26.6 C
Bogor
Friday, March 29, 2024

Buy now

spot_img

Tina Tamher Tolak Keras Permendikbudristek PPKS

JURNAL INSPIRASI – Aktivis perempuan Tina Tamher mengkritis adanya Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Permendikbudristek) Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Perguruan Tinggi.

Tina mengatakan, aturan tersebut dinilai mengakomodasi pembiaran praktik perzinaan di kampus lantaran perbuatan asusila yang diatur dalam Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021 tidak dikategorikan sebagai kekerasan seksual jika suka sama suka atau mendapat persetujuan dari korban.

Baca Juga: Tirto Adhi, Jurnalis Kritis Pembela Rakyat

“Aturan Permendikbud tersebut sama saja melegalkan perbuatan asusila dan perzinahan,” tegas Tina membuka pernyataannya.

Tina mengatakan, bahwa Permendikbud tersebut juga dianggap telah kehilangan orientasi nilai dan sesat budaya.

“Menurut hemat saya Permendikbud tersebut telah kehilangan orientasi nilai budaya ketimuran dan sesat akademis yang bermartabat dan bermoral sebagai civitas akademika. Jauh dari kesan mendidik,” ujarnya.

Tina yang juga sebagai fungsionaris Waka bidang Hukum dan HAM Partai Gelora Indonesia pun menyesalkan jika regulasi tersebut diteruskan.

Baca Juga: Raperda PDJT Dikembalikan ke Bapemperda

“Sungguh saya sesalkan regulasi semacam ini ada di Indonesia yang menjunjung tinggi harkat martabat perempuan dan nilai-nilai agama. Harapan saya itu di drop, batalkan karena jelas menodai kesucian lembaga perguruan tinggi,” tandasnya.

Adapun isi Permendikbud yang menjadi kontroversial diantaranya :

Dalam Pasal 1 Permendikbud Ristek Nomor 30 Dijelaskan bahwa:

  1. Kekerasan Seksual adalah setiap perbuatan merendahkan, menghina, melecehkan, dan/atau menyerang tubuh, dan/atau fungsi reproduksi seseorang, karena ketimpangan relasi kuasa dan/atau gender, yang berakibat atau dapat berakibat penderitaan psikis dan/atau fisik termasuk yang mengganggu kesehatan reproduksi seseorang dan hilang kesempatan melaksanakan pendidikan tinggi dengan aman dan optimal.

Adapun dalam Pasal 5 dijelaskan bahwa:

Baca Juga: Tanggulangi Covid-19, Elly Rachmat Yasin Ajak Gotong Royong

(1) Kekerasan Seksual mencakup tindakan yang dilakukan secara verbal, nonfisik, fisik, dan/atau melalui teknologi informasi dan komunikasi.

(2) Kekerasan Seksual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. menyampaikan ujaran yang mendiskriminasi atau melecehkan tampilan fisik, kondisi tubuh, dan/atau identitas gender Korban;

b. memperlihatkan alat kelaminnya dengan sengaja tanpa persetujuan Korban;

c. menyampaikan ucapan yang memuat rayuan, lelucon, dan/atau siulan yang bernuansa seksual
pada Korban;

d. menatap Korban dengan nuansa seksual dan/atau tidak nyaman;

e. mengirimkan pesan, lelucon, gambar, foto, audio, dan/atau video bernuansa seksual kepada Korban meskipun sudah dilarang Korban;

f. mengambil, merekam, dan/atau mengedarkan foto dan/atau rekaman audio dan/atau visual Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

g. mengunggah foto tubuh dan/atau informasi pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan
Korban;

h. menyebarkan informasi terkait tubuh dan/atau pribadi Korban yang bernuansa seksual tanpa persetujuan Korban;

i. mengintip atau dengan sengaja melihat Korban yang sedang melakukan kegiatan secara pribadi dan/atau pada ruang yang bersifat pribadi;

j. membujuk, menjanjikan, menawarkan sesuatu, atau mengancam Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual yang tidak disetujui oleh Korban;

k. memberi hukuman atau sanksi yang bernuansa seksual;

l. menyentuh, mengusap, meraba, memegang, memeluk, mencium dan/atau menggosokkan bagian tubuhnya pada tubuh Korban tanpa persetujuan Korban;

m. membuka pakaian Korban tanpa persetujuan Korban;

n. memaksa Korban untuk melakukan transaksi atau kegiatan seksual;

o. mempraktikkan budaya komunitas Mahasiswa, Pendidik, dan Tenaga Kependidikan yang bernuansa Kekerasan Seksual;

p. melakukan percobaan perkosaan, namun penetrasi tidak terjadi;

q. melakukan perkosaan termasuk penetrasi dengan benda atau bagian tubuh selain alat kelamin;

r. memaksa atau memperdayai Korban untuk melakukan aborsi;

s. memaksa atau memperdayai Korban untuk hamil;

t. membiarkan terjadinya Kekerasan Seksual dengan sengaja; dan/atau

u. melakukan perbuatan Kekerasan Seksual lainnya.

(3) Persetujuan Korban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, huruf f, huruf g, huruf h, huruf l, dan huruf m, dianggap tidak sah dalam hal Korban:

a. memiliki usia belum dewasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

b. mengalami situasi dimana pelaku mengancam, memaksa, dan/atau menyalahgunakan kedudukannya;

c. mengalami kondisi di bawah pengaruh obat-obatan, alkohol, dan/atau narkoba;

d. mengalami sakit, tidak sadar, atau tertidur;

e. memiliki kondisi fisik dan/atau psikologis yang rentan;

f. mengalami kelumpuhan sementara (tonic immobility); dan/atau

g. mengalami kondisi terguncang.

**noverando.h

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles