24.6 C
Bogor
Thursday, April 18, 2024

Buy now

spot_img

Bertanya Saja Bikin Panas, Bagaimana dengan Kritik?

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Pernyataan Presiden Jokowi yang mengajak seluruh elemen bangsa untuk berkontribusi dalam perbaikan pelayanan public, termasuk meminta masyarakat aktif untuk mengkritik tampaknya hanya ironi. Warga justeru dihadapkan pada fenomena serangan pendengung atau buzzer hingga Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang bisa menjerat karena lantang mengkritik, terutama lewat jagat maya.

Seperti halnya, Mantan Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla (JK) ketika melontarkan bagaimana cara masyarakat bisa mengkritik pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) tanpa harus dipanggil polisi. Namun respon JK itu mendapat tanggapan ‘panas’ istana.

Juru Bicara JK, Husain Abdullah menegaskan JK tak sedikit pun punya niatan memprovokasi rakyat atau membuat runyam keadaan. Pernyataan Husain itu sekaligus merespons Tenaga ahli Kepala Staf Presiden (KSP) Ade Irfan Pulungan yang menilai bahwa JK terkesan ingin memprovokasi keadaan usai melontarkan pertanyaan tersebut.

Husain balik mempertanyakan bila pertanyaan JK itu dianggap provokasi. Jika bertanya saja dipersoalkan, kata dia, apalagi kalau mengkritik. “Saya kira kita tidak perlu panas. Kalau bertanya saja sudah membuat panas, bagaimana pula kalau dikritik? Jadi sebaiknya ditanggapi secara konstruktif agar apa yang ingin dicapai pemerintah, yakni rakyat menyampaikan kritiknya secara baik dan benar sementara pemerintah menerimanya sebagai bagian dari proses demokrasi yang sehat,” kata Husain, Minggu (14/2).

Husain pun membeberkan, pertanyaan JK itu sebenarnya merupakan sebuah pandangan tokoh yang menyoroti indeks demokrasi Indonesia yang menurun berdasarkan survei The Economist Intelligence Unit (EIU). Dalam survei itu Indonesia dilaporkan menempati peringkat 64 dari 167 negara di dunia. EIU menyatakan skor indeks demokrasi Indonesia adalah 6,48 dalam skala 0-10.

Ia pun menyebut maksud JK saat itu adalah untuk menyoroti akar permasalahan indeks demokrasi Indonesia turun. JK, kata Husain, menyoroti pelbagai ihwal di antaranya mahalnya biaya demokrasi di Indonesia. Sebab menurut pandangan JK, untuk menjadi anggota parlemen atau Kepala Daerah butuh biaya yang tinggi.

“Sesudah kontestasi berlangsung, seorang politisi perlu mengembalikan investasinya. Saat itulah terjadi penurunan kualitas demokrasi. Ketika kualitas demokrasi menurun, terjadilah korupsi, itu kata Pak JK,” jelas Husain.

Selain itu Husain mengatakan, dalam pelaksanaan demokrasi perlu check and balance. Sehingga seharusnya pemerintah tidak perlu risau dengan suara-suara kritik yang memang bersifat sebagai umpan balik atas kinerja pemerintah selama ini. “Dalam hal ini Pak JK tidak bermaksud memanaskan situasi. Apa yang disampaikannya sesuatu yang perlu dibenahi agar kualitas demokrasi di Indonesia meningkat,” pungkas Husain.

Tenaga ahli KSP Ade Irfan Pulungan menuding JK seolah memprovokasi keadaan, sebab pertanyaan JK itu dilontarkan dalam forum suatu partai. Ade pun meminta agar JK bisa memahami dan membedakan antara kritik, fitnah dan caci maki yang dilontarkan untuk pemerintah. “Jadi sangat ironis sekali saya katakan, jika Pak Jusuf Kalla menyampaikan itu, dan disampaikannya dalam forum suatu partai, sepertinya dia ingin memanas-manasi atau memprovokasi keadaan untuk bisa memberikan arah kepada partai tersebut,” kata Ade dalam keterangan tertulisnya, Minggu (14/2).

Ade menjelaskan kebebasan berpendapat sudah diatur dalam aturan undang-undang di Indonesia. Menurutnya, siapapun bisa mengutarakan pendapat asalkan tidak melanggar ketentuan pidana yang sudah diatur.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles