partai politik, juga harus mengeluarkan uang yang tak sedikit.

“Ketua KPK benar sekali. Akibat ambang batas, sewa partai: Rp 30-60 miliar untuk Bupati, Rp100-300 miliar Gubernur, minimal Rp 1 triliun untuk Capres. Nol-kan (PT) !” tulis Rizal Ramil di akun Twitternya, Minggu (12/12).

Keluhan-keluhan kepala daerah maupun anggota legislatif itu disampaikan saat Firli melakukan kunjungan ke berbagai daerah dalam rangkaian kegiatan rapat koordinasi (rakor) bersama Forkopimda dan APH maupun kegiatan sosialisasi pendidikan antikorupsi yang memang digalakan oleh KPK lewat program Trisula pemberantasan korupsi.  

“Semua para kepala daerah mengeluhkan besarnya biaya Pilkada, anggota legislatif juga mengatakan mahal. Sehingga banyak yang melakukan korupsi,” kata Firli menjelaskan maksudnya agar PT 0 persen.

Firli miris, ketika di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) tempatnya dilahirkan saat ini tidak ada Bupati definitif, lantaran Bupati Kuryana Azis meninggal dunia, namun tak bisa digantikan oleh Wakil Bupatinya Johan Anuar yang divonis delapan tahun penjara akibat melakukan tindak pidana korupsi.

BACA JUGA Peternak Lele di Desa Cipicung Terancam Gulung Tikar

“Sekarang ribut karena tidak ada kesepakatan sembilan parpol untuk mengajukan calon Bupati sehingga sampai sekarang tidak ada Bupati definitif. Kenapa ini terjadi, karena politik transaksional,” ungkap Firli.

Begitu juga, sambung Firli, di Kabupaten Muara Enim, dimana Bupati Muara Enim Ahmad Yani lebih dulu dicopot dari jabatannya setelah divonis lima tahun penjara oleh Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Palembang atas kasus suap proyek pembangunan jalan yang merugikan negara Rp130 miliar.

Juarsah, Wakil Bupati Muara Enim kemudian dilantik sebagai Bupati Muara Enim menggantikan Yani. Namun, ia ikut ditahan KPK terkait kasus suap fee proyek yang sama di masa dirinya menjabat sebagai Wakil Bupati. “Bahkan saat ini anggota DPRD Kabupaten Muara Enim 10 orang berperkara korupsi ditangani KPK,” imbuh Firli miris.

Disisi lain, harapannya agar Preshold 0 persen lantaran komandan pemberantasan korupsi itu hanya ingin Indonesia mampu mewujudkan seluruh tujuan nasionalnya. Oleh karena itu, Firli menegaskan, tidak ada hal lain selain membersihkan negara dari praktik-praktik korupsi.

“Sekarang saya mengajak untuk menyatakan bahwa korupsi adalah musuh bersama (common enemy) sama dengan Covid-19. Untuk itu mari kita bersama-sama berantas korupsi dengan orkestrasi dipimpin Presiden RI,” tandas Firli.

**ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles