27.1 C
Bogor
Thursday, April 25, 2024

Buy now

spot_img

Mediasi Kisruh Interchange Deadlock, Warga Ungkit Kerjasama Pemkot dan PT GSA

Bogor | Jurnal Inspirasi

Mediasi antara Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor, PT Gunung Swarna Abadi (GSA), Bogor Raya dan warga terkait hilangnya akses jalan menuju lahan pertanian akibat adanya proyek bukaan tol atau interchange Tol Jagorawi Km 42,5 di Jalan Raya Parung Banteng-Katulampa, Kelurahan Katulampa, Kecamatan Bogor Timur, hingga kini masih deadlock.

Kuasa hukum warga, Dwi Arsywendo mengatakan bahwa buntunya mediasi itu lantaran Pemkot Bogor tak kunjung menjalankan saran teknis dari Kementerian PUPR. Diantaranya membuat Detail Engineering Design (DED) serta pengajuan izin pemanfaatan lahan milik PUPR untuk dijadikan akses jalan warga.

Padahal, kata Dwi, dalam perjanjian kerjasama (PKS) antara Pemkot Bogor dan PT GSA dengan nomor 003/gsa-pks/IV/2017 tentang pelaksanaan peningkatan jalan dan pembangunan infrastruktur pengendali terhadap pengaruh pembangunan bukaan jalan Tol Jagorawi Km 4 2,5 itu, pemkot memiliki beberapa kewajiban yang dituangkan dalam pasal 5.

“Dalam pasal 5 ada enam poin yang mesti dipenuhi pemkot. Pertama, Pemkot Bogor memberikan masukan dan persetujuan kajian lalu lintas dan lingkungan. Kedua, memberikan perizinan. Ketiga, memberi persetujuan DED. Keempat, memfasilitasi proses pengadaan tanah,” jelas Dwi kepada wartawan, Kamis (14/1).

Kelima, sambung Dwi, pemkot melakukan pengawasan terhadap pembangunan dan yang keenam memberikan saran spesifikasi teknis. “Dari pasal itu kan jelas, bahwa pemkot punya kewenangan, dan mestinya menjalankan rekomendasi teknis dari PUPR,” jelasnya.

Dwi menyatakan bahwa PKS tersebut ditandatangani pada 26 April 2017 oleh Sekretaris Daerah Ade Sarip Hidayat selaku perwakilan pemkot dan Direktur PT GSA, Aris Agung selaku pengembang interchange.

Dwi menegaskan, sejauh ini Pemkot Bogor seperti lepas tangan, dan tak mau menjalankan rekomendasi teknis Kementerian PUPR. “Pemkot tetap menginginkan klien kami untuk menyurati PUPR terkait izin pemanfaatan lahan. Memang PUPR sudah memberikan izin lisan, dan itu dituangkan dalam akta van dadding (perdamaian). Tapi kami nggal mau, izin mesti diberikan tertulis agar memberi kepastian hukum,” bebernya.

Dalam kesempatan yang sama, salah seorang pemilik lahan, Yahya Maulana mengatakan, apabila dalam mediasi tak netral dan tidak ada keberpihakan kepada masyarakat, tentunya sampai kapanpun takkan ada titik temu. “Kalau selalu deadlock, tentu kami memilih melanjutkan persidangan,” tegasnya.

Sementara itu, Kepala Bagian Hukum dan HAM Setda Kota Bogor, Alma Wiranta enggan berbicara banyak saat dimintai tanggapan perihal kisruh tersebut. “Oke saya realease ya,” singkatnya.

Sebelumnya, Wakil Wali Kota Bogor, Dedie A. Rachim mengatakan, pemerintah sudah melaksanakan permintaan penggugat. Namun, tentunya pihak terkait membutuhkan waktu untuk finalisasi. “Sudah. Dinas teknis diminta untuk koordinasi dengan Jasa Marga dan Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) agar menyiapkan gambar akses jalan warga,” ucapnya.

Dedie menyatakan bahwa sebenarnya pemerintah ingin menggelar koordinasi pada pekan ini dengan Kementerian PUPR dan Jasa Marga. Namun, lantaran adanya penerapan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), pemkot akan melakukannya via zoom meeting untuk membahas teknisnya.

Lebih lanjut, Dedie juga menegaskan bahwa dalam pemberian akses jalan warga bukan kewenangan Pemkot Bogor. “Makanya kita koordinasikan ke yg berwenang yaitu Jasa Marga dan BPJT. Kalau bicara kewenangan pemberian izin dan lain-lain itu kan dari pusat. Kita memfasilitasi kepentingan para pihak agar ada solusi dan saat ini kita bicaranya masalah teknis bagaimana akses bisa dibuat. Hal ini sedang kita koordinasikan,” bebernya.

Dedie juga menambahkan, sebaiknya permasalahan itu diselesaikan dengan koordinasi. “Sedang berproses. Baiknya kita koordinasikan,” tandasnya.

** Fredy Kristianto

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles