27.6 C
Bogor
Saturday, April 20, 2024

Buy now

spot_img

PKS Minta Perpres Miras Dibatalkan

Pengamat Sebut Kebijakan yang Sangat Buruk

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Partai Keadilan Sejahtera (PKS) menyampaikan kritik tajam atas Perpres 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang melegalkan miras atau minuman beralkohol dari skala industri besar hingga skala perdagangan eceran sebagai daftar investasi positif (DPI). PKS menilai kebijakan ini menciderai nilai-nilai Pancasila dan UUD 1945.

“Pemerintah seharusnya menjaga nilai-nilai dasar negara dan konstitusi, menghadirkannya dalam kebijakan negara di berbagai sektor, bukan malah menciderainya atas nama pragmatisme ekonomi. Kami mengingatkan agar jangan sampai kebijakan negara kehilangan arah,” ungkap Ketua Fraksi PKS Jazuli Juwaini, Senin (1/3).

Semestinya lanjut Jazuli, kita semua konsisten dengan pengamalan sila-sila Pancasila khususnya sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa dan sila kedua Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. “Terkait sila pertama semua agama melarang minuman keras karena madhorotnya jelas dirasakan. Terkait sila kedua, minuman keras jelas mengancam sendi-sendi kemanusiaan yang beradab dan bermartabat karena merusak kesehatan fisik, mental, akal, dan pikiran generasi bangsa,” tegasnya.

Anggota Komisi I DPR Dapil Banten ini mengatakan, selama ini miras masuk dalam daftar bidang usaha tertutup, yang artinya terbatas dengan syarat ketat. Dengan ketentuan ini saja pelanggaran penjualan dan peredaran miras terjadi dimana-mana, dan menjadi faktor utama kriminalitas, keonaran sosial, dan gangguan kamtibmas.

“Di samping pertimbangan moral Pancasila dan UUD 1945, Pemerintah semestinya menimbang ekses miras yang merusak tatanan sosial dan mengancam generasi bangsa. Persoalan fundamental dan elementer seperti ini seharusnya menjadi perhatian kita bersama,” ujar Jazuli.

Lebih lanjut Ketua Fraksi PKS ini mendorong aparat keamanan sebagai penanggung jawab kamtibmas, menyajikan data kepada pemerintah dan kementerian terkait tentang bahaya miras di masyarakat, tentang tingginya tingkat kriminalitas dan gangguan kamtibmas yang disebabkan miras.

“Tugas kita bersama untuk menjaga generasi bangsa dari bahaya miras. Tugas kita bersama membantu aparat untuk menjaga kamtibmas. Mungkin Pemerintah khilaf, dan menjadi kewajiban kami di Fraksi PKS untuk mengingatkan agar kebijakan ini dibatalkan,” pungkas Jazuli.

Sementara Pengamat Ekonomi dan Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS), DR Anthony Budiawan, mengatakan, keputusan pemberian izin produksi miras secara terbuka yang diberikan pada tiga wilayah di kawasan timur Indonesia adalah kebijakan ekonomi yang buruk. Bahkan, dari segi finansial sebenarnya tak akan mendapat pemasukan dana bagi negara yang banyak.

”Orang-orang di NTT, Papua, dan Sulawesi Utara sudah banyak yang protes. Ini protes dari semua kelompok umat beragama. Untuk Papua, misalnya, banyak orang terpelajar di sana melihat kebijakan ini akan membuat orang Papua makin tersingkir, seperti orang Aborigin di Asutralia, yang sempat begitu bebas mengonsumsi alkohol,” kata Anthony, Senin (1/2).

Menurut Anthony, bila kebijakan produsi miras dibuka, sementara konsumsi miras tetap ditutup juga tak akan berati banyak. Investor tetap tidak akan masuk karena ada kebijakan yang saling bertolak belakang.

”Investor juga tak mau bila miras yang diproduksi itu beredar dan dikonsumsi secara gelap di tempat yang tertentu itu. Maka, mereka jelas enggan datang untuk menanamkan uangnya. Jadi, ini kebijakan yang sangat buruk karena memang paradoks,” ujarnya.

Selain pendapatan cukai miras akan tetap kecil, misalnya dibandingkan dengan cukai rokok, miras juga akan membuat masalah baru dalam berbagai persoalan sosial. Kejahatan dan kecelakaan pasti akan naik bila miras semakin dilonggarkan.

”Ketika masyarakat sudah kecanduan miras, nantinya polisi juga bingung mengatasi imbas lainnya. Ini berangkat dari pengalaman di Amerika ketika para polisi di Chichago pada 1930-an melakukan perang dalam mengatasi peredaran miras yang meluas. Mereka tembak-menembak dengan para mafia yang menguasai peredaran miras di sana. Korban pun berjatuhan,” katanya.

Dan, efek miras pun sudah terjadi dalam beberapa hari terakhir. Tiba-tiba di kawasan dekat wilayah Bandara Soekarno-Hatta ada kejadian memilukan ketika seorang polisi yang mabuk miras menembaki orang yang ada di sekitarnya hingga tewas. ”Ini kan menyedihkan. Yang tewas itu salah satunya adalah anggota tentara,” ujar Anthony menegaskan.

”Kalau dilihat dari angka pendapatan dari cukai atau pajak miras, ya segitu-gitu saja. Angkanya pendapatan dari cukai minuman alkohol cuma Rp 7,3 triliun pada 2019. Sedangkan, rokok cukainya mendapatkan dana hingga Rp 173 triliun,” ujarnya lagi.

Tragisnya, Anthony menambahkan, kalau memang pendapatan cukai minuman beralkohol mau ditingkatkan, ini artinya konsumsi minuman beralkohol juga harus ditingkatkan. Akhirnya, masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat pemabuk.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles