24.6 C
Bogor
Friday, March 29, 2024

Buy now

spot_img

Omnibus Law Hilang 1 Pasal

Demokrat Sebut Ada Skandal

Jakarta | Jurnal Inspirasi

Draf terbaru Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) yang berjumlah 1.187 halaman hilang 1 pasal yakni Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi Partai Demokrat Herman Khaeron mengatakan, temuan penghilangan pasal itu merupakan sebuah skandal. Menurutnya, mengubah substansi regulasi yang telah disahkan dalam Rapat Paripunra DPR RI merupakan tindakan yang tidak diperbolehkan. “Ini skandal,” ujar Herman yang akrab dipanggil Hero, Kamis (22/10).

Ia pun mengatakan bahwa hal ini merupakan hal yang selalu diwanti-wanti oleh Demokrat terkait pengesahan UU Ciptaker. Menurutnya, DPR harus mencegah pengesahan sebuah regulasi dengan cek kosong. “Ini yang selalu saya ingatkan, jangan sampai mengesahkan RUU dengan cek kosong, tidak jelas dan banyak perubahan substansi,” tutur Hero.

Untuk diketahui draf UU Ciptaker kembali mengalami perubahan jumlah halaman usai diserahkan DPR ke pemerintah. Jumlah halaman draf final yang diserahkan DPR ke pemerintah sebanyak 812, tetapi kini bertambah 375 menjadi 1.187.

Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan PP Muhammadiyah mengaku sudah menerima naskah tersebut dari pemerintah. Waketum MUI Muhyiddin Junaidi menerimanya pada 18 Oktober lalu dan kebingungan draft mana yang benar.

Selain jumlah halaman yang bertambah 375,  juga ada sejumlah perbedaan di bagian substansi naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang terbaru dengan jumlah halaman 1.187. Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi hilang dari naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja yang sudah dipegang pemerintah. Pasal itu tidak lagi tercantum dalam naskah 1.187 halaman.

Pasal berisi 4 ayat itu hilang dan tidak ada keterangan bahwa pasal yang bersangkutan dihapus. Padahal, dalam naskah Omnibus Law UU Cipta Kerja 812 halaman yang diserahkan DPR ke pemerintah, pasal itu masih ada dan terdiri dari 4 ayat. Berikut bunyi Pasal 46 yang hilang.

Selain itu, ditemukan juga perbedaan penempatan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan pajak dan retribusi. Dalam naskah versi 812 halaman, ketentuan itu diatur dalam Bab VIA. Posisinya disisipkan antara Bab VI dan Bab VII. Namun, dalam naskah versi terbaru dari pemerintah yang berjumlah 1.187 halaman, bab tersebut menjadi Bab VIIA. Disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII.

Perbedaan lain juga terlihat pada Bab VIA tentang Kebijakan Fiskal Nasional yang berkaitan dengan Pajak dan Restribusi. Versi 812 halaman, Bab VIA disisipkan di antara Bab VI dan Bab VII. Sedangkan versi 1.187 halaman, BAB VIA berubah menjadi BAB VIIA yang disisipkan diantara Bab VII dan Bab VIII.

Sementara Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Supratman Andi Agtas angkat bicara seputar pasal terkait minyak dan gas bumi yang hilang dari draf Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja terbaru yang sudah dipegang pemerintah.

Menurutnya, Pasal 46 UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi itu memang seharusnya dihapus dari UU Ciptaker karena terkait tugas Badan Pengatur Hilir (BPH) Migas. “Terkait Pasal 46 yang koreksi, itu benar. Jadi kebetulan Setneg [Sekretariat Negara] yang temukan. Jadi, itu seharusnya memang dihapus, karena itu terkait dengan tugas BPH Migas,” kata Supratman kepada wartawan saat dikonfirmasi, Kamis (22/10).

Dia menerangkan, awalnya pemerintah mengusulkan pengalihan kewenangan penetapan toll fee dari BPH Migas ke Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Namun, menurutnya, DPR tidak menyetujui usulan tersebut dalam pembahasan di Panitia Kerja RUU Ciptaker Baleg DPR. “Atas dasar itu, kami bahas di Panja, tapi diputuskan tidak diterima di Panja,” katanya.

“Saya pastikan setelah berkonsultasi semua ke kawan-kawan itu benar, seharusnya tidak ada, karena seharusnya dihapus, karena kembali ke UU existing. Jadi tidak ada di UU Ciptaker,” imbuh politikus Partai Gerindra itu.

Idealnya, pasal tersebut sudah harus dihapus oleh DPR sebelum naskah diberikan kepada pemerintah. Namun, kekeliruan itu justru baru ditemukan oleh pihak pemerintah, dalam hal ini Kemensetneg, sehingga pasal tersebut baru dihapus. Terkait keberadaan Bab tentang Kebijakan Fiskal Nasional terkait Pajak dan Restribusi yang mengalami perubahan posisi di draf terbaru UU Ciptaker, Supratman berkata ketentuan tersebut seharusnya berada di Bab VIIA.

Dalam naskah draf UU Ciptaker 812 halaman, ketentuan terkait kebijakan fiskal nasional diatur dalam Bab VIA. Posisinya disisipkan antara Bab VI dan Bab VII. Namun, dalam naskah versi terbaru dari pemerintah yang berjumlah 1.187 halaman, bab tersebut menjadi Bab VIIA. Disisipkan antara Bab VII dan Bab VIII. “Ternyata setelah kami cek seharusnya Bab VIIA. Itu kan hanya soal penempatan saja, tidak mengubah isi sama sekali,” ujar dia.

Sebelumnya, Mensesneg Pratikno memastikan bahwa isi naskah UU Ciptaker yang disiapkan Kemensetneg sebanyak 1.187 halaman sama dengan yang disampaikan DPR kepada Presiden Joko Widodo. “Substansi RUU Cipta Kerja dalam format yang disiapkan Kemensetneg (1.187 halaman) sama dengan naskah RUU Cipta Kerja yang disampaikan DPR kepada presiden,” ujar Pratikno, Kamis (22/10).

Pratikno menjelaskan, setiap naskah RUU dilakukan penyesuaian format dan pengecekan teknis terlebih dulu oleh Kemensetneg sebelum disampaikan kepada presiden.

** ass

Related Articles

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -
- Advertisement -

Latest Articles