23.6 C
Bogor
Thursday, March 28, 2024

Buy now

spot_img

Pejabat Pemkot Jadi Saksi Kasus Graha Medika

Bogor | Jurnal Inspirasi

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menghadirkan saksi dalam sidang lanjutan perkara dugaan pemalsuan surat atas terdakwa Fikri Salim bersamaan dengan Rina Yuliana di Pengadilan Negeri (PN) Bogor, Selasa (12/1).

Agenda pemeriksaan saksi kali ini, hadir di ruang sidang saksi Rudi Mashudi selaku Kabid Izin Pemanfaatan Ruang pada Dinas Penanaman Modal dan Perijinan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Bogor. Sedangkan para terdakwa mengikuti sidang melalui video jarak jauh dari Lapas.

Dalam persidangan, Majelis Hakim dengan ketua Arya Putra Negara kepada saksi menanyakan perihal perizinan pembangunan rumah sakit terkait perkara ini.

Dihadapan Majelis Hakim, Rudi Mashudi mengatakan bahwa ada permohonan perizinan pembangunan rumah sakit terkait perkara ini. Berdasarkan data yang masuk dalam berkas permohonan atas nama PT Muhammad Medika Abadi dengan lokasi proyek di wilayah Kecamatan Bogor Barat.

Proses perizinan yang dikeluarkan DPMPTSP, kata Rudi, terdiri dari Izin Penggunaan Pemanfaatan Tanah (IPPT), Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan Sertifikat Laik Fungsi (SLF).

Ia menjabarkan sesuai aturan berlaku terkait usaha dan mekanisme perizinan untuk pendirian rumah sakit di Kota Bogor, ada beberapa hal yang harus dipenuhi dalam berkas permohonan.

Sesuai aturan juga, kata Rudi, rumah sakit baru bisa beroperasional setelah mengantongi izin operasional di bidang lain. Izin operasional rumah sakit itu baru bisa dikeluarkan setelah adanya SLF.

Rudi juga mengatakan, ada dua permohonan IMB. Pertama, IMB dengan empat lantai dua semi basement pada Oktober 2017. Selanjutnya pada November 2017, IMB perluasan dengan penambahan lantai lima dan lantai enam.

“Untuk IMB pertama dibayarkan oleh pemohon Rp368 juta. Kedua IMB perluasan sekitar Rp20 jutaan,” jawab Rudi saat ditanya ketua hakim perihal retribusi daerah terkait IMB tersebut.

Dalam hal ini, Rudi tidak mengenal dengan para terdakwa. Rudi juga membenarkan bahwa semua berkas permohonan perizinan masuk melalui bagian depan kantor.

Dalam persidangan, Rudi menjelaskan, bahwa pengajuan SLF ditolak oleh DPMPTSP dikarenakan bangunan rumah sakit tersebut dinyatakan belum layak fungsi setelah pengecekan langsung ke lokasi oleh dinas teknis.

“Pada saat pengajuan SLF ditindaklanjuti peninjauan lapangan oleh dinas teknis, hasil survei ada 25 catatan yang menyatakan bahwa bangunan itu belum laik fungsi. Misalnya alat pemadam kebakaran belum siap dan Lift belum sesuai. Maka kami menyatakan ditolak,” ungkapnya.

Sementara, JPU mempertanyakan perihal permohonan perizinan rumah sakit tersebut boleh diajukan oleh pihak lain, selain dari struktur PT. Muhammad Medika Abadi. “Makanismenya diperkenankan selama ada surat kuasa,” jawab Rudi. Selanjutnya, JPU memperlihatkan bukti surat kuasa dalam berkas perkara ke majelis hakim.

Dalam sidang kali ini, karena Saksi tidak kenal baik dengan terdakwa Fikri Salim maupun Rina Yuliana, maka para kuasa hukum terdakwa tidak mengajukan banyak pertanyaan pada saksi.

Saat ditanya Majlis Hakim, apakah terdakwa Fikri Salim keberatan dengan keterangan saksi. Fikri menyampaikan tidak keberatan dengan keterangan saksi. “Maaf yang mulia, kebetulan saya tidak mengetahui soal perizinan, terlebih saya kurang paham,” ujarnya. Hal senada juga disampaikan Terdakwa Rina Yuliana saat ditanya hakim “Tidak ada yang mulia,” singkat Rina.

Dalam sidang sebelumnya, Saksi Prof dr Lucky Azizah membeberkan, kondisi pembangunan rumah sakit saat ini, baru mencapai 70 persen dengan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) keluar untuk empat lantai dan dua basement. Padahal, sambung dia, dari desain meliliki tujuh lantai ditambah satu basement.

Perusahaan, kata dia, sudah mengeluarkan dana Rp1,14 miliar untuk IMB dan izin operasional. Azizah mengaku sudah mengarahkan untuk pengurusan perizinan rumah sakit dilakukan secara resmi tanpa pihak ketiga. Namun ia baru mengetahui pengurusan perizinan itu dilakukan tidak resmi pada 20 Agustus 2019. “Sejak itu saya langsung close (keuangan),” cetusnya.

Azizah juga mengemukakan, terbongkarnya kasus ini setelah dilakukan audit independen. Bahkan ia menyebutkan ada pemalsuan tanda tangan yang dipakai untuk mentransfer uang ke Fikri Salim, Rina Yuliana dan lainnya. “Saya memang terlalu sibuk. Ada konspirasi,” ujarnya.

Informasi yang dihimpun dari portal resmi Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Bogor, dalam dakwaan disebutkan bahwa Fikri Salim dan Rina Yuliana pada 29 Desember 2015 sampai 2 Juli 2019 telah melakukan pemalsuan surat pembebasan utang.

Peristiwa itu terjadi beberapa kali antaralain di Jl. K.H. Abdullah Bin Nuh RT04, RW12 Cilendek Barat Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor dan Jl. Soka V Nomor 3 Taman Cimanggu RT06, RW10 Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Lalu, surat yang dipalsukan terdakwa digunakan untuk mengurus izin pembangunan gedung rumah sakit.

Perbuatan terdakwa tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 Ayat (1) Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2)` KUHP dan Pasal 374 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP subsidair Pasal 372 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP atau subsidair Pasal 378 Jo. Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 Jo. Pasal 65 Ayat (1) dan Ayat (2) KUHP.

** Fredy Kristianto

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles