25.8 C
Bogor
Wednesday, April 17, 2024

Buy now

spot_img

MUI Desak SKB 3 Menteri Direvisi

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Sikap resmi terkait keputusan pemerintah lewat SKB 3 Menteri dikeluarkan Majelis Ulama Indonesia (MUI). SKB yang mendapat pertentangan ini memuat tentang penggunaan pakaian seragam dan atribut kekhususan agama di lingkungan sekolah. Sikap tersebut terangkum dalam tausiyah Dewan Pimpinan MUI yang ditandatangani Ketua Umum MUI KH Miftachul Akhyar dan Sekjen Amirsyah Tambunan dikutip Sabtu (13/2).

Butir pertama, pada prinsipnya MUI menghargai pada sebagian isi SKB tiga menteri dengan beberapa pertimbangan. SKB atau Surat Keputusan Bersama ini memastikan hak peserta didik menggunakan seragam dengan kekhasan agama sesuai keyakinannya dan tidak boleh dilarang oleh pemerintah daerah dan sekolah. “Kedua, SKB ini melarang pemerintah daerah dan sekolah memaksakan seragam kekhasan agama tertentu pada penganut agama yang berbeda,” tulis sikap tersebut.

Namun demikian, MUI meminta SKB yang diteken oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Dalam Negeri, dan Menteri Agama ini, tetap direvisi. Revisi berdasar pada, ketentuan pada diktum ketiga dari SKB ini yang mengandung tiga muatan dan implikasi yang berbeda. “Agar tidak memicu polemik, kegaduhan dan ketidakpastian hukum,” demikian sikap MUI.

MUI menegaskan, SKB ini perlu direvisi. Pemerintah daerah dan sekolah dinilai tidak boleh mewajibkan, memerintahkan, mensyaratkan, dan mengimbau penggunaan seragam dengan kekhasan agama tertentu. Harusnya, kata MUI, dibatasi pada pihak peserta didik, pendidik, dan tenaga kependidikan yang berbeda agama, sehingga tidak terjadi pemaksaan kekhasan agama tertentu pada pemeluk agama yang lain.

“Bila pewajiban, perintah, persyaratan, atau imbauan itu diberlakukan terhadap peserta didik yang seagama, pemerintah tidak perlu melarang. Sekolah dapat saja memandang hal itu bagian dari proses pendidikan agama dan pembiasaan akhlak mulia terhadap peserta didik.” 

MUI bersikap hal itu seharusnya diserahkan kepada sekolah, bermusyawarah dengan para pemangku kepentingan (stakeholders), termasuk komite sekolah, untuk mewajibkan atau tidak, mengimbau atau tidak. “Pemerintah tidak perlu campur tangan pada aspek ini,” sambung pernyataan sikap MUI.

Pemerintah, lanjut MUI, hendaknya membuat kebijakan yang memberikan kelonggaran kepada sekolah untuk membuat pengaturan positif yang arahnya menganjurkan, membolehkan dan mendidik. Para peserta dididik supaya taat menjalankan ajaran agama sesuai keyakinannya, termasuk dalam berpakaian seragam kekhasan agama.

MUI berpandangan bahwa pendidikan tidak hanya mentransfer ilmu pengetahuan tetapi penanaman nilai-nilai, dan pengamalan ilmu serta keteladan (uswah). Selanjutnya, SKB 3 Menteri pada diktum kelima huruf d. yang menyatakan ‘Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan memberikan sanksi kepada sekolah yang bersangkutan terkait dengan bantuan operasional sekolah dan bantuan pemerintah lainnya yang bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan’ adalah tidak sejalan dan bertentangan dengan ketentuan dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat (1).

Dikatakan, setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Dan ayat 2 menyatakan, setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”. “Pemerintah khususnya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Dalam Negeri, dan Kementerian Agama, saat ini semestinya lebih fokus dalam mengatasi masalah dan dampak yang sangat berat akibat pandemi COVID-19. Semua komponen bangsa dapat bekerja sama mengatasi Covid-19 dan segala dampaknya dengan jiwa persatuan Indonesia,” tutup sikap MUI.

** ass/viva

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles